4/17/2013

Hujjah dari Segenap Penjuru!!



Setelah di kiriman kemarin saya bahas bagaimana awalnya saya mengenal masjid dan sholat berjamaah melalui sebuah buku, kini akan saya ungkapkan banyak hujjah yang kemudian saya temui setelah mulai merutinkan berjamaah di masjid. Sekali lagi saya mohon kepada Allah agar menjauhkan dari riya’ dan semoga ini menjadi amal sholeh dan ilmu yang bermanfaat bagi saya dan teman-teman pembaca.
Setelah menelan habis buku mengenai sholat berjamaah saya pun mulai membiasakan diri ke masjid. Semua rasa malu saya abaikan karena takut menjadi seorang fasik, -yang tidak mau mengamalkan padahal telah tahu keutamaan dan ancaman-ancamannya-. Namun demikian kita tetap berpikiran positif pada orang lain. Anggap saja mereka yang tidak sholat ke masjid, karena memang tidak tahu dalil- dalil  perintah berjaamaah di masjid. Sedangkan saya telah mengetahuinya, maka alangkah bodohnya bila tidak mengamalkan!
Di antara sholat lima waktu memang sholat Maghrib lah yang paling ramai. Lainnya sepi, paling-paling cuma ada satu baris atau kalau ramai dua baris (dulu). Sedikitnya jamaah tak menyurutkan niat saya untuk mendatangi panggilan mudazin. Hingga terkadang kesal dengan muslim lain yang tidak ke masjid. Wahai, apakah mereka tidak mendengar adzan? Apa yang menghalangi mereka tidak mendatangi seruan untuk berjamaah di masjid sedang hidup mereka seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Apa yang menghalangi mereka semua datang? Padahal bila yang memanggil orangtua atau bos kita akan bergegas datang memenuhi. Lalu bila Allah yang memanggil mengapa kita masih tenang-tenang saja, bahkan tidak mendatanginya? Sudah rusakkah iman kita?
Setelah merutinkan ke masjid anehnya saya semakin sering mendengar kajian mengenai sholat berjamaah di masjid. Mulai dari acara dzikirnya ustad Arifin Ilham. Beliau selalu berkata mukmin itu shubuhnya di masjid! Itulah mengapa beliau memilih tempat tayang majelisnya di masjid, supaya tak ketinggalan untuk sholat berjamaah Shubuh. Beliau juga katakan salah satu ciri ustadz yang “bener” adalah sholat shubuhnya di masjid. Beliau selalu mengulang-ulangi amalan-amalan yang harusnya dilakukan tiap mukmin seperti berjamaah di masjid, duha, tahajjud, sedekah, merutinkan wudhu, membaca qur’an dan dzikir.
Apa itu saja? Ternyata tidak! Seruan untuk berjamaah di masjid masih saja saya dengar dari arah yang berbeda. Kali ini datang dari kajian rutin yang saya ikuti di organisasi Islam Al Ausath. Jamaah disana ternyata telah terbiasa dengan sholat berjamaah dan meyakini wajibnya sholat berjamaah bagi seorang ikhwan. Sholat sendiri tetap sah , tetapi tetap berdosa karena meninggalkan sholat berjamaah( kata mereka) . Ya, mereka memang dari kalangan salafi yang agak keras perihal  sholat berjamaah.
Mungkin teman-teman akan mengatakan, wajar keluar statemen demikian karena mereka dari salafi. Namun apakah teman-teman kira yang menganggap penting sholaat berjamaah di masjid hanya dari kalangan salafi? Apa engkau kira teman-teman lain seperti dari NU akan bersikap lemah dan tidak mementingkan sholat berjamaah di masjid? Ternyata tidak demikian!
Karena sedang senang-senangnya ‘ngaji’ saya sering mengikuti kajian dari mana pun itu, asal tidak sesat. Baik dari kalangan Muhammadiyah maupun NU. Tidak lupa pada majelis shalawat yang diadakan di masjd Baitunnur Blora seitap malam kamis Pon sebulan sekali. Saya yang dikenalkan dari teman sekelas yang juga anak pondok sejak kelas XI mulai rutin menghadirinya. Meskipun acaranya diadakan dari jam 9 malam sampai malam sekitar jam 11 saya tetap datang.
Dalam majelis itu setelah diadakan shalawatan ada ngaji kitab Al Hikam karangan Ibnu Athoillah. Saat itu yang mengisi rutin adalah Gus Wafi Maimun, putra dari K.H Maimun Zubair Rembang. Kitab Al Hikam ini tergolong kitab Tasawuf yang di dalamnya berisikan untaian hikmah dan nasihat bagi para salikin. Bagaimana agar kalimat tauhid ini tidak sekedar diucapkan namun benar-benar diterapkan dalam kehidupan.
Dalam suatu kesempatan, beliau Gus Wafi Maimun pernah menanyakan pada jamaah “Sholat itu yang benar sendirian atau berjamaah?”
Beliau lantas jelaskan bahwa sebenarnya sholat itu harusnya berjamaah di masjid. Karena dengan berjamaah itu terdapat pendidikan dariNya. Baik mengenai kepemimpinan, menaati pemimpin dan keumatan. Bayangkan bila suatu masyarakat bertemu lima kali sehari. Jadi akur atau tidak? Tentu akan terbentuk masyarakat harmonis yang akur luar biasa. “Bila ada tetangga yang tak akur maka barangkali mereka tiak pernah jamaah “ tambah beliau.
Di lain kesempatan beliau katakan mukmin itu ya sholatnya di masjid.  Zaman sekarang ini umat sudah sangat jauh dari agamanya, bila kita terapkan seperti apa yang di zaman rasulullah maka barangkali akan banyak sekali orang yang dicap munafik karena tidak berjamaah ke masjid sholatnya. Ini membuat saya tercengang. Ternyata yang tegas menyikapi sholat berjamaah di masjid bukan hanya kalangan Muhammadiyah. Dari kalngan NU yang lurus pun berkeyakinan akan pentingnya sholat berjamaah di masjid bagi seorang ikhwan.
Semakin hari semakin banyak saya dapatkan hujjah mengenai pentingnya berjamaah di masjid. Maka ketika itu pun saya semakin mantap untuk membiasakan diri ke masjid. Rasa malu yang dulu menghinggapi kini mulai hilang, berganti dengan kepercayaan diri. “Ah, untuk apa malu? Harusnya mereka yang malu, mendapat panggilan dari TuhanNya namun tidak segera memenuhi! Harusnya mereka yang malu!”Pikir saya.
Ternyata hujjah untuk sholat ke masjid masih terus berdatangan. Kini datang dari kajiannya ustadz Yusuf Mansur. Sebagian kalangan mungkin telah mengenal ustadz Yusuf Mansur sebagai ustadz sedekah. Ya, beliau memang seringkali muncul dengan testimoni sedekahnya. Namun ternyata di kajian-kajiannya tidak hanya membahas sedekah, tapi hampir keseluruhan kehidupan mukmin termasuk diantaranya sholat berjamaah.
Beliau selalu mengingatkan untuk menjaga yang wajib dan menghidupkan yang sunnah. Menjaga yang wajib diantaranya dengan sholat berjamaah di awal waktu. Ketika pejabat datang kita sambut dengan gegap gempita, bahkan beberapa hari sebelum kedatangan sudah disiapkan segalanya. Namun bagaimana bila Allah yang datang(datang waktu sholat)? Parahnya kita malah mengabaikan dan santai-santai saja. Padahal Allah jauh lebih tinggi kekuasaannya dari sekedar pejabat.
Tidaklah pantas bagi kita memuliakan berlebih pada makhluk sementara pada Allah kita justru lalai. Harusnya bila pada makhluk  kita bisa menghormati pada Allah kita lebih hormat lagi dengan memenuhi setiap panggilanNya untuk berjamaah di masjid.
Semoga tulisan singkat ini mampu mengubah pemikiran teman-teman dan mengubah kebiasaan teman-teman agar menjadi lebih baik. Walllohua’lam bisshowwab.

No comments:

Post a Comment