2/04/2019

Abah Kami

     Abah kami tidak pernah menanamkan mimpi-mimpi heroik pada kami untuk mendirikan khilafah, negara islam, atau formalisasi syariat islam ke ranah hukum negara.

    Abah juga tidak pernah membawakan narasi umat Islam yang sedang terdzolimi, menuntut kami turut serta dalam aksi bela Islam atau menanamkan rasa benci pada penguasa. Abah tidak pernah menggiring kami untuk mendukung paslon satu atau yang lainnya. 

      Yang selalu Abah ingatkan pada kami adalah "aja lali dines malem senin malem jumat e". Abah hanya ingin kami, santri-santrinya bisa mengistiqomahkan mujahadah malam senin dan malam jumat, untuk terus menghadiahkan shalawat dan salam kepada baginda Nabi Muhammad SAW. 

      Seakan-akan melalui mujahadah itulah satu-satunya cara bagi Abah untuk menjaga kita. Bila kita menjaga mujahadah kita, insyaAllah Allah jaga agama dan dunia kita. Bahkan Abah sampai mengultimatum bagi santri-santrinya yang lebih dari tiga kali pertemuan tidak menghadiri mujahadah untuk dipersilahkan boyong tanpa pamit. 

       Mungkin Abah bukan tipe ulama yang menarik bagi pemuda hijrah sepertimu yang suka ikut aksi bela-bela. Tapi memang beginilah Abah kami, Kiai kami, yang juga salah satu santri kesayangan (alm) K.H. Ali Maksum, Krapyak, Yogyakarta. Satu-satunya Kiai dimana aku pernah nyantri. Tak pernah sebelumnya, atau pun setelahnya. Abah Kami yang selalu kami cintai.

      Selasa, 29 Januari 2019 Abah meninggalkan kami semua. Segenap keluarga besar Pondok Pesantren Al-Barokah Yogyakarta berduka. Semoga Abah berkenan mengakui diri yang hina ini sebagai santrinya. Dan semoga kami dianugerahkan kekuatan untuk istiqomah menjalankan amanah dari Abah untuk terus menjaga mujahadah kami. Ma'as salaamah fii amaanih syaikhona