4/25/2013

Pendidikan Kunci Kemajuan Peradaban



Iqro’ bismi robbikalladzii kholaq! Masih ingat dengan ayat ini? Ayat pertama yang Allah wahyukan kepada nabi kita Muhammad SAW. Wahyu yang diturunkan di Gua Hira. Disampaikan melalui Jibril a.s. ketika Rasulullah SAW sedang bertafakkur disana.
Sudah menjadi kebiasaan Rasul sering menyendiri, bertafakkur dan beribadah di gua hira. Beliau menghindar dari kaumnya  yang sudah melampaui batas. Bayi perempuan dipendam hidup-hidup karena malu. Anak laki-laki dibunuh karena takut miskin. Berhala-berhala dijadikan sesembahan. Kabilah-kabilah saling memerangi antara satu dengan lainnya hanya karena hal-hal sepele.  
Saat itulah Jibril a.s. mendatangi beliau dan menyampaikan wahyu pertama. “Bacalah”! Ya, demikianlah bunyi wahyu pertama. Rasul yang seorang ummy  pun ketakutan. Dan tidak tahu apa yang harus dibaca karena beliau tidak bisa membaca. Namun Jibril terus menyampaikan Bacalah! Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.
Kita manusia yang dikaruniai akal ini diperintahkan untuk menggunakan akalnya untuk membaca zaman dan lingkungannya. Namun bukan hanya membaca tetapi juga bismirobbikalladzii kholaq (dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan). Pijakan kita membaca adalah wahyu dari Robb kita, dengan tujuan menambah keimanan dan semakin mendekatkan diri kepadaNya. Semua yang ada di bumi dan langit ini telah dijadikan tanda-tanda akan keagungan kekuasaanNya yang seharusnya membuat kita semakin tunduk dan takut kepadaNya, bukan malah menjadikan sombong dan menjauh dariNya.
Ilmu memang menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh agama kita ini (Islam). Sesuai hadist yang telah mahsyur, dan umum didengar . Dari Anas bin Malik r.a., beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Menuntut ilmu adalah suatu fardu yang wajib atas tiap-tiap seorang Islam.” (HR. Ibnu Majah).
 Menuntut ilmu sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim karena dengan ilmu itulah Allah hendak memuliakan manusia di atas makhluk lainnya. Seperti dalam QS. Al-Mujaadilah ayat 11 :“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.
Untuk memfasilitasi perjuangan menuntut ilmu ini dibutuhkan suatu sistem pendidikan yang berkualitas. Menurut KBBI pendidikan adalah “proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dl usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.”
Proses, itulah intinya. Tidak sekedar tahu, tidak sekedar pandai. Pendidkan adalah suatu proses panjang untuk  memperbaiki dan mendewasakan diri. Suatu proses yang terus harus dilakukan dari semenjak lahir hingga sampai ke liang lahat.
Untuk mendukung proses panjang ini tentu dibutuhkan figur seorang guru. Menagapa? Mungkin kita bisa belajar sendiri dalam beberapa hal melalui pengalaman (try end error). Namun ini akan menghabiskan waktu yang begitu  panjang. Alangkah ruginya kita menghabiskan tenaga untuk meneliti sesuatu yang telat diteliti ilmuwan lainnya. Tentu akan lebih mudah bila kita belajar dari para pendahulu yang sudah menghabiskan tenaganya untuk mengumpulkan ilmu tersebut.
Kehadiran guru yang telah lebih banyak pengetahuannya dan lebih maju tentu di sisi lain bisa memberi motivasi tersendiri bagi sang penuntut ilmu. Sang guru tentunya telah mengalami proses yang hampir sama dengan muridnya. Telah jatuh bagun dalam usaha mencari ilmu. Itulah sebabnya seorang guru bisa menjadi contoh bagi para siswanya dan memberi motibvasi belajar bagi siswanya.
Dalam menyalurkan ilmu banyak sekali metode pendidikan yang bisa dipakai. Terkadang bisa dengan membentuk satu majelis yang di dalamnya ada satu pengajar dan ada banyak siswa. Bisa juga dengan membentuk kelompok-kelompok kecil  halaqoh dengan satu pendidik atau mentornya. Bisa juga dengan belajar privat pada satu guru. Setiap metode tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. 
Berhasilnya pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu peradaban. Bangsa Arab yang dahulu terkenal akan kejahiliahannya setelah diutusnya rasul dan terus disampaikan risalah, maka tiba-tiba dapat berubah menjadi bangsa yang beradab dan tiba-tiba mampu bersaing hingga mengalahkan dua kekaisaran besar di zaman itu. Perhatian Islam sangat besar pada pendidikan, sampai-sampai tawanan perang yang mampu mengajarkan baca-tulis dibebaskan tanpa perlu membayar sepeser pun. Kecintaan pada imu inilah yang membuat umat islam semakin kuat, maju dan memimpin peradaban dunia.
Seperti itulah yang kita lihat hingga di masa-masa Abbasiyah muncul ilmuwan-ilmuwan muslim yang terkenal akan kepandaiannya hingga sekarang. Seperti Ibnu Sina, Al Khawarizmi, Al Kindi mereka adalah ilmuwan-ilmuwan Muslim yang banyak memberikan pengaruh pada dunia. Karena penguasaan ilmu inilah saat itu umat muslim sangat maju dengan peradabannya. Ketika Eropa masih dalam masa kegelapannya, di negara muslim telah ditemui kemajuan yang luar biasa, dari kedokteran, matematika, filsafat, sastra, arsitektur, teknologi, eknonomi semuanya berkembang begitu pesat dan jauh meninggalkan peradaban lainnya.
Lalu bagaimana jadinya bila pendidikan itu dihilangkan? Tentu akan kita temui yang sebaliknya, bangsa itu akan menjadi lemah dan mudah sekali untuk dikalahkan. Hal ini bisa kita lihat pada masa penjajahan. Umat Islam tertindas bertahun-tahun karena ketinggalan jauh dari sisi teknologi,  diperparah lagi dengan kebijakan penjajah yang menghentikan semua akses pendidikan dan membiarkan umat islam Indonesia dalam kebodohan.
Dalam kebodohan umat islam tidak akan mampu bangkit dan memberikan perlawanan pada penjajah. Namun kita lihat dalam beberapa waktu perlawanan masih ada karena memang masih terdapat pendidikan yang bertahan yakni dari kalangan pesantren yang dibina para ulama. Pesantren inilah yang menjadi satu-satunya tempat pembentukan intelektual muslim yang berani menentang penjajahan dan memberikan perlawanannya meskipun saat itu persenjataan kurang. Melalui pesantrren inilah lahir pergerakan nasional hingaa muncullah semangat merebut kemerdekaan dari para penjajah.
Dari kenyataan sejarah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan oleh setiap manusia. Pendidikan merupakan kunci majunya suatu peradaban. Bila pendidikan maju, maka majulah bangsa itu. Sebaliknya bila pendidikan tidak berjalan dengan baik maka kemunduranlah yang akan dihadapi. Namun yang paling penting untuk diingat adalah tujuan dari pendidikan itu yang harus tetap mengutamakan wahyu, tidak bertentangan dengan wahyu dan semakin menambah ketundukan dan ketaatan kita kepada Allah Subhana wa Ta’ala, bukan sebaliknya. Wallohua’lam bisshowwab
Sigit Arif Anggoro

4/19/2013

Melangkah bersama FLP



Dalam buku impian yang saya buat. Salah satu poin yang saya tuliskan adalah menjadi penulis buku islami best seller! Ya, sudah mantap untuk terjun ke dunia dakwh kepenulisan. Kenapa best seller? Bukan untuk pamer tentunya tetapi lebih agar karya kita benar-benar bisa bermanfaat bagi sebanyak mungkin manusia dan agar turut berperan serta dalam mengubah dan memperbaiki dunia.
Menulis memang akhir-akhir ini menjadi hal yang saya cintai. Dulunya saya termasuk orang yang tidak suka pelajaran bahasa, tidak suka menulis. Namun setelah banyak membaca karya-karya tokoh muslim berpengaruh seperti Harun Yahya, Salim A Fillah dan lainnya saya jadi tertarik dengan dunia tulis menulis. Bayangkan, dengan tulisan seseorang mampu mengubah pemikiran jutaan manusia, mampu mengubah opini masyarakat dunia. Alangkah baiknya bila yang kita bawakan adalah suatu kebaikan, sesuatu yang berasal dari Rabb kita yakni al-islam!
Dengan menulis, seseorang tanpa perlu berjumpa langsung mampu mengingatkan para pembacanya dari seluruh penjuru dunia.  Tidak dipungkiri, setiap muslim seperti yang rasul sabdakan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan risalahNya walau hanya satu ayat. Setiap muslim mempunyai kewajiban untuk berdakwah! Tidak usah menunggu jadi ustadz, cukup kita dakwahkan apa yang sudah kita pahami dari syariat dan agamaNya ini.
Lalu seperti apa kita akan berdakwah? Seperti apa dakwah yang paling efektif dan paling cepat mengubah suatu peradaban? Bisa dengan dakwah bil lisan(secara langsung bertatap muka dengan objek dakwah), maupun dakwah kepenulisan. Semua punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Saya sendiri lebih menyukai dakwah dengan tulisan. Mengapa?
 Pertama, dakwah dengan tulisan lebih cepat menyebar, lebih banyak yang bisa menerima. Melalui tulisan, dalam waktu singkat jutaan manusia dapat terjangkau oleh dakwah kita. Bayangkan, dengan menulis satu buku saja bila tersebar luas, kita mampu menyampaikan pesan kita kepada ribuan manusia tanpa perlu bertatap muka. Semakin cepat pesan itu tersebar, akan semakin cepat pula perubahan terjadi.
Kedua, dengan tulisan dakwah yang disampaikan dapat lebih diyakini kebenaran dan kevalidannya. Sehebat apapun manusia tetap tidak dipungkiri salah dalam menyampaikan informasi secara lisan. Beda dengan dakwah kepenulisan yang pasti akan diadakan pengeditan, dan pengecekan ulang sebelum diterbitkan. Meskipun kemungkinan kesalahan masih akan tetap ada, namun itu relatif lebih kecil bila dibanding dakwah secara lisan.
Ketiga, di zaman majunya informasi dan komunikasi seperti sekarng ini. Informasi akan lebih cepat tersebar melalui tulisan. Bayangkan melalui satu status saja, seorang bisa menyampaikan ke jutaan orang lainnya lewat sosial media. Masih banyak lagi keajaiban-keajaiban dari dakwah kepenuulisan. Itulah mengapa saya putuskan untuk serius belajar dan menekuni dakwah kepenulisan ini. Namun demikian tidak dipungkiri dakwah secara langsung, dan bertatap muka juga diperlukan, apalagi untuk urusan thollabul ilmi, selamanya ada sisi-sisi yang tidak bisa digantikan oleh tulisan, yang harus bertemu langsung dengan para guru yang sudah mumpuni dalam bidangnya masing-masing.
Dari mimpi itulah saya putuskan untuk mendaftar FLP Yogyakarta.  Meskipun saya tahu saya belum punya karya berarti. Sempat minder juga dengan teman-teman FLP yang sudah banyak karyanya. Namun seseuai nasehat pak Geia, justru dengan melihat orang-orang yang sudah hebat dalam dunia kepenulisan harusnya kita jadikan motivasi tersendiri untuk membuktikan saya juga bisa, dan bahkan insyaAllah bsia menjadi yang lebih baik dari mereka!!Allohu Akbar!!
Dengan bergabung FLP inilah saya harapkan saya mulai benar-benar serius dalam belajar menulis, dan memperbaiki tulisan saya. Seperti yang disampaikan mas Sholli dalam launching kemarin “FLP ini bukanlah tempat bagi yang sudah banyak karyanya saja, namun juga wadah bagi mereka yang mau berporses.” Memang sesuai kata beliau juga FLP ini tidak akan menjamin kita bisa menulis buku best seller. Namun setiap penulis tetap membutuhkan komunitas, imbuh beliau.
Setidaknya dengan bergabung FLP saya dapat belajar dari mereka yang sudah ahli dalam dakwah kepenulisan. Berteman dengan para ahli pun menjadi motivasi tersendiri untuk terus belajar dan berkarya dalam dakwah kepenulisan. Semua yang saya upayakan ini, dalam rangka mewujudkan cita-cita yang lebih tinggi lagi yakni mengembalikan kemuliaan dan kejayaan Umat Islam di Negeri ini pada khususnya dan dunia pada umunya. Saya harap bersama FLP,dan melalui dakwah kepenulisan ini tujuan besar tersebut bisa benar-benar kita wujudkan bersama. Aamiin. Wallohua’lam bisshowwab.
Sigit Arif Anggoro
TF UGM ‘12

4/17/2013

Hujjah dari Segenap Penjuru!!



Setelah di kiriman kemarin saya bahas bagaimana awalnya saya mengenal masjid dan sholat berjamaah melalui sebuah buku, kini akan saya ungkapkan banyak hujjah yang kemudian saya temui setelah mulai merutinkan berjamaah di masjid. Sekali lagi saya mohon kepada Allah agar menjauhkan dari riya’ dan semoga ini menjadi amal sholeh dan ilmu yang bermanfaat bagi saya dan teman-teman pembaca.
Setelah menelan habis buku mengenai sholat berjamaah saya pun mulai membiasakan diri ke masjid. Semua rasa malu saya abaikan karena takut menjadi seorang fasik, -yang tidak mau mengamalkan padahal telah tahu keutamaan dan ancaman-ancamannya-. Namun demikian kita tetap berpikiran positif pada orang lain. Anggap saja mereka yang tidak sholat ke masjid, karena memang tidak tahu dalil- dalil  perintah berjaamaah di masjid. Sedangkan saya telah mengetahuinya, maka alangkah bodohnya bila tidak mengamalkan!
Di antara sholat lima waktu memang sholat Maghrib lah yang paling ramai. Lainnya sepi, paling-paling cuma ada satu baris atau kalau ramai dua baris (dulu). Sedikitnya jamaah tak menyurutkan niat saya untuk mendatangi panggilan mudazin. Hingga terkadang kesal dengan muslim lain yang tidak ke masjid. Wahai, apakah mereka tidak mendengar adzan? Apa yang menghalangi mereka tidak mendatangi seruan untuk berjamaah di masjid sedang hidup mereka seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Apa yang menghalangi mereka semua datang? Padahal bila yang memanggil orangtua atau bos kita akan bergegas datang memenuhi. Lalu bila Allah yang memanggil mengapa kita masih tenang-tenang saja, bahkan tidak mendatanginya? Sudah rusakkah iman kita?
Setelah merutinkan ke masjid anehnya saya semakin sering mendengar kajian mengenai sholat berjamaah di masjid. Mulai dari acara dzikirnya ustad Arifin Ilham. Beliau selalu berkata mukmin itu shubuhnya di masjid! Itulah mengapa beliau memilih tempat tayang majelisnya di masjid, supaya tak ketinggalan untuk sholat berjamaah Shubuh. Beliau juga katakan salah satu ciri ustadz yang “bener” adalah sholat shubuhnya di masjid. Beliau selalu mengulang-ulangi amalan-amalan yang harusnya dilakukan tiap mukmin seperti berjamaah di masjid, duha, tahajjud, sedekah, merutinkan wudhu, membaca qur’an dan dzikir.
Apa itu saja? Ternyata tidak! Seruan untuk berjamaah di masjid masih saja saya dengar dari arah yang berbeda. Kali ini datang dari kajian rutin yang saya ikuti di organisasi Islam Al Ausath. Jamaah disana ternyata telah terbiasa dengan sholat berjamaah dan meyakini wajibnya sholat berjamaah bagi seorang ikhwan. Sholat sendiri tetap sah , tetapi tetap berdosa karena meninggalkan sholat berjamaah( kata mereka) . Ya, mereka memang dari kalangan salafi yang agak keras perihal  sholat berjamaah.
Mungkin teman-teman akan mengatakan, wajar keluar statemen demikian karena mereka dari salafi. Namun apakah teman-teman kira yang menganggap penting sholaat berjamaah di masjid hanya dari kalangan salafi? Apa engkau kira teman-teman lain seperti dari NU akan bersikap lemah dan tidak mementingkan sholat berjamaah di masjid? Ternyata tidak demikian!
Karena sedang senang-senangnya ‘ngaji’ saya sering mengikuti kajian dari mana pun itu, asal tidak sesat. Baik dari kalangan Muhammadiyah maupun NU. Tidak lupa pada majelis shalawat yang diadakan di masjd Baitunnur Blora seitap malam kamis Pon sebulan sekali. Saya yang dikenalkan dari teman sekelas yang juga anak pondok sejak kelas XI mulai rutin menghadirinya. Meskipun acaranya diadakan dari jam 9 malam sampai malam sekitar jam 11 saya tetap datang.
Dalam majelis itu setelah diadakan shalawatan ada ngaji kitab Al Hikam karangan Ibnu Athoillah. Saat itu yang mengisi rutin adalah Gus Wafi Maimun, putra dari K.H Maimun Zubair Rembang. Kitab Al Hikam ini tergolong kitab Tasawuf yang di dalamnya berisikan untaian hikmah dan nasihat bagi para salikin. Bagaimana agar kalimat tauhid ini tidak sekedar diucapkan namun benar-benar diterapkan dalam kehidupan.
Dalam suatu kesempatan, beliau Gus Wafi Maimun pernah menanyakan pada jamaah “Sholat itu yang benar sendirian atau berjamaah?”
Beliau lantas jelaskan bahwa sebenarnya sholat itu harusnya berjamaah di masjid. Karena dengan berjamaah itu terdapat pendidikan dariNya. Baik mengenai kepemimpinan, menaati pemimpin dan keumatan. Bayangkan bila suatu masyarakat bertemu lima kali sehari. Jadi akur atau tidak? Tentu akan terbentuk masyarakat harmonis yang akur luar biasa. “Bila ada tetangga yang tak akur maka barangkali mereka tiak pernah jamaah “ tambah beliau.
Di lain kesempatan beliau katakan mukmin itu ya sholatnya di masjid.  Zaman sekarang ini umat sudah sangat jauh dari agamanya, bila kita terapkan seperti apa yang di zaman rasulullah maka barangkali akan banyak sekali orang yang dicap munafik karena tidak berjamaah ke masjid sholatnya. Ini membuat saya tercengang. Ternyata yang tegas menyikapi sholat berjamaah di masjid bukan hanya kalangan Muhammadiyah. Dari kalngan NU yang lurus pun berkeyakinan akan pentingnya sholat berjamaah di masjid bagi seorang ikhwan.
Semakin hari semakin banyak saya dapatkan hujjah mengenai pentingnya berjamaah di masjid. Maka ketika itu pun saya semakin mantap untuk membiasakan diri ke masjid. Rasa malu yang dulu menghinggapi kini mulai hilang, berganti dengan kepercayaan diri. “Ah, untuk apa malu? Harusnya mereka yang malu, mendapat panggilan dari TuhanNya namun tidak segera memenuhi! Harusnya mereka yang malu!”Pikir saya.
Ternyata hujjah untuk sholat ke masjid masih terus berdatangan. Kini datang dari kajiannya ustadz Yusuf Mansur. Sebagian kalangan mungkin telah mengenal ustadz Yusuf Mansur sebagai ustadz sedekah. Ya, beliau memang seringkali muncul dengan testimoni sedekahnya. Namun ternyata di kajian-kajiannya tidak hanya membahas sedekah, tapi hampir keseluruhan kehidupan mukmin termasuk diantaranya sholat berjamaah.
Beliau selalu mengingatkan untuk menjaga yang wajib dan menghidupkan yang sunnah. Menjaga yang wajib diantaranya dengan sholat berjamaah di awal waktu. Ketika pejabat datang kita sambut dengan gegap gempita, bahkan beberapa hari sebelum kedatangan sudah disiapkan segalanya. Namun bagaimana bila Allah yang datang(datang waktu sholat)? Parahnya kita malah mengabaikan dan santai-santai saja. Padahal Allah jauh lebih tinggi kekuasaannya dari sekedar pejabat.
Tidaklah pantas bagi kita memuliakan berlebih pada makhluk sementara pada Allah kita justru lalai. Harusnya bila pada makhluk  kita bisa menghormati pada Allah kita lebih hormat lagi dengan memenuhi setiap panggilanNya untuk berjamaah di masjid.
Semoga tulisan singkat ini mampu mengubah pemikiran teman-teman dan mengubah kebiasaan teman-teman agar menjadi lebih baik. Walllohua’lam bisshowwab.

4/14/2013

Perjalanan Mengenal Masjid hingga Mencintainya (part 1)



Masjid, tempat yang satu ini memang tidak bisa dipisahkan dari umat islam dan tak pelak menjadi identitas tersendiri bagi umat islam. Kehadirannya selain sebagai pemersatu umat juga dapat difungsikan sebagai tempat pembentukan masyarakat islami. Bisa dalam membangun ekoniomi ummat, pendidikan, militer dan banyak lagi, demikianlah yang dilakukan di zaman Rasulullah dan para sahabat dahulu, sangat strategis fungsnya.
Lihat saja, ketika awal Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah, apa yang pertama kali dibangunnya? Masjid! Ketika Sunan Ampel hendak menyebarkan islam di tanah Jawa, apa yang pertama kali di bangunnya? Masjid! Begitu pula yang kita lihat di pusat-pusat kota atau daerah sekitar alun-alun tak jarang kita temui masjid agung yang didirikan disana. Hal ini mengindikasikan peran masjid yang begitu penting dalam pembentukan peradaban ummat.
Sebenarnya, untuk saat ini saya ingin membagi pengalaman saya, bagaimana bisa membiasakan diri untuk sholat berjamaah di masjid.  Lagi-lagi saya berdo’a semoga ini bukan riya’ melainkan contoh yang baik(sunnatan hasanatan) bagi teman-teman semuanya. Peran masjid memang sedemikian pentingnya bagi ummat Islam. Tetapi bagaimana hendak membangun peradaban dari masjid bila kita umat islam sendiri jarang ke masjid? Bahkan untuk sholat berjamaah di masjid saja tak pernah! Lalu kapan hendak terbangun peradaban islam dengan segala kemajuannya?
Awalnya saya dikejutkan dengan satu buku di perpustakaan musholla Baitul Hikmah SMA N 1 Blora yang berjudulkan “Mengapa harus Sholat Berjamaah?”. Dari judulnya langsung tertarik, heran, memangnya sholat harus berjamaah ya? Karena sepengetahuan saya selama ini sholat berjamaah hanya sebatas sunnah. Sepengetahan saya dulu hanya bila sholat berjamaah mendapat pahala 27 derajat sedang bila sholat sendirian mendapat pahala satu. Itulah mengapa saya merasa tenang-tenang saja dengan sholat sendirian/munfarid.
Dalam buku tersebut diuraikan dalil-dalil yang jelas sekali menunjukkan pentingnya sholat berjamaah di masjid(bagi yang ikhwan tentunya). Mulai dari keutamaannya, hingga peringatan dari Rasulullah SAW bagi siapa saja yang meninggalkannya. Juga dipaparkan bagaimana pandanagan imam madzhab mengenai sholat berjamaah di Masjid. Sedangkan dalam iuraiannya Imam Syafi’i sendiri meski tak mewajibkannya namun sangat menentang siapapun dari pengikutnya untuk meninggalkan sholat berjamaah di masjid kecuali bagi yang ada udzur.
Banyak sekali dalil-dalil keutamaan sholat berjamaah yang baru saya ketahui setelah membaca buku ini. Sebelumnya yang saya tahu hanya dalil tadi, sholat berjamaah dibanding biasa pahalanya 27 kali lipat! Ternyata masih banyak yang lainnya, mulai dari naungan Allah, disaksikan malaikat, bahkan hingga langkah kaki pun dihitung. “Barangsiapa yang bersuci dari rumahnya kemudian berjalan ke salah satu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan, maka kedua langkahnya salah satunya akan menghapus dosa dan langkah yang lainnya akan mengangkat derajat.” (HR. Muslim no. 1553)
Namun beginilah manusia, ketika diiming-imingi dengan sesuatu yang belum kelihatan tidak langsung tertarik untuk mengerjakannya. Hingga setelah tahu dalil-dalil yang menunjukkan ancaman bagi yang meninggalkannya baru saya benar-benar “nekat” untuk mulai sholat berjamaah di masjid. Seperti hadist dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
Seorang laki-laki buta datang kepada Nabi dan berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai pe-nuntun yang akan menuntunku ke Masjid. Ma-ka dia minta keringanan untuk shalat dirumah, maka diberi keringanan. Lalu ia pergi, Beliau memanggilnya seraya berkata: Apakah kamu mendengar adzan ? Ya, jawabnya. Nabi berkata : Kalau begitu penuhilah (hadirilah)! . Bayangkan seorang buta saja yang tidak memiliki penunjuk jalan masih diminta untuk datang saat mendengar adzan lalu bagaimana dengan kita yang masih sehat ini? Juga mengenai tanda-tanda nifaq.Shalat yang dirasakakan berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan subuh. Seandainya tahu pahala yang terdapat pada sholat Isya dan Subuh, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR Bukhari Muslim) Lihat disini, untuk sholat subuh dan isya’ yang memang pada dasarnya berat karena kondisinya malam hari dan tepat saat bangun mereka yang meninggalkan dikategorikan, afwan munafik. Lalu bagaimana bila meninggalkan sholat2 berjamaah lain yang idealnya lebih ringan dijalankan dari kedua sholat tadi?Wallohua'lam
Semenjak itu saya memberanikan diri untuk memulai sholat di masjid. Memang awalnya malu, malu dilihat orang lain, malu dilihat tetangga malu sama orang tu kok tiba-tiba anaknya jadi sering ke masjid. Tapi semua rasa malu itu terkalahkan dengan rasa takut tergolong orang fasiq karena tidak mengamalkan ilmu yang sudah di dapat dari buku tadi. Mulai dari maghrib, yang semula tak pernah ke masjid lagi, lalu Shubuh yang semula berat bangun, setelah tahu ancaman bagi yang meninggalkannya saya paksakan diri untuk bangun lebih awal dari biasanya dan Alhamdulillah saat itu bapak juga ke masjid jadi tak terlalu malu. Justru saat dzuhur dan ashar terkadang malu sekali, karena di tempatku jarang ada orang yang dzuhur dan ashar ke masjid. Tapi mengingat kata-kata dalam buku itu sekali lagi saya tahan rasa malu ini.
Perlahan-lahan, dari hari ke hari saya coba istiqomahkan 5 waktu di masjid. Memang awalnya berat, namun saat itulah muncul kenikmatan tersendiri yang luar biasa besarnya.Entah bagaimana setelah membiasakan ke masjid, saya mendaapat hikmah yang begitu besarnya, dan merasakan kenikmatan yang luar biasa tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Saya sampai menyesali selama ni tidak pernah sholat di masjid.
Dari setiap langah, saat hendak menuju masjid hanya Allah yang diingat. Saat itu kita tinggalkan rumah dan segala kesibukan untuk berjalan menuju masjid dan memenuhi panggilanNya. Rasanya seperti waktu berhenti berputar dan diingatkan kembali mengenai kematian yang hakikatnya kita juga meninggalkan segala kekayaan dan sanak keluarga untuk menghadap sang Pencipta. Allohu Akbar! Kita diingatkan, segala kesibukan dunia ini sebenarnya bukanlah tujuan awal dari penciptaan kita. Kita sadar tidak sepantasnya kesibukan dunia melalaikan kita dari memenuhi panggilanNya (adzan) karena pada dasarnya tujuan hidup kita di dunia hanya untuk beribadah kepadaNya. Maka bagaimana mungkin kita justru sibuk pada urusan dunia di saat datang panggilan dariNya?
Saya sadar betapa harta dan keluarga itu hanya titipan, seperti harta dan keluarga yang kita tinggal ke masjid, seperti itu pulalah akan kita tinggalkan semua kenikmatan dunia di saat kematian nanti. Maka nikmat yang sesungguhny adalah ketika kita bisa berpaling kepadaNya, semakin mendekat kepadaNya, dan bisa meraih keridhoanNya. Saat itu saya merasa sangat kecil, Maha Besarlah Tuhanku! Saya bersyukur diberi kesempatan untuk mengenal masjid dan diistiiqomahkan berjamaah di dalamnya.
Saya bingung. Ya, bingung harus seperti apa mengungkapkan apa yang saya rasakan. Hanya dengan mengalaminya sendirilah engkau bisa mengetahui dengan pasti bagaimana nikmatnya sholat berjamaah di masjid tepat waktu. Di saat kita memenangkan urusan Alloh di atas segala urusan. Di saat kita meninggalkan segala kesibukan untuk Sang Pemberi Kehidupan. Di saat kita berjalan dan hanya Alloh yang dijadikan tujuan!! Ahh.. Betapa nikmatnya.. Andai saja setiap ikhwan bisa merasakan apa yang saya rasakan..
Bersambung insyaAllah..

4/12/2013

Tolak Miss World di Bogor


"kehormatan"

Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata,’ Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Sudah selayaknya bagi seorang muslim untuk saling mengingatkan dan mencegah kemungkaran. Bila tidak mampu dengan tangan, maka rubahlah dengan lisan/tulisan, bila tidak mampu maka rubahlah dengan hati. Bila mengubah dengan hati adalah selemah-lemah iman maka apalah artinya bila menyetujui/ridha terhadap kemaksiatan tersebut?Na’udzubillah! Untuk itulah saya coba sempatkan untuk menulis tanggapan terhadap rencana acara puncak Miss World yang akan di selenggarakan di Bogor nanti.
Bagi muslim sejati harusnya kita tahu ajang Miss World ini sangat bertentangan dengan budaya islam. Betapa tidak, banyak diantaranya yang lebih terkesan ke arah pamer aurat, buka-bukaan dan ajang pakaian minim yang dengannya dianggap kriteria dari ratu sejagat. Ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai islam yang terus berusaha menjaga dan melindungi kehormatan seorang wanita dengan jalan menutup aurat. Aurat wanita bukanlah barang biasa yang bisa dinikmati oleh siapa saja karena itu adalah “perhiasan” yang hanya boleh ditampakkan pada orang-orang yang telah halal baginya.
Sebagai negara dengan mayoritas muslim, harusnya pemerintah mampu menghormati nilai-nilai islam yang melarang keras budaya pamer aurat. Untuk mengikuti dan mengirimkan perwakilan saja itu sudah menyakiti hati umat islam yang teguh pada prinsipnya, apalagi hendak menyele ggarakan puncak acaranya di Indonesia. Hal ini tentu akan lebih menyakitkan umat islam Indonesia. Seakan-akan kita telah menyetujui atau pun ridha dengan kontes kecantikan ala Miss World ini.
Kita ketahui bersama bahwa turunnya azab Allah bukan hanya karena ada orang-orang yang berbuat kemungkaran, namun juga karena orang-orang alim yang mengetahui mana yang benar mana yang salah namun tidak mau mengingatkan dan mencegah kemunkaran. Apa yang akan kita katakan di pengadilan Allah nanti ketika ditanya mengapa kita biarkan ajang maksiat ada di negeri kita? Na’udzubillah.
Mengomentari tanggapan gubernur  bandung yang mengatakan diacara puncak nanti akan menggunakan pakaian yang lebih sopan dan mereka akan memperingatkan untuk memakai pakaian yang lebih sopan. Maka disini kembali saya katakan, ini bukan hanya masalah ketika acara puncak nanti ada pamer aurat atau tidak. Tapi dengan menyetujui pengyelenggaraan puncak acara di Bogor, maka secara tidak langsung kita juga telah menyetujui serangkaian kegiatan Miss World yang telah berlangsung dan lebih ke arah pamer aurat itu.
Ini tetap tidak bisa dibenarkan. Membiarkan dan menyetujui penyelenggaraan puncak acara di Blogor sama saja ridha terhadap acara keseluruhannya. Ridha terhadap ajang Miss World ini sama saja ridha terhadap suatu kemaksiatan. Sedangkan ridha terhadap kemaksiatan juga berarti suatu kemaksiatan.
Selain itu yang perlu disayangkan adalah hilangnya izzah masyarakat muslim itu sendiri. Patut disayangkan, kita umat Islam kini yang harusnya dengan tegas menolak segala kemungkaran malah terbiasa dengan kemungkaran itu sendiri hingga tidak merasa malu lagi. Yang seharusnya menolak kontes kecantikan seperti Miss World ini, malah berbalik menyukai dan mendukungnya. Malah kita sudah membuat program-program tandingan yang dibuat untuk masyarakat indonesia sendiri seperti Miss Indonesia maupun putri Indonesia.
Sangat disayangkan karena input yang diterima memang lebih sering dari TV maupuan media lain yang idealnya pro budaya barat kita jadi tak malu lagi mengikuti kebiasaan mereka yang jelas-jelas bertentangan dengan budaya islam. Setidaknya ormas islam yang ada hendaknya  bersatu untuk meengajukan protes dan mencegah di selenggarakannya acara ini di bumi pertiwi. Seperti dulu ketika menolak konser Lady gaga, harusnya kita juga bisa bekerjasama lagi untuk menlolak acara puncak Miss World yang akan diselenggarakan di Bogor nanti.
Semoga acara ini benar-benar dibatalkan atau tidak dilaksanakan di Indonesia dan semoga umat islam Indoensia lebih sadar lagi dengan nilai-nilai agamanya yang memberikan aturan yang jelas di setiap sisi kehidupan termasuk dalam menjaga kehormatan dan menjaga aurat ummatnya. Wallohua'lam bisshowwab.
Sigit Arif Anggoro
TF UGM ‘12

4/07/2013

Pengalaman Menarik dari Launching FLP



Tepat Sabtu 6 April 2013 kemarin diselenggarakan launcing FLP (Forum Lingkar Pena) cabang Yogyakarta di gedung teatrikal pusat bahasa UIN. Pagi itu saya yang hendak menghadiri syuro MO KMT melihat pamfletnya di mading mustek. Langsung tertatik, namun karena ada kewajiban syuro saya ikut syuro dulu sampai puul 10.00 WIB. Pagi itu kita memabahas penerbitan buletin grafika. Ada banyak masalah memang, mulai dari tulisan yang batas maksimum. Juga yang tidak kalah penting masalah sponsor dan dana yang masih kurang. Akhirnya diputuskan kita akan mencari sponsor lagi dan deadline penerbiatannya 19 April nanti.
Setelah syuro saya langsung menuju UIN Sunan Kalijaga, seelumnya sempat mengajak teman dari MO yang ikut syuro tetapi karena tidak mau saya putuskan untuk berangkat sendiri. Sampai disana ketemu mas Wimas, alumni MO juga yang saat ini menjadi pemandu saya di halaqah lembaga KMT. Langsung disambut baik dan mengisi daftar hadir serta memgambil formulir pendaftaran.Telat banget memang, tapi nekat saja aku tetap datang danmengikuti acara yang sudah sampai di pertengahannya.
Sat itu mas Sholli selaku ketua FLP dan juga mantan mas’ul KMT yang sedang berbicara, menjelaskan mengenai FLP itu sendiri. FLP bukan hanya kumpulan penulis yang sudah menerbitkan karya-karyanya namun juga menjadi wadah bagi mereka yang mau aktif menulis dan berproses untuk menjadi seorang penulis handal.  Bergabungnya seseorang ke FLP bukanlah jaminan untuk bisa menajdi seorang penulis buku best seller, tergantung orangnya sendiri namun yang jelas setiap penulis membutuhkan komunitas begitu yang saya tangkap dari pidatonya.
Setelah selesai dan menjawab beberapa pertanyaan mengenai FLP maupun oprec kali ini, tibalah saatnya untuk mengikuti workshop dari bapak Kun Geia salah satu alumni FLP yang telah banyak berpengalaman dalam dunia kepenulisan. Beliau meski awalnya datang tidak sebagai pembicara namun saat diminta mengisi tetap bisa memeriahkan acara pagi itu. Kami ditawari untuk sekedar mendengar atau praktek langsung. Dan kami pun di’paksa’ secara halus untuk mengikuti pilihan kedua yakni praktek langsung.
Sebelumnya kami diberi beberapa teori singkat bagaimana agar memaksimalkan potensi menulis. Mulai dari mengenali diri sendiri, menentukan topik dan membuat mind mapping itu satu tips dari beliau. Tidak kalah pentingnya adalah sedekah, termasuk sedekah ilmu. Artiya semua tips dan trik menulis yang didapakannya hendaknya disebarkan agar semakin bertambah ilmunya.
Beliau juga memaparkan rahasia bagaimana beliau menulis skripsi hanya dalam dua minggu. Salah satu caranya adalah denan menulis terus tanpa berhenti dengan mata tertutup. Jangan pedulikan kesalahan, kesalahan kita koreksi nanti. Yang menyebabkan pembuatan tulisan menjadi lama adalaah saat kita menulis dan pikiran kita juga kita curahkan untuk mengoreksi tulisan tersebut. Bila dua hal tadi kita lakukan bersamaan tentunya akan menghambat dan mengurangi kecepatan menulis.
Ketika ditanya apa tujuan beliau menulis, beliau menjawab pertama agar menjadi orang paling terkenal, kedua agar menjadi orang yang kaya raya, dan ketiga menjadi orang yang digandrungi wanita. Kok seperti itu ya?? Lalu beliau jelaskan satu persatu maksudnya. Menjadi orang paling terkenal, karena bila dikenal maka orang akan makin banyak orang yang bisa ia pengaruhi (dalam hal kebaikan tentunya). Hingga bila seseorang telah berubah dan berbuat baik asbab karya beliau tentunya itu bisa memberatkan timbangan beliau di yaumil hisab nanti.
Apa yang membedakan R.A. Kartini dan Dewi Sartika? Kita hafal tanggal lahir R.A. Kartini dan tidak mengetahu hari lahir Dewi Sartika padahal keduanya sama-sama pejuang di masanya. Apa yang membedakan? Salah satunya karena menulis! R.A. Kartini menulis sedang Dewi Sartika tidak. Itulah ajaibanya menuis, seorang masih bisa dikenang dan mempengaruhi orang-orang lainnya meskipun ia telah tutup usia karena tulisan-tulisannya masih bisa dibaca berbagai kalangan dari masa ke masa.
Menjadi kaya raya agar bisa menghajikan keua orang tuanya, belau pernah suatu ketika karena mengejar hadiah mengikuti perlombaan pembuatan novel dan beliau bersungguh-sungguh mengejar hadiahnya agar bisa menghajikan orangtuanya. Namun sayangnya, beliau dapat peringkat empat, padahal yang dapat hadiah sampai peringkat tiga saja. Mungkin ini teguran dariNya agar meluruskan niat dalam menulis. Digandrungi wanita, maksudnya adalah di akhirat nanti mendapatkan banyak bidadari  yang menemaninya.
Kami pun mulai memraktekkan apa yang sudah dijelaskan tadi. Kami diminta menulis mengenai tema yang terserah kami sendiri dan diberi waktu tiga menit untuk menulis secara cepat, terus menerus dan mata tertutup. Susah memang, tapi seperti yang beliau katakan jangan pedulikan kesalahan, ada waktu sendiri untuk mengedit nantinya. Kami pun terus menulis, dan bila sewaktu-waktu kehabisan ide beliau menyuruh menulis saja apa yang di pikiran kita seperti “Bingung, kehabisan ide,” dan sebagainya yang penting tak berhenti menulis.
Waktu habis, dan diberikan kesempatan bagi peserta workshop yang mau membacakan hasil tulisannya. Maka seorang peserta ikhwan memberanikan diri membacakan tulisannya. Beliau ternyata telah menerbitkan tiga buah novel. Dan tulisan ini adalah spoiler atau bocorannya untuk novel yang segera diterbitkannya. Bertemakan revolusi di Mesir seisi ruangan dibuat merinding dengan apa yang dituliskannya dalam tiga menti tadi. Wow, keren! Dalam waktu sesingkat itu bisa menulis sebaik itu? Tak heran beliau sudah berpengalaman menulis novel.
Lalu disusul satu peserta akhwat yang membacakan tulisannya. Meski tak sebagus sebelumnya, keberaniannya untuk mecoba patut diacungi jempol. Lumayan lah bagi pemula! Bila dalam tiga menit dapat menulis satu halaman maka dalam setengah jam saja kita mampu menulis dua puluh halaman bila dengan mata tertutup. Begitulah ajaibnya trik yang diajarkan tadi.
Sunggguh menyenang kan bisa mendapat ilmu dan tips trik menulis dari launching FLP pagi itu. Seusai acara, saya langsung membulatkan tekad untuk mendaftar dan mengisi formulir yang disediakan. Yah, memang saya belum punya tulisan seperti yang lainya, tetapi justru karena itulah saya perlu berteman dengan  orang-orang lain yang sudah lebih advance dari saya agar saya bisa terus berkembang dan bis mewujudkan impian untuk menjadi penulis buku islami best seller. Semoga ini menjadi awal yang baik dari karir kepenulisan saya. Aaamiin.
Sigit Arif Anggoro
Teknik Fisika UGM ‘12

Yang Berbeda dari Masjid Dekat Rumah


Setelah lebih sebulan tidak pulang ke Blora, kali ini mendapat kesempatan pulang karena ada  libur di hari jumatnya. Seperti biasa, saya selalu menyempatkan diri untku sholat berjamaah di masjid dekat rumah. Begitupun dalam sholat Shubuh, saya sempatkan sholat Shubuh berjamaah di masjid. Mengingat banyak sekali fadhillahnya dan keras sekali ancaman bagi laki-laki muslim yang meninggalkanya. Yah bisa dikatakan mendekati wajib bagi seorang ikhwan untuk Shubuh berjamaah.
Mengawali pagi dengan berjalan ke masjid memang menyenangkan. Disaat yang lain terlelap kita sudah rapi dengan baju koko dan kain sarung untuk menuju tempat yang paling Allah cintai di muka bumi ini (masjid). Satu langkah menghapus dosa, satu langkah menaikkan derajat begitu yang tertera dalam hadist mengenai keutamaan berjalan menuju masjid. Keutamaan lain, orang yang berjalan menuju masjid di gelapnya hari kelak akan bercahaya wajahnya di hari kegelapan meliputi seisi dunia, begitu yang saya dengar.
Saya pun berjamaah di masjid. Seusai berjamaah shubuh, ada satu yang berbeda yang terjadi di masjid Nurul Falah ini. Ternyata ada warga sekitar rumah yang naik mimbar dan memberikan tausiyah singkatnya pagi itu. Hmm tidak biasanya, biasanya ada tausiyah hanya di hari minggu itu pun mendatangkan ustadz. Kemajuan! Pikir saya.
Demikian pula sesaat setelah maghrib, saya pun dikagetkan dengan naiknya seorang warga ke mimbar dan saat itu menjelaskan tafsir Qur’an Surat Al Fatihah, meski hanya satu ayat. Saya pun terheran, ternyata tidak hanya di Shubuh saja, setelah maghrib pun kini ada kajian singkat dari warga setempat yang menambah hangatnya suasana jamaah di masjid tersebut. Ternyata memang sekarang sudah dirutinkan ada tausiyah singkat selepas shubuh dan maghrib di masjid dekat rumah itu. Allohu akbar! Saya senang sekali melihat kemajuan ini. Jamaah pun saya lihat-lihat sekarang semakin ramai.
Tia-tiba saya teringat do’a saya dulu untuk masjid ini. Saya pernah berdoa agar masjid ini dijadikan banyak jamaahnya dan ramai oleh syiar-syiar islam dan dua perubahan tadi setidaknya menjadi kabar gembira, dan mudah-mudahan doa saya dahulu benar-benar bisa terwujud di kemudian hari, mudah-mudahan masjid Nurul Falah ini bisa menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Aamiin. Wallohua’lam. 

4/06/2013

Luangkan Waktu untuk Rabbmu



Kesibukan terkadang dijadikan alasan bagi sebagian orang untuk meninggalkan suatu jenis ibadah maupun amalan sunnah yang dicontohkan Nabi SAW. Contohnya saja Dhuha, untuk satu jenis ibadah ini terkadang orang dengan tenangnnaya meninggalkan dengan alasan “sibuk”. Sibuk kuliah lah, sibuk kerja, sibuk bepergian, tak sempat menunaikan dhuha. Mereka berkeyakinan kesibukan yang mereka jalankan juga satu bentuk ibadah sehingga merasa baik-baik saja bila meninggalkan ibadah lain seperti dhuha ini.
Namun benarkah demikian? Bila mereka katakan tak punya waktu, kita jawab lalu sebenarnya siapa yang memberi waktu 24 jam? Bukankah waktu yang kita miliki semuanya adalah pemberiannNya? Lalu mengapa bila dihadapkan perkara agama justru kita katakan tak punya waktu?Bukankah tujuan kita hidup di dunia ini untuk beribadah kepadanya?
Mayoritas kita telah mengetahui bila tujuan idup untuk beribadah kepadaNya namun dalam praktiknya sering sekali kesibukan lain yang bukan ibadah justru membuat kita lalai dari ibadah-ibadah yang telah jelas keutamananya. Bahkan parahnya lagi bila yang wajib sampai ditinggalkan karena kesibukan. Sungguh suatu kebodohan bila tahu tujuan hidup untuk beramal sebanyak-bayaknya namun ketika tiba waktu untuk beramal ia malah meninggalkannya dengan kesibukan lain yang tidak ada nilai ibadahnya.
Mereka katakan ibadah tidak harus dalam wujud ritual seperti sholat, baca qur’an dan sebagainya. Ya, kita setuju, makna ibadah dalam islam memang luas tidak sebatas yang demikian, namun bukan baerarti ibadah2 tesrsebut kita tinggalkan. Amalan yaumiyah seperti dhuha, tahajjud, baca qur’an tentunya memiliki banyak fadhilah yang bisa kita ambil. Terbukti Rasulullah, para sahabat dan orang-orang shalih dari ummat ini tak pernah meninggalkan amalan-amalan tersebut meskipun dalam kondisi yang sibuk.
Sebenarnya bila kita hitung-hitung waktu yang dihabiskan untuk ibadah-ibadah harian tidaklah lama. Dhuha misalnya, dua rokaat paling lama 5 menit, empat rokaat saja paling-paling hanya menghabiskan waktu 10 menit. Baca qur’an? Bila bacaan anda normal luangkan satu jam saja maka anda akan mendapat 1 juz, apa susahnya meluangkan satu jam dari 24 jam sehari? Sholat wajib juga ringan, bila sekali sholat butuh waktu 10 menit maka lima kali sholat tidak akan sampai satu jam, masih sangat luang bukan?
Begitu pula dengan hafalan qur’an  ambil setengah jam saja maka insyaAllah satu sampai lima ayat akan kita hafalkan. Bila mampu istiqomah, 5 ayat perhari maka insyaAllah dalam empat tahun saja kita bisa hafal qur’an. Belajar agama? luangkan sejam untuk ngaji, nonton kajian di TV, baca buku atau baca dari internet sudah banyak ilmu yang kita dapatkan. Total amalan tadi tidak akan menghabiskan 4 jam dalam sehari! Masih punya sisa 20 jam, masih bisa kita gunakan untuk tidur, bekerja, belajar, makan dan banyak lagi.
Sudah selayaknya kita yang diberi waktu 24 jam oleh Allah untuk meluangkan waktu dalam amal yaumiyah, dan untuk urusan agama lainnya karena memang tujuan kita hidup adalah untuk beribadah kepadaNya dan mencari keridhoanNya. Alangkah anehnya bila ada orang yang duduk menunggu kereta namun ketika kereta itu datang ia malah sibuk bermain. Ini sama saja melupakan tujuan awalnya. Begitu pula kita yang tahu tujuan hidup untuk beribadah harusnya sesibuk apapun kita tetap mampu meluangkan waktu untukNya. Bila tidak demikian maka sama saja kesibukan telah membuat kita lupa dari tujuan hidup kita, ini satu masalah!
Jadi, luangkan waktu untuk Robbmu yaa ikhwah, insyaAllah Allah akan melapangkan dan memudahkan segala urusanmu. Wallohu a’lam bisshowwab
Sigit Arif Anggoro
Teknik Fisika UGM '12

4/05/2013

Susah Senang Memimpin



Kepemimpinan memang sudah menjadi hal yang lumrah ada dalam suatu kelompok, organisasi, masyarakat hingga bangsa dan negara. Bahkan dalam lingkup kecil seperti keluarga pun dibutuhkan yang namanya kepemimpinan. Rasulullah SAW sendiri pernah menyampaikan "Kullukum ro'in wa kullukum mas'uulun 'an ro'iyyatihi". (Kamu sekalian adalah pemimpin, dan setiap dari kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan kalian). Oleh karena itu sudah selayaknya bagi setiap individu untuk terus belajar, melatih dan mengembangkan jiwa kepemimpinannya.
Penulis sendiri mulai banyak belajar kepemimpinan semenjak SMA saat masuk organisasi yang bernama Rohis SMA N 1 Blora. Sebelumnya memang sama sekali belum pernah yang namanya ikut organisasi. Meskipun latar belakangnya bersifat keagamaan, disini saya bisa sedikit banyak belajar dan melatih jiwa kepemimpinan. Semakin terasah setelah beberapa kali tergabung dalam kepanitiaan acara-acara Rohis.
Dan yang paling besar pengaruhnya saat diamanahi menjadi ketua panitia TOGSIC (Training Organization & Studi Islam Ceria). Awal-awal sempat bingung juga dan belum tahu harus bagaimana (maklum pertama kalinya dipilih menjadi ketua panitia). Saat itu masih sering minta bantuan dan tanya pendapat teman yang sudah pengalaman saat hendak mengambil keputusan. Namun lama kelamaan mulai paham, bahwa kita sebagai pemimpin harusnya bisa ‘mikir’ dan punya pendirian sendiri dalam mengambil suatu keputusan.
Disini saya belajar percaya diri, baik dalam berbicara di depan umum maupun dalam mengambil suatu keputusan. Saya belajar untuk berani mengambil resiko atas keputusan yang diambil. Memang setiap keputusan ada resikonya, tetapi bila tidak memutuskan juga pada akhirnya tidak menyelesaikan masalah. Saya juga belajar manajemen dan pembagian tugas. Pekerjaan yang terlihat besar bisa menjadi ringan bila tepat dalam pembagiannya pada rekan-rekan panitia lainnya.
Disinilah senangnya memimpin, kita tinggal membagi pekerjaan tidak perlu capek-capek menanggung sendiri pekerjaan tadi. Namun yang saya rasakan adalah beban mental yang luar biasa. Kekhawatiran demi kekhawatiran terus menggelayuti pikiran ini. Khawatir acaranya gagal lah, khawatir peserta sedikit, khawatir proposal tak disetujui, dan masih banyak lagi. Memang awalnya terkesan ringan, namun justru sebenarnya saat menjadi ketua itulah saya menjadi yang paling banyak pikiran dibanding rekan panitia lainnya.
Dari pengalaman itulah saya banyak berubah. Dari yang sebelumnya pemalu jadi berani bicara di depan umum. Dari yang sukanya mengikut pendapat orang, jadi punya pendirian sendiri. Dan masih banyak lagi. Namun itu semua belum cukup, saya masih banyak kekurangan dan perlu melatih terus jiwa kepemiminan ini.
Pengalaman yang tak kalah menariknya adalah saat diamanahi menjadi ketua garda 8 Tjokorda Raka Sukawati pada PPSMB Pionir Fakultas Teknik UGM. Saya belajar banyak disini. Ternyata memimpin anak-anak UGM itu tidak semudah sebelumnya. Perlu energi ekstra untuk menyatukan pendapat dan menggerakkan mereka.
Di SMA dulu biasanya dalam setiap rapat tidak terdapat begitu banyak masukan/pendapat dari para pesertanya. Sementara dalam kelompok garda teman-teman begitu banyak yang berpendapat dan memberikan masukan (maklum orang-orang pintar kali ya :D). Di satu sisi memang membantu, tapi efek lainnya pengambilan keputusan menjadi sulit karena setiap anak punya pendapatnya sendiri-sendiri. Butuh waktu cukup lama untuk menentukan langkah bersama dalam penyelesaian ‘hadiah-hadiah’ yang diberikan pada garda.
Seperti biasanya, saya pun membagi tugas dalam beberapa tim dan menunjuk satu PJ untuk tiap-tiap ‘hadiah’ yang akan diselesaikan. Ternyata yang sulit memang diawalnya, setelah tugas dibagi mereka mengerjakannya dengan sangat baik. Saya tinggal mengecek masing-masing dan menanyakan kebutuhan tiap PJ untuk menyelesaikan satu ‘hadiah’ yang ia emban. Bila ada yang telah selesai dahulu kita alihkan tenaganya untuk membantu tim-tim lain.
Alhamdulillah, pada akhirnya semua tugas-tugas yang diberikan pada garda dapat diselesaikan tepat waktu. Tinggal bersiap menghadapi hari ‘H’ PPSMB Pionir. Namun saat PPSMB terlihat saya sendiri masih banyak kekurangan dalam memimpin. Kurang tegas, kurang bisa memberi contoh dan masih banyak lainnya. Saya masih terus belajar setelah itu.
Setelah dimulai masa-masa perkuliahan, saya yang merasa masih kurang terlatih benar jiwa kepemimpinannya ini memutuskan mengikuti berbagai organisasi mahasiswa di tingkat Fakultas. Mulai dari BEM KMFT, KMT, KMTF hinggal SKI jurusan. Selain di dalam kampus, kebetulan saya juga mendapat amanah untuk mengurus farohis(forum alumni Rohis) SMA 1 Blora periode 2012-2013.
Pada akhirnya banyak pengalaman yang saya dapatkan setelah beberapa bulan mengikuti organisasi-organisasi tersebut di atas. Akan sangat banyak yang bisa diceritakan. Namun untuk saat ini sepertinya saya cukupkan dua pengalaman di atas, saat memimpin acara TOGSIC dan memimpin garda 8. Dua pengalaman tersebut menjadi sangat berkesan karena menjadi lejitan awal dalam pembentukan jiwa kepemimpnan diri ini. Wassalamu’alaikum