Mengisi waktu liburan iseng-iseng saya cari-cari lagi serial
drama Queen Seon Deok yang dulu sempat tayang di Indosiar. Saya download satu
persatu dengan memanfaatkan fasilitas internet yang disediakan di KPFT.
Sebenarnya saya kurang begitu senang nonton drama korea,
namun yang satu ini beda. Dulu mulai seneng waktu muncul tokoh Bidam, seorang
murid yang polos, tidak kenal takut, namun sangat mahir bermain pedang, dan
bisa dikatakan kejam. Bidam adalah murid dari Hogukseon Munno, dan ternyata
juga anak dari Mishil dan Raja Jinji.
Sejak dulu memang senang dengan film-film kolosal, perang,
beladiri, dan serial drama ini menyuguhkan beberapa diantaranya karena
mengisahkan kerajaan Shilla. Namun pada kenyataannya serial ini tidak bisa
dikatakan serial perang seperti Three Kingdom karena lebih banyak membicarakan
pertarungan politik ketimbang perang kolosal. Meskipun juga dibumbui cerita
ksatria Hwarang dan beberapa Perang.
Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini diantaranya:
- Menahan penderitaan hidup membuat seseorang semakin kuat
Queen Seon Deok mengisahkan
perjalanan Deokman menjadi Ratu Shilla. Deokman yang sejak kecil dijauhkan dari
istana dan diasuh Sohwa, pelayan istana Kerajaan harus menjalani hari-hari yang
berat di gurun di saat saudara kembarnya menikmati pelayanan terbaik di
Istana. Meski ia bahagia bisa bertemu
banyak ”merchant” , beberapa kali ia harus menemui penderitaan seperti
saat dikejar-kejar Chilsuk, hingga ibu angkatnya Sohwa dikiranya telah meninggal
untuk melindunginya saat terkena badai pasir di gurun.
Kehilangan satu-satunya orang
yang dia kenal dan selama ini terus melindunginya tentu suatu penderitaan besar
baginya. Namun pada kenyataannya mereka yang mampu bertahan dari penderitaan
lah yang akan menjadi orang yang semakin kuat.
Seperti saat ia harus menjadi
Nangdo di bawah komando Yushin dan mengikuti perang pertamanya. Ia selamat dari
perang saat dijadikan tim umpan bersama pasukan Yushin dan Alcheon untuk
menyelamatkan pasukan Shilla lainnya. Di saat semua orang mengira mereka tidak
dapat selamat, namun ternyata berhasil kembali dengan selamat.
Apa yang mereka alami sama
seperti yang pernah dialami Mishil, Seolwon, dan Sejong. Namun ketiganya
selamat dan kemudian menjadi kekuatan yang sangat besar hingga bisa menguasai
Shilla dari balik layar di kemudian hari. Dan pada akhir cerita ketiga tokoh
yang selamat, Deokman, Yushin dan Alcheon menjadi tokoh paling berpengaruh di
Shilla.
Disinilah dapat kita lihat bahwa
seseorang yang selamat dari perang, atau pernah mengalami pengalaman yang berat
pada akhirnya justru mampu menjadi seorang yang semakin kuat.
Beratnya
penderitaan hidup yang pernah dialami justru mampu menjadikannya semakin matang
dan menjadi pribadi yang kuat. Mungkin ini juga alasan mengapa Rasulullah SAW
dan para sahabat bisa demikian besar pengaruhnya, karena mengalami berbagai
cobaan berat di dalam hidupnya saat memperjuangkan tegaknya kalimat tauhid.
Mereka pernah disiksa, dilempari kotoran, diboikot, kehilangan harta, kedudukan,
bahkan harus kehilangan orang-orang yang dicintai. Namun justru pengalaman
pahit inilah yang membuat mereka semakin kuat hingga akhirnya mampu menaklukkan
Makkah dan membawa panji-panji islam hingga begitu diterima di jazirah Arab
ketika itu.
- Gambaran dunia politik yang penuh intrik dan tipu muslihat
Selain itu serial drama ini juga
menunjukkan bagaimana dunia politik yang sangat penuh dengan intrik-intrik.
Selalu ada tokoh yang “bermain” dari belakang. Di balik sebuah kebijakan, ada
kepentingan dari orang-orang yang “bermain”.
Dalam hal ini yang menjadi pemain adalah Mishil dan pengikutnya. Awalnya
tidak ada yang berani menghadapi, kemudian seiring jalannya cerita Putri
Ceonmyeong memutuskan untuk menghadapinya sebagai lawan politik, kemudian
setelah kematiannya dilanjutkan Deokman yang memberanikan diri melawan dominasi
Mishil.
Satu contoh kasus saat Deokman
masih menjadi Nangdo, Mishil mengirimkan surat kosong pada Deokman, membuat
muncul desas-desus di masyarakat agar Deokman kehilangan kepercayaan Yushin dan
putri Ceonmyong untuk bisa dijadikan pendukungnya. Deokman yang menyadarinya
kemudian sengaja berpura-pura berselisih dengan Yushin dan seolah-olah telah
menjadi penghianat agar bisa menyusup ke tempat Mishil mencari tahu mengenai
rahasia Sadaham Meihwa. Dan ternyata Mishil sebenarnya sudah mengetahuinya, dan
membiarkan Deokman terus datang, bahkan menceritakan rahasia sebenarnya dari
Sadaham Meihwa, tentu karena meski sudah tahu mereka tidak mampu berbuat
apa-apa.
Bahkan terkadang Mishil menggunakan
heaven’s will untuk membangun kekuatan politiknya. Ia menipu banyak orang
dengan dalih heaven’s will, yakni dengan memunculkan patung budha di suatu desa
Nahjong yang dilakukannya melalui Ritual Wicheon Je. Dengannya ia berhasil
mengeluarkan penduduk Gaya dari Seorabol dan membuatnya semakin ditakuti
sebagai manusia setengah dewa. Ketakutan rakyat terkadang memang sengaja
disebarkan karena ini semakin menguntungkan Mishil
Dalam masyarakat sendiri
terkadang juga sering menggunakan takhayul-takhayul/peristiwa tidak masuk akal
untuk mempengaruhi masyarakat seakan-akan ia memiliki “berkah” dari langit.
Contoh kasus terakhir seperti kemunculan Qur’an raksasa yang ternyata dibeli
seharga 42 juta dan dijatuhkan ke kamar rumah saat istighosah untuk menipu
masyarakat, seakan-akan ada mukjizat/karomah dari langit. Inilah yang kita
perlu hati-hati ketika melihat suatu kejadian yang luar biasa/aneh, jangan
cepat-cepat menyimpulkan ada karomah/kemampuan istimewa yang muncul pada diri
seseorang. Bisa jadi ada orang yang sengaja “bermain” untuk mempengaruhi
masyarakat awam.
- Perjalanan seorang menjadi pemimpin besar
Kemudian serial ini juga
mengisahkan perjalanan Deokman menjadi “true ruler”, pemimpin sejati bagi
Kerajaan Shilla. Tentu bukan perjalanan yang mudah. Pertama kali Deokman muncul
saat hendak diakui sebagai Putri dari Kerajaan Shilla tangannya bergetar karena
takut harus berhadapan dengan Mishil ke depannya. Hari demi hari, Putri Deokman
menjadi bertambah matang, bijaksana dan cerdas. Terkadang ia justru banyak
belajar dari pembicaraannya bersama Mishil. Ia merasa beruntung mempunyai rival
seperti Mishil, yang telah mengajarinya banyak hal untuk menjadi pemimpin
sejati.
Bahkan sejak awal ia memutuskan
untuk menjadi seperti Mishil, dan mencoba berpikir seperti Mishil namun dengan
tujuan yang berbeda. Ia juga menemukan tujuan besar perjuangannya dengan
bantuan Munno yang memberitahukannya “grandious achievement”/cita-cita besar
Shilla yakni untuk menyatukan tiga negara. Sejak saat itulah Deokman merubah
haluannya, dari yang sekedar mengalahkan dominasi Mishil menjadi impian yang
lebih besar yakni menyatukan tiga negara.
Menjadi seorang pemimpin benar-benar tidak mudah baginya, ia harus
menghilangkan kepercayaannya pada orang-orang disekitarnya. Karena semua bisa
saja diam-diam mengincar posisinya, berkhianat serta hendak menggulingkannya. Bahkan
ia hampir-hampir melupakan perasaan cintanya sendiri pada seorang laki-laki
karena menganggapnya hal yang terlalu remeh dibandingkan cita-cita besarnya.
- Pentingnya arti people, bagaimana kita harus berjuang mempertahankan orang-orang kita
Dalam perjuangan tidak mungkin
seseorang bisa mewujudkan cita-citanya tanpa bantuan orang lain. Inilah mengapa
“people” itu sangat penting. Raja Jinheung menyatakan kekuatan Shilla ada pada
rakyat/people, namun kesalahannya adalah orang-orang di Kerajaan diam-diam telah
menjadi pendukung Mishil sehingga ia bisa digulingkan.
Satu demi satu orang-orang hebat
dijadikan pendukungnya, Seolwon, Sejong, Misaeng, Chilsuk, bahkan hingga posisi
para mentri didominasi orang-orang Mishil. Ketika melihat seorang yang
potensial dan memusuhinya, ia tidak suka memilih untuk membunuhnya malah selalu
berusaha meyakinkannya agar bisa menjadi pendukungnya. Dan yang menjadi
pendukungnya pun diberikannya perhatian yang besar, seperti perhatiannya pada
Chilsuk saat kembali. Ia merasa kasihan terhadap Chilsuk dan memutuskan untuk
memberinya perawatan hingga penglihatannya kembali sembuh.
Demikian pula yang dilakukan
Deokman, ia tidak dengan mudah melepaskan orang-orangnya. Bahkan menarik
kembali dukungan Gaya yang sebelumnya hendak memberontak, dan membuat Yushin
selamat dari tuduhannya. Seperti itu pula yang coba dilakukannya pada Bidam
saat orang-orang di sekitar bidam menjebaknya hingga seolah-olah hendak
memberontak. Ia memutuskan untuk memperjuangkan Bidam, tidak mengabaikannya,
atau merelakannya dihukum atas apa yang tidak diperbuatnya. Sampai akhir
Deokman terus percaya pada Bidam.
- Pelajaran murid dan guru, kisah bidam-munno
Dalam serial ini kita juga
disuguhkan kisah murid dan guru yakni bidam dan Munno. Dalam hal ini terlihat
sekali pengorbanan yang sangat besar dari Munno. Untuk mewujudkan impian besar
menyatukan tiga negara ia memilih membesarkan bidam, mendidiknya hingga suatu
saat mampu mewujudkan impian itu. Dari kecil dididiknya beladiri, bidam tumbuh
menjadi ahli pedang yang mahir, tak terkalahkan di Shilla.
Bahkan ia berhasil mengalahkan
Bojong meski terluka di bagian kakinya dalam kompetisi Bicheon Je. Padahal sama
sekali sebelumnya ia tidak latihan bahkan memilih tidur-tiduran.
Mungkin memang ini tokoh fiktif.
Namun setidaknya ada benarnya juga. Seorang yang ingin menjadi ahli harus
memiliki guru yang ahli pula. Meski fisik kalah, namun bila tekniknya bagus ia akan
mampu melampaui lawan-lawannya.
Setelah peristiwa pembunuhan yang
dilakukan Bidam di waktu kecil untuk merebut kembali buku geografi tiga negara,
Munno menjadi keras terhadap bidam. Hingga puncaknya bidam mempertanyakan
apakah ia diakui sebagai muridnya? Mengapa tidak pernah mendapatkan kasih
sayang seorang guru seperti dulu lagi? Apakah karena Munno terlalu takut pada
Bidam?
Pada akhir menjelang kematiannya
Munno baru menyadari kesalahannya, ia selama ini terlalu keras terhadap bidam,
sedikit pun tidak memberikan kehangatan seorang guru padanya.
Padahal ia sudah
mengikutinya sejak kecil hingga dewasa, sudah dianggapnya seperti bapak
sendiri. Bukannya mengingatkan dan memperbaiki kesalahannya, Munno justru
terus-terusan memarahinya, dan mencegahnya berkembang.
Pada akhirnya Munno pun
mengakuinya sebagai murid, dan mengakuinya layak menjadi Hwarang. Dari sini
kita mendapat pelajaran luar biasa, bahwa menjadi seorang guru terkadang harus
mengorbankan segalanya, dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendidik murid
kita. Itu pun belum tentu bisa menjamin murid kita mampu menjadi pribadi yang
seperti kita inginkan, namun sejelek apa pun ia, tetap saja adalah murid kita
yang berhak untuk kita berikan kehangatan dan kasih sayang. Bila ada kesalahan,
tanggungjawab kita untuk mengingatkan, bukan memarahinya.
- Kasih sayang seorang ibu, kisah bidam-mishil
Bagian menarik selanjutnya adalah
kisah kasih sayang dari seorang ibu kepada anaknya, yakni Mishil terhadap
Bidam. Meskipun sampai akhir Mishil tidak mau mengakui di depan bidam bahwa dia
adalah ibunya, namun dari yang dilakukannya mencerminkan rasa cintanya pada
Bidam. Seharusnya bila memang sudah tidak berguna lagi sejak dari awal Mishil
bisa membunuh bidam, namun itu tidak dilakukannya.
Pun juga ia tidak ingin memanfaatkan
bidam, misalnya untuk menikahkan bidam dengan Deokman agar ia meraih
kekuasaannya saat raja Jinpyeong ingin mengangkat penggantinya. Juga saat
sebelum Mishil memberontak, merebut kekuasaan, ia justru mengajak bidam
jalan-jalan dan menceritakan masa lalunya. Ketika ia merasa lelah, justru
meminta bidam untuk membantunya berjalan, padahal ketika itu Chilsuk siap
membantu. Dan pada saat Mishil memberontak, bukannya membunuh bidam, Mishil
justru membawa bidam dalam perjalanannya dan meminta Yeomjong untuk menahannya
beberapa hari.
Semua ini dilakukan tentu bukan
tanpa alasan, sekejam apa pun Mishil ia tetap tidak tega untuk membunuh anaknya
sendiri. Dan karena bidam lah, Mishil yang sebelumnya tidak pernah mau mengalah
tiba-tiba berubah sikap, dan memutuskan untuk mengakhiri semuanya setelah bidam
mengancamnya untuk menyebarkan “edict” perintah raja Jinheung untuk membunuh
Mishil bila ia tidak mau menuruti Deokman untuk beraliansi. Hingga akhirnya
Mishil memutuskan untuk mengambil nyawanya sendiri.
Mengapa ia melakukan demikian?
Sama seperti bidam yang tidak tega menyerahkan surat perintah itu pada Deokman,
Mishil pun tidak tega bila harus melihat bidam menyebarluaskan surat perintah
itu pada publik. Tentu menyedihkan sekali bila harus membunuh ibu kandung sendiri.
Mengambil aliansi dengan Deokman juga tidak mungkin baginya, karena perasaan
untuk menguasai Shilla tidak bisa ia bagi-bagi. Maka yang ia pilih akhirnya
adalah mengakhiri hidupnya sendiri. Dan ia menginginkan agar bidam bisa meraih
kesempatan untuk memimpin Shilla setelahnya, semua ia lakukan untuk bidam.
Mengapa sampai akhir di depan
bidam tidak mau mengakuinya sebagai anak. Mungkin ini karena ia merasa
“dosa”nya terlalu besar sehingga tidak pantas untuk dipanggil ibu. Ya, meski
tidak pernah mengakuinya, kasih sayangnya mengalahkan impian besarnya untuk
menjadi Ratu di Shilla.
Ini menunjukkan kehebatan naluri
seorang ibu. Setinggi apa pun cita-cita/hasratnya bila sampai pada anaknya
sendiri ia akan mengalah, tetap saja mendahulukan kebaikan anaknya dari segala-galanya.
Sampai sosok setangguh Mishil bisa luluh karena anaknya sendiri.
- Pentingnya sebuah kepercayaan dan teliti
Pada episode-episode akhir saat
Deokman mengirimkan Bidam keluar Seorabol agar ia selesaikan urusannya,
Yeomjong memperalat bidam agar seolah-olah terlihat Deokman telah menipunya dan
hendak membunuhnya karena mengirimkan pengawal istana. Bidam bukannya percaya
dan mencari tahu lebih teliti, namun terlanjur putus asa dan mau mengikuti
Yeomjong untuk memberontak, merebut kekuasaan Shilla.
Semua dilakukannya karena ingin
meraih kekuasaan agar ia bisa mendapatkan Deokman. Dan kesalahannya adalah
kurangnya rasa percaya terhadap Deokman, padahal sampai akhir Deokman tetap
percaya pada Bidam, dan berusaha agar bisa menyelesaikan permasalahan tanpa
mengabaikan Bidam. Pada akhirnya ia baru menyesali keputusannya, setelah tahu
kebenarannya saat ia meneliti lebih lanjut mengenai pengawal istana tersebut.
Namun mau bagaimana lagi, nasi telah menjadi bubur sudah tidak mungkin lagi
menghentikan semuanya.
- Bahayanya mengejar people jadi tujuan
Cerita bidam adalah cerita
seorang yang tulus, tulus mencintai Deokman. Hasratnya hanya pada Deokman,
tidak seperti Mishil yang ingin merebut kekuasaan, atau Deokman dan Yushin yang
bercita-cita menyatukan tiga negara. Cita-cita bidam hanyalah Deokman. Bila
Mishil merebut hati orang (people) untuk meraih kekuasaan, Bidam meraih
kekuasaan untuk menaklukkan hati seseorang (Deokman). Rendahnya cita-cita Bidam
sempat dihina Mishil, dianggapnya sebagai cita-cita yang sangat rapuh dan
lemah.
Sikap ini muncul bisa jadi karena
Deokman lah orang pertama yang mau menerimanya dengan tulus. Setelah sebelumnya
hidup bersama gurunya, Munno, namun terus dimarahinya. Juga diabaikan kedua
orang tuanya, dan terus dianggap tidak sopan orang-orang sekitarnya. Kehadiran
Deokman yang menerima kondisinya apa adanya tentu membuatnya terperangah kagum.
Dalam suatu episode, bidam menyatakan bukan karena anak itu seorang putri,
hingga ia mau membantunya, namun karena sang putri adalah anak itu, ia
memutuskan untuk membantunya. Cintanya benar-benar tulus, ialah satu-satunya
yang menganggap Deokman sebagai seorang manusia, dan seorang wanita. Tidak
seperti orang lain yang membantu Deokman karena statusnya sebagai putri/raja.
Berkali-kali diingatkan tetap
saja, tidak berubah. Seolwon pernah mengingatkan, bila hasratnya hanya pada
manusia maka ia akan mati sepertinya, yakni sebagai pion dari orang yang
dicintainya. Ia tidak akan bisa menjadi pelaku utama. Namun tetap saja ia tidak
berubah, bahkan karena ketakutannya, takut diabaikan, ia sampai hilang
kepercayaannya pada Deokman, dan memutuskan untuk merebut kekuasaan demi
merebut Deokman.
- Terjalnya jalan menjadi pemimpin, seakan-akan punya segalanya namun kehilangan semuanya
Dalam episode terakhir, Deokman
ingat siapa yang ditemuinya dalam mimpi, dan ketika itu dikatakan kepadanya
(dalam bahasa Inggris):
“Deokman.. The path ahead for you
will be arduous. And it will be painful. You will lose beloved ones, and
experience utmost loneliness. It will be more barren and dim than in the
desert. For it will seem like you have the world, but in truth.. you will not
be able to gain anything. But still.. You must endure it. Endure it. Endure it
to the end”
(“Deokman.. Jalanmu ke depan akan sangat sulit. Dan akan menjadi sangat
menyakitkan. Engkau akan kehilangan yang kau cintai, dan merasakan kesepian
yang tiada tara. Untuknya akan terlihat seakan-akan engkau memiliki dunia,
namun sebenarnya.. kau tidak akan mampu mendapatkan apa pun. Namun meski
demikian.. Engkau harus menahannya. Menahannya sampai akhir”)
Pada kenyataannya memang jalan
yang harus ditempuh menjadi seorang pemimpin sejati terkadang memang begitu
berat, dan begitu menyakitkan. Kelihatannya ia meraih segalanya, namun
sejatinya tidak bisa meraih apa-apa bahkan kehilangan banyak hal yang kita
cintai serta merasakan kesepian yang besar. Namun demikian seorang pemimpin
sejati harus mampu menahannya, menahannya hingga akhir. Wallohua’lam
Yogyakarta,
14 Februari 2015
Sigit
Arif Anggoro
Teknik
Fisika UGM ‘12