2/14/2015

Pelajaran dari Serial Drama QSD




Mengisi waktu liburan iseng-iseng saya cari-cari lagi serial drama Queen Seon Deok yang dulu sempat tayang di Indosiar. Saya download satu persatu dengan memanfaatkan fasilitas internet yang disediakan di KPFT. 

Sebenarnya saya kurang begitu senang nonton drama korea, namun yang satu ini beda. Dulu mulai seneng waktu muncul tokoh Bidam, seorang murid yang polos, tidak kenal takut, namun sangat mahir bermain pedang, dan bisa dikatakan kejam. Bidam adalah murid dari Hogukseon Munno, dan ternyata juga anak dari Mishil dan Raja Jinji. 

Sejak dulu memang senang dengan film-film kolosal, perang, beladiri, dan serial drama ini menyuguhkan beberapa diantaranya karena mengisahkan kerajaan Shilla. Namun pada kenyataannya serial ini tidak bisa dikatakan serial perang seperti Three Kingdom karena lebih banyak membicarakan pertarungan politik ketimbang perang kolosal. Meskipun juga dibumbui cerita ksatria Hwarang dan beberapa Perang.

Beberapa pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini diantaranya:
  1. Menahan penderitaan hidup membuat seseorang semakin kuat
Queen Seon Deok mengisahkan perjalanan Deokman menjadi Ratu Shilla. Deokman yang sejak kecil dijauhkan dari istana dan diasuh Sohwa, pelayan istana Kerajaan harus menjalani hari-hari yang berat di gurun di saat saudara kembarnya menikmati pelayanan terbaik di Istana.  Meski ia bahagia bisa bertemu banyak ”merchant” , beberapa kali ia harus menemui penderitaan seperti saat dikejar-kejar Chilsuk, hingga ibu angkatnya Sohwa dikiranya telah meninggal untuk melindunginya saat terkena badai pasir di gurun.

Kehilangan satu-satunya orang yang dia kenal dan selama ini terus melindunginya tentu suatu penderitaan besar baginya. Namun pada kenyataannya mereka yang mampu bertahan dari penderitaan lah yang akan menjadi orang yang semakin kuat.
Seperti saat ia harus menjadi Nangdo di bawah komando Yushin dan mengikuti perang pertamanya. Ia selamat dari perang saat dijadikan tim umpan bersama pasukan Yushin dan Alcheon untuk menyelamatkan pasukan Shilla lainnya. Di saat semua orang mengira mereka tidak dapat selamat, namun ternyata berhasil kembali dengan selamat.

Apa yang mereka alami sama seperti yang pernah dialami Mishil, Seolwon, dan Sejong. Namun ketiganya selamat dan kemudian menjadi kekuatan yang sangat besar hingga bisa menguasai Shilla dari balik layar di kemudian hari. Dan pada akhir cerita ketiga tokoh yang selamat, Deokman, Yushin dan Alcheon menjadi tokoh paling berpengaruh di Shilla.
Disinilah dapat kita lihat bahwa seseorang yang selamat dari perang, atau pernah mengalami pengalaman yang berat pada akhirnya justru mampu menjadi seorang yang semakin kuat. 

Beratnya penderitaan hidup yang pernah dialami justru mampu menjadikannya semakin matang dan menjadi pribadi yang kuat. Mungkin ini juga alasan mengapa Rasulullah SAW dan para sahabat bisa demikian besar pengaruhnya, karena mengalami berbagai cobaan berat di dalam hidupnya saat memperjuangkan tegaknya kalimat tauhid. Mereka pernah disiksa, dilempari kotoran, diboikot, kehilangan harta, kedudukan, bahkan harus kehilangan orang-orang yang dicintai. Namun justru pengalaman pahit inilah yang membuat mereka semakin kuat hingga akhirnya mampu menaklukkan Makkah dan membawa panji-panji islam hingga begitu diterima di jazirah Arab ketika itu. 

  1. Gambaran dunia politik yang penuh intrik dan tipu muslihat
Selain itu serial drama ini juga menunjukkan bagaimana dunia politik yang sangat penuh dengan intrik-intrik. Selalu ada tokoh yang “bermain” dari belakang. Di balik sebuah kebijakan, ada kepentingan dari orang-orang yang “bermain”.  Dalam hal ini yang menjadi pemain adalah Mishil dan pengikutnya. Awalnya tidak ada yang berani menghadapi, kemudian seiring jalannya cerita Putri Ceonmyeong memutuskan untuk menghadapinya sebagai lawan politik, kemudian setelah kematiannya dilanjutkan Deokman yang memberanikan diri melawan dominasi Mishil.

Satu contoh kasus saat Deokman masih menjadi Nangdo, Mishil mengirimkan surat kosong pada Deokman, membuat muncul desas-desus di masyarakat agar Deokman kehilangan kepercayaan Yushin dan putri Ceonmyong untuk bisa dijadikan pendukungnya. Deokman yang menyadarinya kemudian sengaja berpura-pura berselisih dengan Yushin dan seolah-olah telah menjadi penghianat agar bisa menyusup ke tempat Mishil mencari tahu mengenai rahasia Sadaham Meihwa. Dan ternyata Mishil sebenarnya sudah mengetahuinya, dan membiarkan Deokman terus datang, bahkan menceritakan rahasia sebenarnya dari Sadaham Meihwa, tentu karena meski sudah tahu mereka tidak mampu berbuat apa-apa.

Bahkan terkadang Mishil menggunakan heaven’s will untuk membangun kekuatan politiknya. Ia menipu banyak orang dengan dalih heaven’s will, yakni dengan memunculkan patung budha di suatu desa Nahjong yang dilakukannya melalui Ritual Wicheon Je. Dengannya ia berhasil mengeluarkan penduduk Gaya dari Seorabol dan membuatnya semakin ditakuti sebagai manusia setengah dewa. Ketakutan rakyat terkadang memang sengaja disebarkan karena ini semakin menguntungkan Mishil

Dalam masyarakat sendiri terkadang juga sering menggunakan takhayul-takhayul/peristiwa tidak masuk akal untuk mempengaruhi masyarakat seakan-akan ia memiliki “berkah” dari langit. Contoh kasus terakhir seperti kemunculan Qur’an raksasa yang ternyata dibeli seharga 42 juta dan dijatuhkan ke kamar rumah saat istighosah untuk menipu masyarakat, seakan-akan ada mukjizat/karomah dari langit. Inilah yang kita perlu hati-hati ketika melihat suatu kejadian yang luar biasa/aneh, jangan cepat-cepat menyimpulkan ada karomah/kemampuan istimewa yang muncul pada diri seseorang. Bisa jadi ada orang yang sengaja “bermain” untuk mempengaruhi masyarakat awam.

  1. Perjalanan seorang menjadi pemimpin besar
Kemudian serial ini juga mengisahkan perjalanan Deokman menjadi “true ruler”, pemimpin sejati bagi Kerajaan Shilla. Tentu bukan perjalanan yang mudah. Pertama kali Deokman muncul saat hendak diakui sebagai Putri dari Kerajaan Shilla tangannya bergetar karena takut harus berhadapan dengan Mishil ke depannya. Hari demi hari, Putri Deokman menjadi bertambah matang, bijaksana dan cerdas. Terkadang ia justru banyak belajar dari pembicaraannya bersama Mishil. Ia merasa beruntung mempunyai rival seperti Mishil, yang telah mengajarinya banyak hal untuk menjadi pemimpin sejati.

Bahkan sejak awal ia memutuskan untuk menjadi seperti Mishil, dan mencoba berpikir seperti Mishil namun dengan tujuan yang berbeda. Ia juga menemukan tujuan besar perjuangannya dengan bantuan Munno yang memberitahukannya “grandious achievement”/cita-cita besar Shilla yakni untuk menyatukan tiga negara. Sejak saat itulah Deokman merubah haluannya, dari yang sekedar mengalahkan dominasi Mishil menjadi impian yang lebih besar yakni menyatukan tiga negara.
Menjadi seorang pemimpin benar-benar tidak mudah baginya, ia harus menghilangkan kepercayaannya pada orang-orang disekitarnya. Karena semua bisa saja diam-diam mengincar posisinya, berkhianat serta hendak menggulingkannya. Bahkan ia hampir-hampir melupakan perasaan cintanya sendiri pada seorang laki-laki karena menganggapnya hal yang terlalu remeh dibandingkan cita-cita besarnya.

  1. Pentingnya arti people, bagaimana kita harus berjuang mempertahankan orang-orang kita
Dalam perjuangan tidak mungkin seseorang bisa mewujudkan cita-citanya tanpa bantuan orang lain. Inilah mengapa “people” itu sangat penting. Raja Jinheung menyatakan kekuatan Shilla ada pada rakyat/people, namun kesalahannya adalah orang-orang di Kerajaan diam-diam telah menjadi pendukung Mishil sehingga ia bisa digulingkan.
Satu demi satu orang-orang hebat dijadikan pendukungnya, Seolwon, Sejong, Misaeng, Chilsuk, bahkan hingga posisi para mentri didominasi orang-orang Mishil. Ketika melihat seorang yang potensial dan memusuhinya, ia tidak suka memilih untuk membunuhnya malah selalu berusaha meyakinkannya agar bisa menjadi pendukungnya. Dan yang menjadi pendukungnya pun diberikannya perhatian yang besar, seperti perhatiannya pada Chilsuk saat kembali. Ia merasa kasihan terhadap Chilsuk dan memutuskan untuk memberinya perawatan hingga penglihatannya kembali sembuh.

Demikian pula yang dilakukan Deokman, ia tidak dengan mudah melepaskan orang-orangnya. Bahkan menarik kembali dukungan Gaya yang sebelumnya hendak memberontak, dan membuat Yushin selamat dari tuduhannya. Seperti itu pula yang coba dilakukannya pada Bidam saat orang-orang di sekitar bidam menjebaknya hingga seolah-olah hendak memberontak. Ia memutuskan untuk memperjuangkan Bidam, tidak mengabaikannya, atau merelakannya dihukum atas apa yang tidak diperbuatnya. Sampai akhir Deokman terus percaya pada Bidam.

  1. Pelajaran murid dan guru, kisah bidam-munno
Dalam serial ini kita juga disuguhkan kisah murid dan guru yakni bidam dan Munno. Dalam hal ini terlihat sekali pengorbanan yang sangat besar dari Munno. Untuk mewujudkan impian besar menyatukan tiga negara ia memilih membesarkan bidam, mendidiknya hingga suatu saat mampu mewujudkan impian itu. Dari kecil dididiknya beladiri, bidam tumbuh menjadi ahli pedang yang mahir, tak terkalahkan di Shilla.

Bahkan ia berhasil mengalahkan Bojong meski terluka di bagian kakinya dalam kompetisi Bicheon Je. Padahal sama sekali sebelumnya ia tidak latihan bahkan memilih tidur-tiduran.
Mungkin memang ini tokoh fiktif. Namun setidaknya ada benarnya juga. Seorang yang ingin menjadi ahli harus memiliki guru yang ahli pula. Meski fisik kalah, namun bila tekniknya bagus ia akan mampu melampaui lawan-lawannya.

Setelah peristiwa pembunuhan yang dilakukan Bidam di waktu kecil untuk merebut kembali buku geografi tiga negara, Munno menjadi keras terhadap bidam. Hingga puncaknya bidam mempertanyakan apakah ia diakui sebagai muridnya? Mengapa tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang guru seperti dulu lagi? Apakah karena Munno terlalu takut pada Bidam?
Pada akhir menjelang kematiannya Munno baru menyadari kesalahannya, ia selama ini terlalu keras terhadap bidam, sedikit pun tidak memberikan kehangatan seorang guru padanya. 

Padahal ia sudah mengikutinya sejak kecil hingga dewasa, sudah dianggapnya seperti bapak sendiri. Bukannya mengingatkan dan memperbaiki kesalahannya, Munno justru terus-terusan memarahinya, dan mencegahnya berkembang.
Pada akhirnya Munno pun mengakuinya sebagai murid, dan mengakuinya layak menjadi Hwarang. Dari sini kita mendapat pelajaran luar biasa, bahwa menjadi seorang guru terkadang harus mengorbankan segalanya, dan membutuhkan waktu yang lama untuk mendidik murid kita. Itu pun belum tentu bisa menjamin murid kita mampu menjadi pribadi yang seperti kita inginkan, namun sejelek apa pun ia, tetap saja adalah murid kita yang berhak untuk kita berikan kehangatan dan kasih sayang. Bila ada kesalahan, tanggungjawab kita untuk mengingatkan, bukan memarahinya.

  1. Kasih sayang seorang ibu, kisah bidam-mishil
Bagian menarik selanjutnya adalah kisah kasih sayang dari seorang ibu kepada anaknya, yakni Mishil terhadap Bidam. Meskipun sampai akhir Mishil tidak mau mengakui di depan bidam bahwa dia adalah ibunya, namun dari yang dilakukannya mencerminkan rasa cintanya pada Bidam. Seharusnya bila memang sudah tidak berguna lagi sejak dari awal Mishil bisa membunuh bidam, namun itu tidak dilakukannya.

Pun juga ia tidak ingin memanfaatkan bidam, misalnya untuk menikahkan bidam dengan Deokman agar ia meraih kekuasaannya saat raja Jinpyeong ingin mengangkat penggantinya. Juga saat sebelum Mishil memberontak, merebut kekuasaan, ia justru mengajak bidam jalan-jalan dan menceritakan masa lalunya. Ketika ia merasa lelah, justru meminta bidam untuk membantunya berjalan, padahal ketika itu Chilsuk siap membantu. Dan pada saat Mishil memberontak, bukannya membunuh bidam, Mishil justru membawa bidam dalam perjalanannya dan meminta Yeomjong untuk menahannya beberapa hari.

Semua ini dilakukan tentu bukan tanpa alasan, sekejam apa pun Mishil ia tetap tidak tega untuk membunuh anaknya sendiri. Dan karena bidam lah, Mishil yang sebelumnya tidak pernah mau mengalah tiba-tiba berubah sikap, dan memutuskan untuk mengakhiri semuanya setelah bidam mengancamnya untuk menyebarkan “edict” perintah raja Jinheung untuk membunuh Mishil bila ia tidak mau menuruti Deokman untuk beraliansi. Hingga akhirnya Mishil memutuskan untuk mengambil nyawanya sendiri.

Mengapa ia melakukan demikian? Sama seperti bidam yang tidak tega menyerahkan surat perintah itu pada Deokman, Mishil pun tidak tega bila harus melihat bidam menyebarluaskan surat perintah itu pada publik. Tentu menyedihkan sekali bila harus membunuh ibu kandung sendiri. Mengambil aliansi dengan Deokman juga tidak mungkin baginya, karena perasaan untuk menguasai Shilla tidak bisa ia bagi-bagi. Maka yang ia pilih akhirnya adalah mengakhiri hidupnya sendiri. Dan ia menginginkan agar bidam bisa meraih kesempatan untuk memimpin Shilla setelahnya, semua ia lakukan untuk bidam.

Mengapa sampai akhir di depan bidam tidak mau mengakuinya sebagai anak. Mungkin ini karena ia merasa “dosa”nya terlalu besar sehingga tidak pantas untuk dipanggil ibu. Ya, meski tidak pernah mengakuinya, kasih sayangnya mengalahkan impian besarnya untuk menjadi Ratu di Shilla.

Ini menunjukkan kehebatan naluri seorang ibu. Setinggi apa pun cita-cita/hasratnya bila sampai pada anaknya sendiri ia akan mengalah, tetap saja mendahulukan kebaikan anaknya dari segala-galanya. Sampai sosok setangguh Mishil bisa luluh karena anaknya sendiri.

  1. Pentingnya sebuah kepercayaan dan teliti
Pada episode-episode akhir saat Deokman mengirimkan Bidam keluar Seorabol agar ia selesaikan urusannya, Yeomjong memperalat bidam agar seolah-olah terlihat Deokman telah menipunya dan hendak membunuhnya karena mengirimkan pengawal istana. Bidam bukannya percaya dan mencari tahu lebih teliti, namun terlanjur putus asa dan mau mengikuti Yeomjong untuk memberontak, merebut kekuasaan Shilla.

Semua dilakukannya karena ingin meraih kekuasaan agar ia bisa mendapatkan Deokman. Dan kesalahannya adalah kurangnya rasa percaya terhadap Deokman, padahal sampai akhir Deokman tetap percaya pada Bidam, dan berusaha agar bisa menyelesaikan permasalahan tanpa mengabaikan Bidam. Pada akhirnya ia baru menyesali keputusannya, setelah tahu kebenarannya saat ia meneliti lebih lanjut mengenai pengawal istana tersebut. Namun mau bagaimana lagi, nasi telah menjadi bubur sudah tidak mungkin lagi menghentikan semuanya.

  1. Bahayanya mengejar people jadi tujuan
Cerita bidam adalah cerita seorang yang tulus, tulus mencintai Deokman. Hasratnya hanya pada Deokman, tidak seperti Mishil yang ingin merebut kekuasaan, atau Deokman dan Yushin yang bercita-cita menyatukan tiga negara. Cita-cita bidam hanyalah Deokman. Bila Mishil merebut hati orang (people) untuk meraih kekuasaan, Bidam meraih kekuasaan untuk menaklukkan hati seseorang (Deokman). Rendahnya cita-cita Bidam sempat dihina Mishil, dianggapnya sebagai cita-cita yang sangat rapuh dan lemah.

Sikap ini muncul bisa jadi karena Deokman lah orang pertama yang mau menerimanya dengan tulus. Setelah sebelumnya hidup bersama gurunya, Munno, namun terus dimarahinya. Juga diabaikan kedua orang tuanya, dan terus dianggap tidak sopan orang-orang sekitarnya. Kehadiran Deokman yang menerima kondisinya apa adanya tentu membuatnya terperangah kagum. Dalam suatu episode, bidam menyatakan bukan karena anak itu seorang putri, hingga ia mau membantunya, namun karena sang putri adalah anak itu, ia memutuskan untuk membantunya. Cintanya benar-benar tulus, ialah satu-satunya yang menganggap Deokman sebagai seorang manusia, dan seorang wanita. Tidak seperti orang lain yang membantu Deokman karena statusnya sebagai putri/raja.

Berkali-kali diingatkan tetap saja, tidak berubah. Seolwon pernah mengingatkan, bila hasratnya hanya pada manusia maka ia akan mati sepertinya, yakni sebagai pion dari orang yang dicintainya. Ia tidak akan bisa menjadi pelaku utama. Namun tetap saja ia tidak berubah, bahkan karena ketakutannya, takut diabaikan, ia sampai hilang kepercayaannya pada Deokman, dan memutuskan untuk merebut kekuasaan demi merebut Deokman.

  1. Terjalnya jalan menjadi pemimpin, seakan-akan punya segalanya namun kehilangan semuanya
Dalam episode terakhir, Deokman ingat siapa yang ditemuinya dalam mimpi, dan ketika itu dikatakan kepadanya (dalam bahasa Inggris):

“Deokman.. The path ahead for you will be arduous. And it will be painful. You will lose beloved ones, and experience utmost loneliness. It will be more barren and dim than in the desert. For it will seem like you have the world, but in truth.. you will not be able to gain anything. But still.. You must endure it. Endure it. Endure it to the end”
(“Deokman.. Jalanmu ke depan akan sangat sulit. Dan akan menjadi sangat menyakitkan. Engkau akan kehilangan yang kau cintai, dan merasakan kesepian yang tiada tara. Untuknya akan terlihat seakan-akan engkau memiliki dunia, namun sebenarnya.. kau tidak akan mampu mendapatkan apa pun. Namun meski demikian.. Engkau harus menahannya. Menahannya sampai akhir”)

Pada kenyataannya memang jalan yang harus ditempuh menjadi seorang pemimpin sejati terkadang memang begitu berat, dan begitu menyakitkan. Kelihatannya ia meraih segalanya, namun sejatinya tidak bisa meraih apa-apa bahkan kehilangan banyak hal yang kita cintai serta merasakan kesepian yang besar. Namun demikian seorang pemimpin sejati harus mampu menahannya, menahannya hingga akhir. Wallohua’lam


Yogyakarta, 14 Februari 2015

Sigit Arif Anggoro
Teknik Fisika UGM ‘12