10/07/2018

BootCamp Xsis Batch 165: Sebuah Pertaruhan



Ngapain sih anak Teknik Fisika kerja di IT? Ngapain susah-susah belajar mekanika fluida, termodinamika, perpindahan panas, persamaan differensial, kalua akhirnya cuma kerja ngoding?
***
Selepas wisuda pada November 2017, saya melamar pada beberapa perusahaan baik melalui laman ECC UGM maupun melalui rekrutmen dari perusahaan yang diinformasikan secara langsung. Beberapa kali mengikuti tes kerja dan selalu menemui kegagalan di tahap interview user. Walhasil, waktu luang saya gunakan untuk tetap di Jogja, mengajar di beberapa bimbel, melatih Pencak Silat anak-anak  MTs pondok saya, melanjutkan ngaji, memperdalam materi kuliah, sambil terus mencoba kesempatan bekerja di Perusahaan.

Hingga pada bulan Agustus waktu itu saya mendapatkan panggilan kerja di PT Xsis Mitra Utama, salah satu anak perusahaan Equine Technologies Group yang bergerak di bidang IT. Di waktu yang sama saat itu sebenarnya saya juga masih akan mengikuti tahap akhir seleksi (wawancara user) di suatu perusahaan Sawit. Lalu kenapa saya memilih Xsis?

Tentu saja ini bukan pilihan yang mudah sebenarnya. Pertama, ini bukan bidang saya. Tentu saja anak IT lebih expert di sana. Dengan background non IT tentu saya harus mulai dari nol (meskipun tidak sepenuhnya, karena setidaknya pernah diberi materi pemrogramaan dasar di kampus) untuk bisa mengikuti teman-teman saya. Kedua, saya yang telah susah-susah mempelajari materi-materi kuliah seperti mekanika fluida, termodinamika, perpindahan panas, persamaan differensial terpaksa tidak punya kesempatan untuk mengembangkan lebih jauh ke ranah aplikasi di dunia pekerjaan sebagai seorang instrument engineer, sesuatu yang sebenarnya masih bisa saya dapatkan bila bekerja di pabrik sawit.

Lalu kenapa saya tetap memilih Xsis?
1.     
1. Menepati Janji pada Mbak Hana

“Selain di Xsis saat ini sedang mengikuti seleksi di mana saja?”, tanya mbak Hana, salah satu HRD Xsis yang waktu itu mewawancarai saya.
“Ada satu perusahaan sawit mbak, minggu depan interview akhir dengan user”, jawab saya.
“Oh, berarti sesuai bidangnya dong ya. Terus kalau ketrima semua mau diambil yang mana nih?”
“Ya yang paling cepat memberi kepastian mbak. Saya sudah kelamaan nganggur jadi sudah tidak pilih-pilih perusahaan lagi sekarang!” jawabku lugu.

Seperti kata Uzumaki Naruto, seorang anak laki-laki harus menepati janjinya! Hehe. Walhasil, karena Xsis lebih dulu mengumumkan diterimanya saya, saya langsung membatalkan keikutsertaan saya di seleksi perusahaan sawit yang saya ceritakan sebelumnya, meskipun saya tahu tentu bekerja di perusahaan sawit tersebut lebih bonavit dan lebih sesuai bidang keilmuan saya. Pun ketika waktu itu ada lowongan baru dari PT Pertamina, Pindad, Peruri, saya tidak tertarik untuk mengajukan lamaran.

Hingga ketika di Jakarta pun, meski saya mendapat panggilan tes dari beberapa perusahaan yang saya lamar sebelumnya (yang lebih sesui bidang keilmuan saya), atau ada pembukaan CPNS saya tetap tidak tertarik untuk mengajukan lamaran.  Saya tetap pada pendirian saya.
2.      
2. Jalan Kesuksesan tidak Hanya Satu

Saya sepenuhnya meyakini bahwa jalan kesuksesan itu tidak hanya satu. Tidak hanya dari jalur diterima di perusahaan BUMN, menjadi PNS atau bekerja di perusahaan-perusahaan besar. Dengan modal kecerdasan yang Allah karuniakan kepada kita, dibarengi dengan semangat untuk terus belajar dan terus menekuni bidang kita tentu kita akan mampu menemukan kesuksesan. Lha wong yang kerjanya latihan silat saja bisa dapat 1,5 M kok dari emas Asian Games kemarin! It means dimulai dari mana pun, pada akhirnya yang menentukan kesuksesan kita adalah kegigihan dan kesungguhan kita dalam berproses dan meningkatkan prestasi kita. Terlambat memulai, atau memulai dari jalur mana pun bila pada akhirnya kita mampu berprestasi tentu dunia akan mengapresiasi pekerjaan kita.
3.      
3. Teknik Fisika itu Fleksibel

Mengatakan bekerja di IT tidak sesuai dengan background Teknik Fisika sebenarnya bagi saya tidak tepat-tepat amat. Karena sedari awal Teknik Fisika ini memang satu prodi yang diciptakan untuk bisa fleksibel, luwes, mampu mengikuti kebutuhan di dunia pekerjaan khususnya engineering. Bekerja di sawit pun sama saja, saya harus memilih mendalami Mesin atau Elektro (karena tidak ada lowongan spesifik untuk Teknik Fisika sebenarnya).

Pun sebenarnya bekerja di bidang engineering lainnya tetap saja kita harus memulai dari awal karena memang tidak diberikan secara mendalam di kampus. Yang diberikan pada kami memang pemahaman yang sangat mendasar. Karena tentu saja pelajaran dasar ini tidak akan berubah meski teknologi terus berkembang seberapa pun pesatnya. Selama dasarnya kita kuasai, kita dapat mengembangkan teknologi yang baru, demikian prinsipnya.

Jadi bisa bekerja di IT itu justru menunjukkan aspek keluwesan lulusan Teknik Fisika itu sendiri. Seorang sarjana Teknik Fisika bisa  memilih untuk bekerja di bidang instrumentasi, energi, fisika bangunan, elektro, mesin, kimia, IT, bahkan mungkin pekerjaan di luar bidang engineering seperti marketing, jurnalisme, bisnis (hal yang sama yang dimiliki semua jurusan). Namun dengan bekal pemahaman dasar matematika dan fisika kita yang kuat, kita lebih mampu menyesuaikan diri dengan bidang pekerjaan kita dan memiliki cara berfikir yang runtut dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
4.      
4. Kolaborasi IT dan Fisika

Di minggu kedua sharing session yang saya ikuti di kantor langsat diangkat satu tema diskusi mengenai kolaborasi IT dan Fisika yang dibawakan oleh seorang pembicara alumni Bootcamp yang memiliki background program studi Fisika (saya lupa Namanya, kalau tidak salah mbak Ana). Meski sedikit kecewa karena materi yang disampaikan oleh pemateri kurang mengena menurut saya, saya tersenyum ketika Pak Rahmat (salah satu direktur Xsis) meyakinkan pada kita bahwa sebenarnya masih banyak yang bisa kita gali lagi untuk dikolaborasikan.  Bila Pak Omet, (panggilan akrab Pak Rahmat) yang tidak memiliki background Fisika saja punya keyakinan mengapa saya yang anak Fisika sendiri tak berani untuk memimpikan hal yang sama?

Skripsi saya sendiri waktu itu merupakan bagian dari penelitian yang dikerjakan tim Insgreeb (Integrated Smart and Green Building), yang memiliki visi untuk mewujudkan otomasi bangunan untuk mencapai kenyamanan bangunan serta bangunan hijau (green building) yang ramah lingkungan.

Sebelum bisa mengendalikan tentu pertama-tama harus bisa dilakukan sistem monitoring terhadap kenyamanan serta konsumsi energi suatu bangunan. Tentu saja system monitoring ini akan lebih menarik bila mampu diunggah secara online sehingga bisa diakses siapa saja.

Kemudian untuk mendukung penghematan energi guna mewujudkan bangunan hijau diperlukan pula sistem database yang mampu merekam data konsumsi listrik yang disumbangkan oleh berbagai peralatan di dalam ruangan untuk kemudian dijadikan evaluasi bagi manajer di bagian mana saja yang sebenarnya terjadi pemborosan yang tidak perlu. Disinilah perlu adanya kolaborasi dengan bidang IT.

Ini satu contoh saja. Sebenarnya saya yakin masih banyak sekali peluang kolaborasi yang bisa dikembangkan, apalagi menyambut era industri 4.0 ini yang menuntut digitalisasi di semua bidang. Tentu saja bila kita menguasai keduanya sekaligus (Fisika dan IT) kita lebih berkesempatan untuk mengembangkannya dibandingkan yang hanya menguasai salah satunya.

5.      
5. Orang Tua

Alasan terakhir kenapa saya memilih bergabung di Xsis adalah karena orang tua. Sebagai anak terakhir saya sebenarnya berat sekali meninggalkan Bapak dan Ibu saya di rumah. Bapak saya adalah pensiunan guru, dan ibu saya ibu rumah tangga. Kakak pertama saya, bekerja di Padang, sedangkan kakak kedua saya di Jogja, sehingga kedua orang tua saya sekarang tentu tidak ditemani anak-cucunya di rumah.

Bila di perusahaan sawit otomatis saya harus bekerja di luar Jawa (Sumatra atau Kalimantan). Seperti kakak saya, tentu saja akibatnya adalah akan sangat susah untuk sewaktu-waktu pulang ke rumah. Bila saya memilih berkarir di perusahaan sawit sangat kecil kemungkinan untuk bisa kembali ke Jawa, atau harus memulai karir dari awal lagi bila kemudian ingin bekerja di Pulau Jawa.

Berbeda dengan di Xsis, di Jakarta, saya bisa sewaktu-waktu pulang ke rumah kami di Blora, naik bus atau, kereta. Dan tentu saja selepas ikatan dinas 2 tahun di Xsis saya masih ada peluang untuk mencari pekerjaan lain yang lebih dekat dengan kampung halaman atau memilih berwirausaha. This is the best deal I think for now!
 
Jadi buat kamu baik sarjana Teknik Fisika atau bidang non IT lain yang merasa punya bekal logic yang cukup tak perlu ragu untuk bergabung di Bootcamp Xsis Academy karena kamu akan diajari dari nol untuk menjadi seorang IT Expert. See you on top winners!
Info selengkapnya cek saja di http://xsis.co.id/

Jakarta, 7 Oktober 2018 
Sigit Arif Anggoro
Teknik Fisika UGM ‘12
Xsis Bootcamp Batch 165


8/20/2018

Aku yang Selalu Terlambat


      Aku memang selalu terlambat memulai sesuatu. Aku terlambat untuk bermimpi besar dan memulai perjalanan mimpiku. Di saat atlet-atlet profesional sudah mulai berlatih pencak silat sedari SMP bahkan mungkin sedari SD, aku baru memulai latihan kelas 2 SMA, itu pun baru benar-benar tertarik dengan pertandingan semester 4 di masa perkuliahan. Tentu saja akibatnya aku selalu menjadi bulan-bulanan atlet lain, dibanting-banting, kalah teknik, hingga kalah WMP (Wasit Menghentikan Pertandingan). Malu sekali!

      Di saat santri-santri lain memulai ngajinya di pondok semenjak SMP/SMA, aku baru memulainya di bangku perkuliahan. Tentu saja akibatnya hingga kini aku tak pandai-pandai membaca kitab kuning. Target hafal 30 juz, eh cuman dapat juz 30. Jangan tanya pemahaman Hukum-hukum Fikihku. Amburadul! Menyedihkan ya!

      Aku terlambat lulus kuliah. Di saat teman-teman seangkatanku sudah melanglang buana di dunia pekerjaan, melanjutkan studi, hingga menuju pelaminan aku baru lulus kuliah setahun kemudian. Itu pun lagi-lagi hampir setahun aku terlambat memulai pekerjaan setelah wisudaku. Payah!
Dan kini aku memulai karir pekerjaanku di bidang IT. Tentu saja lagi-lagi aku terlambat dengan teman-temanku yang telah IT belajar 3-4 tahun di perkuliahan. Aku harus memulai semuanya dari nol, meski memang sedikit banyak sudah pernah mempelajari dasar-dasar logiknya di bangku perkuliahan.

      Aku selalu saja terlambat! Namun apakah kegagalan demi kegagalan yang kualami ini akan menyurutkan langkahku untuk terus belajar dan mengejar mimpi-mimpiku? Tidak sama sekali! Masa mudaku belum habis. Pelan tapi pasti, sedikit demi sedikit aku akan terus belajar memperbaiki kekuranganku, mengejar ketertinggalanku. Kegagalan demi kegagalan yang kutemui nantinya hanya akan membuatku semakin kuat. Aku tidak  pernah takut. Tidak ada niatan pula untuk cepat-cepat sampai di tujuan. Karena belajarku, latihanku, ngajiku, adalah sarana bagiku untuk mensyukuri nikmat Tuhanku. Nikmat kecerdasan dan kesehatanku.

     Aku hanya akan terus berjalan. Terus mencari meski tak pernah kutemukan kesempurnaan yang kucari-cari. Sedikit pun tiada pernah kusesali keterlambatanku ini.

Jakarta Selatan, 20 Agustus 2018

6/13/2018

Engkau

Tak peduli seberapa banyak aku belajar, aku tetap saja hambaMu yg bodoh, Engkau lah Yang Maha Mengetahui
Tak peduli seberapa keras aku berlatih, aku tetap saja hambaMu yg lemah, Engkau lah Yang Maha Kuat
Tak peduli seberapa berat aku bekerja, aku tetap saja hambaMu yg miskin, Engkau lah Yang Maha Kaya
Tak peduli seberapa rajin aku beramal, aku tetap saja hambaMu yg berlumur dosa, Engkau lah Yang Maha Suci

Belajarku, latihanku, pekerjaanku, amal baikku, hanyalah topeng untuk menutupi segala kekuranganku

Maka terimalah hambaMu ini dengan segala kekurangannya, dan ampunkanlah dosaku karena Engkau Tuhanku Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang

Blora, 29 Ramadhan 1439 H

5/04/2018

Terus Berjalan

Aku pun terus berjalan
Berjalan tak tahu arah tujuan
Aku terus mencari
Tak tahu apa yang kucari-cari
Berhasil-gagal, kalah-menang, untung-rugi, susah-senang
Sudah tak kupedulikan lagi
Yang kutahu hanya terus berjalan
Tanpa selangkah pun mengkhianati kata hati

1/30/2018

Berkah dari konflik Cebong vs Kampret



     Akhir-akhir ini saya sering mendengarkan ceramah dari Gus Baha melalui channel Youtube. Selain untuk memperlancar ketrampilan maknani kitab kuning saya yang masih begitu-begitu saja, isi kajiannya juga cukup ilmiah sehingga menarik untuk terus diikuti.

     Salah satunya beliau pernah menyampaikan bahwa hasud (dengki) dan permusuhan sesama muslim itu meskipun memang jelek pada kenyataannya juga membawa berkah tersendiri bagi penyebaran dakwah Islam. Misalkan saja konflik antar Gus (istilah untuk anak/mantu Kiai) dalam suatu pondok pesantren yang akhirnya membuat beberapa diantaranya memilih untuk hijrah dan mendirikan pesantren sendiri yang kemudian hari malah menjadi besar. Meski hasud itu jelek namun akhirnya membawa berkah karena penyebaran dakwah islam menjadi semakin luas tidak terkungkung di satu lokasi saja.

     Lain masalah dakwah lain masalah politik. Kontestasi politik yang berkembang saat ini telah melahirkan dua kelompok besar (setidaknya terlihat besar) yang menunjukkan konflik yang tampaknya tak akan mudah terselesaikan sampai Fahri Hamzah menjadi RI 1. “Cebong vs Kampret” begitu orang-orang menamakannya. Berakhirnya Pilpres 2014 dengan terpilihnya Bapak Jokowi sebagai Presiden ternyata tidak mengakhiri konflik kedua kubu ini. Malah semakin memanas lagi terlihat pada kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 kemarin.
Buah dari konflik ini adalah munculnya pengawasan yang cukup ketat bagi petahana dari kubu yang berlawanan. Pak Jokowi yang didukung kubu “cebong” akan selalu dikritisi kebijakannya oleh kubu “kampret” dan dicari-cari kesalahannya untuk dijatuhkan. Sebaliknya Pak Anies yang didukung kubu “kampret” menjadi bulan-bulanan oleh kritikan dari kubu “cebong” atas kebijakan-kebijakannya yang dinilai kontroversial.

      Hampir setiap hari di lini masa sosial media kita selalu ada saja postingan dari salah satu kubu ini. Pihak Anies-Sandi juga terus dibully atas kebijakannya mulai dari penataan tanah abang, reklamasi, penanganan banjir, DP 0%, penataan motor dan becak, hingga perkara memakai sepatu kets dalam kegiatan dinasnya. Sebaliknya, Pak Jokowi terus diserang mulai dari masalah hutang luar negri, UU Ormas, kriminalisasi ulama, tenaga kerja china, kenaikan harga-harga, impor Beras, hingga saat memakai kaos dalam kegiatan dinasnya . Setimpal!

    Apa yang terlihat baik oleh satu kubu, akan diputar balik menjadi terlihat salah oleh kubu lawannya. Pembangunan infrastruktur misalnya, yang dilihat oleh kubu “cebong” sebagai prestasi gemilang Pak Jokowi, oleh kubu “kampret” dianggap sebagai upaya menambah hutang luar negri yang justru akan menyengsarakan bangsa di kemudian hari. Penataan motor dan becak oleh Pak Anies, yang oleh kubu “kampret” dianggap sebagai prestasi dalam keberpihakan terhadap rakyat kecil, oleh pihak “cebong” dianggap sebagai kebijakan yang justru akan meningkatkan kesmrawutan DKI Jakarta. Masing-masing pihak mendadak menjadi begitu kritis dan vokal berpendapat atas kebijakan baru yang dikeluarkan lawan politiknya.

     Meski kita terkadang jengah dengan hoax yang sering beredar serta perang argumen yang tiada hentinya ditampilkan di media sosial ini, namun perlu kita syukuri bahwa inilah perwujudan dari partisipasi aktif masyarakat pada jalannya pemerintahan. Bukankah dengan ini petahana menjadi super hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan supaya tidak menjadi bahan bully-an kubu lawannya? “Cebong” dan “kampret” telah berhasil mengambil alih peran mahasiswa sebagai agen social control! Selama masih ada “cebong” dan “kampret”, mahasiswa bisa tetap tenang menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya, membaca buku teksbooknya yang tebal-tebal itu, atau sekedar cangkrukan dan ngopi-ngopi guna menghilangkan stres atas beratnya beban perkuliahan di kampus.  Inilah keberkahan yang nyata! Hidup Cebong & Kampret Indonesia!

Yogyakarta, 29 Januari 2018

Sigit Arif Anggoro, S.T.