4/17/2015

Game Kehidupan



Alhamdulillah, setelah sekian lama tidak curhat lewat tulisan karena kesibukan dan kemalasan diri sekarang diberi kesempatan untuk sedikit mencurahkan apa yang ada di pikiran.

Kali ini kita berbicara tentang game. Ya, game! Siapa sih yang tidak suka game? Dari anak kecil hinga dewasa, pria-wanita, banyak yang hobi main game. Apalagi di era serba digital ini, dimana game mudah sekali ditemukan, semakin baik kualitasnya dan semakin menggiurkan untuk dimainkan.

Masih ingat di masa kecil dulu saya pertama kali kenal video game dari nintendo, waktu itu belum zamannya main PS. Awalnya kakak yang meminjam dan dibawa main ke rumah, dan sejak itu langsung jatuh cinta. Senangnya lagi ketika orangtua akhirnya membelikan nintendo sendiri untuk kami bermain. Sejak saat itu game menjadi bagian hidup saya.

Banyak orang yang menyatakan main game dapat membuat bodoh/prestasi jatuh, namun saya buktikan tetap bisa di ranking 5 besar kelas meski sering main game di rumah. Tentu ada waktu main, ada waktu belajar, saya berusaha mengimbangi agar tidak ketinggalan.

Dulu orangtua melarang saya bermain PlayStation, kalau Nintendo boleh, Playstation tidak. Hanya ketika di rumah teman saja saya bisa bermain PlayStation. Pernah suatu ketika saat kelas 6, saya diajak teman main di rental PS, tiba-tiba saya menangis dan langsung pulang karena ingat orang tua yang melarang saya. Saya takut kalau ditanya orang tua dan tidak bisa menjawab karena sedari dulu saya tidak suka untuk berbohong. Apalagi karena memang kelas 6 jadi harusnya sudah fokus mempersiapkan UN dan mengurangi bermain.

Pada waktu SMP kakak saya yang sudah bekerja membelikan komputer pertama untuk keluarga saya. Saat itu mulailah beralih dari main game nintendo menjadi game PC. Banyak yang saya mainkan, mulai dari game PC, game house, PSX, GBA, dan lain sebagainya. Salah satu yang saya gemari waktu itu adalah game GBA (Game Boy Advance), selain karena ringan, juga banyak game yang didalamnya terdapat cerita-cerita menarik.

Game yang saya sukai adalah game tipe RPG(Role-Playing Game), game yang punya alur cerita, biasanya menceritakan perjalanan beberapa tokoh yang tergabung dalam kelompok yang awalnya biasa-biasa saja tiba-tiba menjadi sosok pahlawan yang menjadi penyelamat dunia.

Dari game beralur cerita inilah saya bisa sedikit-sedikit belajar bahasa Inggris. Terkadang dulu main game sambil bawa kamus. Tiap ada kata-kata sulit langsung dicari artinya di kamus. Jadi ya lumayan, bisa nambah-nambah vocab dan belajar bahasa Inggris dengan cara yang menyenangkan. Alhamdulillah nilai bahasa inggris saya ketika itu selalu memuaskan.

        Dalam dunia game tokoh sebesar apa pun, awalnya selalu saja hanyalah orang biasa, atau masih kelas rendah, belum punya kemampuan apa-apa untuk mengubah dunia. Ada experience point yang dibutuhkan tokoh untuk naik ke level selanjutnya. Saya suka sekali untuk menjadikan tokoh saya menjadi sangat kuat dan banyak talenta agar semakin mudah mengalahkan lawan-lawannya.

Dalam dunia game semakin lama semakin tinggi tingkat kerumitannya, musuh yang dihadapi juga semakin expert. Namun justru disitulah tantangannya, semakin sulit game semakin menarik untuk dimainkan, semakin kita merasa tertantang untuk memenangkannya.

Namun kita punya kehidupan lain diluar game, dan di kehidupan ini juga ada permasalahan yang harus kita selesaikan. Terkadang kita stres dengan berat/rumitnya permasalahan yang menimpa. Lalu muncullah pertanyaan gila, mengapa tidak menganggap dunia ini sebagai game? Bukankah dalam dunia game semakin rumit permasalahannya justru semakin menarik, semakin membuat kita tertantang untuk menyelesaikan? Mengapa kita tidak menganggap dunia ini sebagai game tiga dimensi yang bisa jadi tingkat kerumitannya lebih kompleks dari game yang pernah kita mainkan selama ini. Semakin menantang bukan?

Bila dalam dunia game kita selalu menginginkan tokoh-tokoh kita menjadi tokoh yang kuat, punya banyak talenta dan terus naik level hingga level tertinggi maka anggap saja diri kita sebagai tokoh itu. Untuk memenangkan permainan sang tokoh harus terus meningkatkan kemampuannya, seperti itu pula kita di kehidupan ini. Kita harus terus meningkatkan kemampuannya dengan memperbanyak belajar dari pengalaman, seperti dalam game yang dikenal dengan istilah exp (experience point).

Semakin banyak pengalaman kita semakin cepat kita naik ke level berikutnya. Biasanya experience point di dapat setelah mengalahkan musuh. Kalau musuh dalam game disini kita analogikan sebagai masalah dalam kehidupan maka pengalaman itu justru kita dapatkan ketika kita mampu bertahan menghadapi masalah. Dan biasanya semakin tinggi level musuhnya semakin besar pula imbalan exp yang akan didapatkan, bila kita analogikan lagi artinya semakin tinggi/rumit level permasalahan yang kita hadapi justru semakin besar kita mendapatkan pengalaman, dan semakin cepat pula kita naik ke level berikutnya.

Inilah yang kemudian saya coba terapkan dalam kehidupan. Saya menyukai tokoh yang kuat, tangguh, dan berkemampuan tinggi dalam dunia game. Seperti itu pula ketika saya menganggap diri saya tokoh utama itu, maka saya akan berusaha menjadikan diri saya semakin baik, terus meningkat hingga level selanjutnya. Tidak mungkin seorang tokoh besar/pahlawan bisa lahir tanpa proses belajar, dan pengalaman yang besar. Dan semua pahlawan dalam game juga awalnya orang biasa-biasa saja, namun karena konsistensinya ia bisa terus meningkat level dan bertambah kemampuannya hingga menjadi seorang pahlawan besar yang mampu menyelamatkan dunia.

Seperti itu pula diri kita. Jangan pernah minder bila hari ini kita bukan siapa-siapa. Tidak punya kepandaian atau keahlian apa-apa, toh semua pahlawan besar juga awalnya bukan siapa-siapa. Yang penting adalah kesadaran kita untuk terus berproses meningkatkan kemampuan diri kita. Ambillah pelajaran dari mana pun bisa kita dapatkan. Jangan pernah ragu untuk belajar, meski terkadang belum tentu yang kita pelajari akan benar-benar kita pakai. Namun setidaknya pengalaman itu akan membuat kita semakin tinggi levelnya. Yang artinya kita akan lebih siap menghadapi berbagai permasalahan yang lebih kompleks di kehidupan ini.

Kemudian dalam game RPG biasanya kita tidak bermain dengan satu tokoh saja. Ada beberapa tokoh yang tergabung dalam kelompok, dan bersama-sama berjuang menyelesaikan misi-misi untuk memenangkan game. Setiap tokoh mempunyai peran masing-masing yang dengannya bisa saling melengkapi untuk menguatkan kelompok.

Seperti itu pula di game kehidupan ini. Kita tidak mungkin berjuang sendirian. Kita membutuhkan teman yang bisa kita ajak bekerjasama untuk bersama-sama berjuang mewujudkan tujuan/cita-cita kita. Kita juga harus tahu peran masing-masing teman kita dan mengkolaborasikannya hingga menjadi kelompok yang kuat. Kalau bahasa kerennya, berjamaah, terorganisir. Dalam bergerak harus bersama-sama dan terorganisir. Karena kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir.

Bila kita menganggap dunia ini hanyalah permainan maka kita tidak akan terlalu bangga ketika mendapatkan kesuksesan, pun tidak akan terlalu sedih ketika menerima kegagalan/cobaan hidup. Toh semuanya hanya permainan, menang kalah sudah biasa. Asal kita bisa terus belajar dan semakin baik dari hari sebelumnya tidak akan ada masalah. Bila kita anggap dunia ini hanyalah game maka kita tidak akan bangga dengan banyaknya harta, tingginya tahta, atau popularitas kita. Semuanya hanya game, yang ketika kita matikan permainannya akan hilang dan hanya akan menjadi kebanggaan yang semu.

Dalam dunia game kita bisa menjadi kaya raya, atau menjadi seorang raja hingga pahlawan dunia. Namun ketika kita matikan gamenya, kita sadari semua itu hanyalah permainan, tidak berpengaruh apa-apa pada kehidupan kita yang sebenarnya.

Beda Game dengan kehidupan nyata

Meski menganggap sebagai game, tentu terdapat perbedaan mendasar yang akan membedakan keduanya. Bila dalam dunia game, ketika game kita matikan kita tidak akan mendapatkan efek apa pun di kehidupan sebenarnya. Di dunia ini, ketika semuanya telah berakhir akan ada hari pertanggungjawaban. Semua hal yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban, sekecil apa pun itu. Balasan surga bagi yang beriman dan beramal shalih, balasan neraka bagi yang kufur lagi dzalim.

Inilah yang membuat permainan dunia ini jauh lebih menantang dari game yang pernah ada di dunia. Jadi ya, kalau dikatakan permainan ya permainan, tapi tetap harus dijalani dengan serius dan sebaik-baiknya. Toh dalam dunia game, kita juga melakukan yang terbaik agar bisa selamat dari musuh yang mengancam kita dan berhasil mencapai tujuan. Bedanya tujuan tertinggi dari game kehidupan kita adalah jannah sedangkan game overnya adalah neraka yang menyala-nyala. Jadi bersungguh-sungguhlah, tunjukkan yang terbaik, namun tetap jalani dengan senyuman dan hati yang gembira. Selamat datang di game kehidupan!

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kalian memahaminya?” (QS. Al An’am 32)

وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahuinya.” (QS. Al Ankabut 64)

إِنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۚ وَإِن تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا يُؤْتِكُمْ أُجُورَكُمْ وَلَا يَسْأَلْكُمْ أَمْوَالَكُمْ

“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.” (QS. Muhammad 36)

Yogyakarta, 17 April 2015

Sigit Arif Anggoro
T.Fisika UGM ‘12


4/01/2015

Nawa Cita, Janji Manis yang tak Kunjung Nyata



Tiga bulan lebih semenjak pemerintahan dipegang oleh pasangan Presiden dan Wakil Presiden, Jokowi-JK. Masih lekat dalam ingatan dalam masa kampanyenya pasangan Jokowi-JK ini sempat mengusung misi Nawa Cita untuk mewujudkan visi Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.  Sekarang Jokowi-JK telah mendapt kepercayaan rakyat untuk memegang kekuasaan. Apakah benar Nawa Cita merupakan cita-cita Jokowi-JK membangun bangsa yang kemudian akan direalisasikan, atau hanya janji pemanis yang dibuat untuk meraih tampuk kekuasaan? Apakah Nawa Cita benar-benar telah sesuai dengan cita-cita bangsa dan sesuai dengan kebutuhan rakyat Indonesia kini?
Berikut sembilan misi yang dijanjikan Jokowi (Nawa cita)
  1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
  2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.
  3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
  4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
  5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar"; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
  6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
  7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
  8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
  9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.
Bila kita lihat tentunya ide pertama mengenai perlindungan terhadap segenap warga negara ini sudah sesuai dengan cita-cita nasional seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Setiap warga negara berhak atas jaminan perlindungan dari negara.  Dimana pun ia berada baik yang di dalam negeri maupun yang bekerja sebagai migran di luar negeri perlu mendapat perlindungan negara. Untuk apa ada negara bila tidak mampu melindungi rakyatnya sendiri?
Sayangnya dalam realisasinya, tidak sesuai dengan kebijakan yang dijalankan pemerintahan Jokowi-JK. Seperti yang diungkapkan Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah terkait penanganan peristiwa hukuman mati yang harus dijalani oleh para tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Anis menyatakan, “Kalau mengingat Nawa Cita yang diucapkan Joko Widodo (Jokowi) saat kampanye calon presiden, rasanya enak betul jadi warga negara Indonesia.” 
“Jokowi menyatakan, peristiwa hukuman mati bagi TKI di luar negeri adalah duka bangsa. Jadi negara harus hadir membelanya. Tapi dalam praktiknya ternyata itu hanya sebatas ngomong saja. Pembelaan terhadap TKI pun tidak pernah dilakukan oleh Negara," ujar Anis, mengutip pernyataan Jokowi. Demikian juga halnya dengan pernyataan Jokowi negara harus hadir melindungi TKI yang sedang menjalani proses hukum.
"Praktiknya, negara selalu absen dalam membela TKI, Jokowi malah menyerahkan lagi urusan perlindungan itu kepada swasta," tegasnya.[1]
Kemudian terjadinya ketidakmerataan pembangunan antara desa-kota memang menjadi kenyataan yang kita hadapi bersama. Tentunya i’tikad baik untuk mulai membenahi pembangunan desa dan daerah tertinggal seperti ini patut kita dukung bersama. Namun apakah benar-benar sudah direalisasikan? Sejauh apa yang pemerintah kerjakan hingga saat ini?
Menurut Ketua Lingkar Kajian Ekonomi Nusantara (LKEN) dan pakar ekonomi perdesaan, Didin S. Damanhuri, dalam seminar “Evaluasi 100 Hari Pemerintahan Jokowi–JK: Membangun dari Pinggiran, Mengapa Pembangunan Perdesaan Macet?” di Jakarta (9/3/2015) pembangunan dari pinggiran (daerah dan perdesaan) adalah suatu paradigma menentang arus atau against of stream terhadap paradigma pertumbuhan ekonomi (growth oriented).
Menurut Didin, semua program tersebut akan terhalang oleh pendekatan growth oriented yang telah diterapkan pemerintahan sebelumnya. Kondisi ini, ironisnya bertolak belakang dengan pernyataan Jokowi sendiri dalam APEC dan ASEAN Summit yang menyatakan Indonesia akan aktif dalam global supply chain.  Target ini tentunya berseberangan dengan target pembangunan kedaulatan pangan dan kemandirian ekonomi, karena produktivitas dan daya saing kita yang rendah. Akibatnya, ketimpangan sosial ekonomi perdesaan yang terjadi selama ini akan semakin jauh.
Peneliti dari Sajogyo Institute, Gunawan Wiradi, menuturkan bahwa membangun dari pinggiran yang saat ini dilakukan barulah metafora. Kemacetan pembangunan ini dikarenakan, ibarat pembangunan jalan, maka bukan jalan utama yang diperbaiki melainkan trotoarnya yang diperindah.
“Ini jargon kampanye politik praktis. Untuk itu, evaluasi target pembangunan harus dilakukan sesuai UUD 1945” ujarnya. Menurutnya, pemerintah harus memenuhi berbagai prasyarat reforma agraria demi perbaikan tata kelola pertanian yang baik.
Misalnya, pengertian reforma agraria ‘bagi-bagi’ 9 juta hektar tanah merupakan pengertian yang salah. Datanya harus lengkap dan akurat, baru bisa dilakukan, termasuk prasyarat untuk memiliki organisasi tani yang kuat. Berdasarkan pengalaman, bila rezim pemerintahan berganti, permasalahan agraria akan muncul kembali. Demikian pula, elit penguasa harus terpisah dari elit bisnis. Saat ini para penguasa adalah pelaku bisnis.
“Jika sejumlah prasayarat ini belum terpenuhi, bagaimana reforma agraria akan dapat dilakukan?”[2]
Terkait reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya sebagai rakyat yang merindukan ditegakkannya keadilan hukum tentu kita sangat senang dengani’tikad baik Jokowi-JK yang satu ini. Selama ini sering sekali terjadi tindak penyelewengan penegakan hukum yang imbasnya hanya merugikan kalangan lemah, sementara kalangan elit dan berduit selau saja kebal hukum. Hal ini tentu membuat kita gerah dan rindu akan perubahan nyata.
Namun apa yang terjadi pada awal kepemimpinan Jokowi-JK justru membuat kita semakin miris, yakni saat terjadi kriminalisasi KPK. Beberapa ketua KPK ditangkap, serta diangkatnya Komjen Pol Budi Gunawan yang sebelumnya masuk dalam list merah KPK karena rekening gendutnya, dan kemudian dinyatakan sebagai tersangka.
Alih-alih memberantas korupsi, pemerintah justru membiarkan perangkat pembasminya dikebiri dan dilemahkan. Entah apa alasannya namun tindakan pemerintah Jokowi ini tentu membuat para pegiat antikorupsi dan rakyat secara umum kecewa dengan pemerintahan Jokowi-JK. Bagaimana hendak memberantas korupsi bila KPK dilemahkan dan orang-orang “bermasalah” justru diangkat di posisi-posisi penting penegakan hukum.
Selain dari permasalahan di atas, permasalahan lain juga muncul dari ketersediaan ruang fiskal. Meski ada ruang fiskal sebesar Rp 155 triliun dalam RAPBN Perubahan 2015, dana tersebut tidak cukup untuk mewujudkan agenda prioritas Jokowi-JK Nawa Cita. Pemerintah perlu lebih mendorong investasi dari swasta maupun BUMN, dengan yang tidak mencukupi untuk realisasi agenda prioritas Jokowi-JK Nawa Cita.
Dari ruang fiskal tersebut, sekitar Rp 94 triliun digunakan untuk menaikkan anggaran infrastruktur 47,96%, dari Rp 196 triliun dalam APBN 2015 menjadi Rp 290 triliun dalam RAPBN Perubahan 2015. Meski sudah dinaikkan, anggaran infrastruktur Indonesia masih jauh lebih kecil dari kebutuhan. Sedangkan sumber ruang fiskal adalah dari penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang totalnya Rp 230 triliun, setelah pemerintah menghapus subsidi premium di Jawa, Madura, dan Bali serta memberlakukan subsidi solar tetap hanya Rp 1.000 per liter.
“Ruang fiskal itu belum cukup untuk menopang pencapaian Nawa Cita. Untuk belanja infrastruktur dan sarana kebutuhan pemerintah saja sedikitnya dibutuhkan Rp 400 triliun dalam APBN tahun ini,” kata Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Andrinof A Chaniago kepada Investor Daily di Jakarta, Minggu (11/1).[3]
Nawa Cita yang sejak awal digembar-gemborkan pada realisasinya belum memiliki perencanaan program yang jelas. Pemerintahan Jokowi-JK selama ini hanya melakukan blusukan demi blusukan, namun belum kunjung membuat perancanaan program yang jelas. Seharusnya bila benar-benar serius direncanakan mana program yang hendak dilaksanakan terlebih dahulu, mana yang ditunda. Bila tidak terealisasi semuanya pun tidak masalah selama sudah diupayakan secara maksimal realisasi sebagian agenda Nawa Cita.
Namun kerja yang dilakukan pemerintah kini seperti tanpa arah, belum jelas apa yang akan dikerjakan. Bila terus seperti ini, maka publik berhak mempertanyakan, bahkan menggugat. Jangan-jangan Nawa Cita hanya sebatas janji manis yang digunakan Jokowi-JK untuk meraih tampuk kekuasaan. Bila benar demikian, maka berarti rakyat kita sudah ditipu dan dipermainkan. Tidak selayaknya kita diam, kita akan terus melawan segala bentuk kedzaliman pada rakyat Indonesia. Semoga Allah selamatkan bangsa ini dari ketidakadilan penguasa.  


Sigit Arif Anggoro
Teknik Fisika UGM '12
Referensi: