3/30/2013

Pemuda Mental ‘Galau’




Sungguh miris bila melihat mental pemuda/i muslim di era ini. Hidupnya hanya berputar pada hal-hal yang lebih banyak mudhorotnya. Seperti dalam siklus ‘pacaran’, mulai dari pedekateàjadian àkonflikàputusàganti pacar, yang semuanya akan mengarah pada kata ‘galau’. Mirisnya lagi hampir seluruh hidupnya akan diabdikan pada si ‘dia’ yang belum tentu juga jadi jodohnya. Seolah-olah hidup ini cuma untuk si ‘dia’.
Tak Cuma hidup, sampai mati pun rela asal untuk si ‘dia’. Mau makan ingat si ‘dia’, mau tidur ingat si ‘dia’, sedang sedih ingat si ‘dia’ (jadi mirip lagu ya). Lalu dimana Allah? Seakan-akan si ‘dia’ telah menjadi ‘ilah’ lain selain Allah, na’udzubillah. Padahal seharusnya hanya u/ Allah, Rasul dan agamaNyalah hidup dan mati kita. “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.”(QS Al-An’am 162)
Alangkah ruginya, mengorbankan waktu, dana, tenaga, bahkan agama dan kehormatannya hanya untuk mencari keridhoan manusia yang belum tentu jadi jodohnya. Anehnya sudah tahu rugi, setelah putus cinta tak jua ‘sadar’ malah mencari mangsa lainnya, na’udzubillah. Padahal sudah jelas perintahNya untuk tidak mendekati zina. Semua peringatan tidak diindahkan, entah karena tak tahu atau sengaja tak mau tahu.
Input Bobrok
Tak aneh bila sering kita temukan remaja bermental demikian karena sejak awal ‘inputnya’ memang sudah bobrok. Mulai dari lagu-lagu yang kebanyakan memang bertemakan percintaan yang galau, cengeng, perselingkuhan dan sejenisnya. Hingga tayangan-tayangan di TV dan tabloid remaja yang kebanyakan bertema serupa. Yang lebih miris lagi sampai lagu anak-anak pun bertemakan percintaan, na’udzubillah.
Dalam sinetron, anak SD saja sudah bisa pacaran. Artis-artis cilik pun (afwan) bukannya memberi contoh yang baik malah mempromosikan lagu-lagu dewasa yang bertemakan serupa. Tak aneh bila sekarang kita temui banyak anak SD sudah berani pacaran, na’udzubillah. Entah mengapa ‘virus’ ini terus menyebar di negeri kita tercinta.

Mau dibawa kemana?
Bila mental pemudanya sudah demikian, lalu mau dibawa kemana masa depan agama, bangsa dan negara ini? “Pemuda sekarang adalah pemimpin esok hari”. Lalu bila pemudanya demikian akan seperti apa hari esok untuk negeri ini?? Padahal masih banyak yang harusnya disiapkan, masih banyak yang perlu dipikirkan oleh para pemuda.
Pemuda dahulu selalu menjadi tonggak perubahan, penegak keadilan, pionir dari perbaikan bangsa ini. Mulai dari sumpah pemuda, peristiwa rengasdengklok, runtuhnya orde lama, runtuhnya orde baru dan bangkitnya reformasi semua dipelopori oleh pemuda. Lalu bagaimana nasib bangsa ini bila pemudanya sudah ‘mlempem’ dan tidak peduli lagi pada yang lain selain si ‘dia’? Tidak kritis lagi karena di otaknya hanya memikirkan bagaimana menarik perhatian si ‘dia’?Na’udzubillah.
Pantas saja kasus korupsi semakin menjadi-jadi, karena para pemudanya sudah tak lagi peduli. Pantas saja kekayaan bangsa sering dieksploitasi ‘asing’ karena pemudanya tak mau memikirkan cara untuk mengelolanya sendiri. Pantas saja, kasus narkoba tak ujung tuntas karena pemudanya tak merasa perlu untuk segera menuntaskan, bahkan malah terjebak jadi penggunanya. Pantas saja kasus pelecehan seksual hingga aborsi tak kunjung henti karena pemudanya tak pernah memikirkan solusi justru terlibat didalamnya.
Itu baru masalah di dalam negeri. Lalu bagaimana dengan nasib muslim di negeri lainnya? Bagaimana dengan Gaza? Suriah? Rohingnya? Kapan terpikirkan untuk memberi bantuan bila di pikirannya hanya ada si ‘dia’ dan ‘dia’ seorang? Wahai, sudah seegois itukah pemuda-pemudi kita??
Solusi
Bila benar-benar ingin menyelamatkan negeri ini maka seharusnya masalah ini tidak dianggap sebagai hal sepele. Kita merindukan sosok pemuda muslim yang teguh dengan idealismenya. Kita merindukan sosok pemuda yang kritis dan selalu memperjuangkan kebenaran. Kita merindukan sosok pemuda muslim yang kreatif, solutif dan cerdas dalam menyelesaikan segala permasalahan.
Sekali lagi semua berawal dari input. Bila diinginkan ‘output’ pemuda muslim yang anti galau maka media sebagai ‘input’ pun harus merevolusi diri, dan beralih menampilkan tayangan/tulisan yang positif. Pemuda muslim harus kembali lagi didekatkan pada agamanya. Dikenalkan pada Qur’an dan sunnah-sunnahNya. Wallohua’lam bisshowwab

Oleh: Sigit Arif Anggoro

No comments:

Post a Comment