11/19/2014

Pemuda Muslim sebagai Arsitek Peradaban



Suatu peradaban, tidak begitu saja datang dengan tiba-tiba, ia hadir dan unggul melalui pergulatan masyarakat melalui perubahan-perubahan kecil yang terus menerus meningkatkan kebudayaan masyarakat. Kekuatan penggerak (Driving Force) itu selalu tumbuh dari sejumlah kecil orang “pilihan” (Minority Creative). Mereka adalah sejumlah kecil orang yang bersungguh-sungguh memikirkan, membangun kekuatan, menggerakkan kebudayaan masyarakat, bagai “arus gelombang” yang secara terus menerus serta teratur bergerak untuk menyerap dan mewarnai pola pikir, pola tindak, atau pola sikap kelompok-kelompok masyarakat.
Siapakah sejumlah kecil orang-orang kreatif itu? Siapakah yang mau mengubah zaman untuk membangun suatu peradaban baru dengan tatanan yang diperbarui? Mereka, tidak lain adalah kalangan kaum “muda terpelajar” atau orang yang dekat dengan kalangan muda terpelajar. Ya, siapa lagi kalau bukan pemuda? Akankah kita harapkan perubahan besar dari orang tua yang sudah kehilangan keberanian dan daya juangnya? Akankah kita harapkan perubahan besar dari anak kecil yang masih sibuk dengan permainannya?
Kekuatan penggerak itu selalu saja berawal dari generasi muda terpelajar. Siapakah sahabat Isa a.s. dan Muhammad SAW yang dengan setia membantu perjuangan dakwah mereka? Mereka adalah para pemuda, mereka telah mengubah peta peradaban dunia! Siapakah yang menaklukkan Konstantinopel, kota yang hampir tak tertembus pertahanannya? Dia adalah pemuda 21 tahun, Muhammad Al Fatih dengan pasukannya. Bahkan sedemikian istimewanya pemuda sampai ada kisah Ashabul Kahfi yang diabadikan dalam Qur’an.
Mereka adalah tujuh anak muda yang rela meninggalkan istana, disebabkan pemerintahannya demikian zalim. Mereka tinggalkan kemewahan dan popularitas demi menjauh dari segala bentuk tirani, lalu rela untuk tinggal di gua (berhijrah), kemudah Allah mempersaksikan kepada tujuh anak muda itu untuk mengetahui lahirnya zaman baru, yaitu pemimpin yang memerintah dengan cara yang adil, setelah lebih dari 100 tahun berlalu
“... Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami anugerahkan kepada mereka petunjuk...” (Q.S. Al-Kahfi: 3)


Pemuda selalu identik dengan semangat yang tinggi, kreatif, inovatif, pemberani, pembelajar, penggerak, idealis, herois dan daya juang yang tinggi. Dibandingkan fase kehidupan lain, masa muda memang memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan Allah sebut sebagai masa-masa kuat diantara dua masa lemah yakni masa kanak-kanak dan masa tua. Tak pelak banyak sekali perubahan besar suatu bangsa yang berawal dari gebrakan para pemudanya.
Dalam sejarah pergerakan nasional sendiri jelas sekali peran pemuda sebagai pendobrak lahirnya peradaban bangsa. Kebangkitan Nasional pada 1908 yang ditandai dengan lahirnya Budi Utomo (tanpa mengesampingkan peran SI) menunjukkan peran dari kalangan muda terpelajar dalam inisiatifnya membangkitkan kesadaran berorganisasi nasional. Hingga kemudian lahirlah organisasi-organisasi pemuda kedaerahan seperti Pasundan (1914), Jong Sumatranen Bond (1917), Sarekat Sumatera (1918), Ambonsch Studie Fond (1909), Menamuria (1911), Rukun Minahasa (1912), Yong Minahasa (1919), Tri Koro Darmo (1918).
Lahir pula organisasi sosial keagamaan seperti Muhammadiyah (1912), Jong Islaminten Bond (1924), Pemuda Kaum Betawi, Jong Celebes dan masih banyak lagi organisasi pemuda. Merekalah yang pada akhirnya bersatu mengikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Sebuah sumpah yang menyatakan kesatuan tekad untuk menyatukan nusantara dalam satu barisan hingga puncaknya bisa merebut kemerdekaan pada 1945. Masih ingat peristiwa Rengasdengklok? Disini kembali kita lihat kepeloporan pemuda yang dengan yakin menculik senior-senior mereka, yakni para pejuang republik yang telah matang dalam berpolitik dan penuh kehati-hatian di masa itu untuk menyegerakan pemroklamasian kemerdekaan RI.
1966, ketika Presiden Soekarno mulai “melenceng” dari jalurnya kaum muda terpelajar yang dalam hal ini direpresentasikan oleh mahasiswa kembali tampil di garda terdepan untuk meluruskan. Gugurnya sang martir perubahan Arief Rahman Hakim dan dibubarkannya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) oleh keputusan Presiden bukannya menghentikan justru semakin membakar semangat heroisme mahasiswa untuk melakukan aksi perlawanan dengan tuntutannya Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura) di antaranya bubarkan PKI dan turunkan harga. Gerakan intelektual kaum muda di tahun 1966 ini mendapat dukungan dari kalangan militer dan kalangan Islam yang memang anti komunis.
1998, ketika pemerintahan Orde Baru sedemikian otoriter pemuda kembali tampil di garda terdepan dalam memunculkan gelombang arus reformasi yang dengannya menumbangkan rezim Soeharto. Aksi mahasiswa ’98 ini hanyalah puncak akumulasi dari pergerakan mahasiswa sebelumnya, seperti gerakan mahasiswa di tahun 1971 (aksi penolakan TMII), 1974- Peristiwa Malari (aksi penolakan monopoli Jepang) dan aksi ’78 (protes atas Sidang MPR). Mahasiswa tampil untuk membebaskan rakyat dari penderitaan panjangnya akibat “kepengapan atas ruang politik” bangsa, ditambah dengan kondisi ekonomi yang “ambruk” akibat krisis multidimensi.
Dari sejarah kita belajar bahwa kalangan muda terpelajar selalu saja menjadi ujung tombak penggerak peradaban bangsa. Lebih tepatnya menjadi seorang arsitek peradaban, yang bukan hanya mengubah, menjatuhkan rezim, namun tampil memberikan rancangan, solusi sistem yang lebih baik bagi bangsanya. Dan bila kita teliti lagi, maka pergerakan pemuda dari awal kemerdekaan hingga sekarang selalu saja dipelopori oleh kalangan pemuda muslim, seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) di masa Orde lama, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) pada akhir era Orde Baru.
“Mereka adalah pemuda-pemuda yang memiliki kepeloporan, keberanian, beriman, bertakwa, menjunjung tinggi hak kebenaran bagi dirinya dan untuk kepentingan bangsa. Mereka adalah pemuda yang idealis, patriotis, disiplin, mandiri, dan mau terus belajar serta bekerja keras, selalu berdialog dengan dirinya dan alam sekitarnya, sangat peka, jiwanya ‘selalu gelisah’, tidak puas dengan keadaan yang ada, dan senang akan hal-hal yang rohani” (Firdaus Syam)1.

Pemuda Muslim Tidak Boleh Berhenti Belajar
Selain tampil sebagai penggerak peradaban bangsa, pemuda tetap tidak boleh meninggalkan kewajibannya untuk terus belajar dan menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Seperti pesan Imam Syafi’i kepada pemuda
“Barangsiapa yang tidak menggunakan masa mudanya untuk mencari ilmu, maka bacakan takbir empat kali.”
“Demi Allah, hakikat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa. Jika kedua hal itu tiada padanya maka tak bisa disebut pemuda”(Lihat buku Koleksi Syair Imam Syafi’i, karya Yusuf Syekh Muhammad al-Baqi [Terj. Drs. Abdul Rauf Jabir, Pustaka Amani Jakarta]).
Tentu tidak benar ketika karena kesibukannya sebagai aktivis, seorang mahasiswa justru meninggalkan kewajibannya untuk terus belajar. Bahkan belajar tidak boleh dibatasi sebagai aktivitas kuliah di dalam ruang-ruang kelas. Pemuda yang direpresentasikan ke dalam sosok mahasiswa seharusnya terus belajar dari mana pun pelajaran itu bisa didapatkan.
Belajar berorganisasi, belajar agama, belajar sejarah, sosial politik, wirausaha, harus tetap dilakukannya meskipun tak jarang bersebrangan dengan pelajaran kuliahnya. Apa jadinya bila Ir. Soekarno hanya mempelajar ilmu teknik mampukah tampil sebagai proklamator sekaligus Presiden Pertama bangsa Indonesia? Pemuda kini adalah pemimpin esok hari, maka bila ingin pemimpin esok lebih baik dari sekarang maka harus disiapkan dari para pemudanya
Seperti yang dikatakan H.O.S. Tjokroaminoto: “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepandai-pandai siasat.” Seorang pemuda harus memanfaatkan waktu mudanya untuk membekali dirinya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Mungkin memang tak mudah, menjalankan peran ganda sebagai pencari kebenaran dan pembela kebenaran. Namun memang seperti itulah seharusnya yang dilakukan seorang muda terpelajar.
Sebagaimana dikemukakan Mohammad Hatta: “Tanggung jawab akademikus adalah intelektual dan moral! Ini terbawa oleh tabiat ilmu itu sendiri, yang wujudnya adalah mencari kebenaran dan membela kebenaran.2
“Yang menjadi tragedi dunia ini mereka yang pandai mencipta sedikit pengalamannya, dan mereka yang berpengalaman lemah ciptaannya. Orang yang gila-gilaan bertindak atas ciptaan dengan tiada pengetahuan: orang yang sombong betindak atas pengalaman dengan tiada ciptaan. Tugas universitas adalah mempertalikan keduanya, yakni penciptaan dan pengalaman3” (A.N. Whitehead)

Tantangan Pemuda Islam kini dan nanti
Setiap masa selalu memiliki peluang dan tantangannya masing-masing. Bila di era sebelum kemerdekaan pemuda menghadapi tantangan dari dominasi penjajah, di Orde Lama pemuda berhadapan dengan ancaman komunisme, Orde Baru dihadapkan tantangan rezim yang otoriter, maka di era reformasi ini kita mengalami tantangan lain.
Tantangan itu bukan hanya datang dari luar seperti sebelum-sebelumnya namun juga datang dari dalam tubuh pemuda itu sendiri, yakni dengan menurunnya moral pemuda, serta meningkatnya penyimpangan sosial yang dilakukan para pemuda kita. Pergaulan bebas, tawuran antar pelajar, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, gang motor, pecandu game, dan masih banyak lagi tindakan negatif yang dilakukan pemuda-pemuda kita.
Kebebasan disalahartikan menjadi bebas sebebas bebasnya, hingga banyak yang jadi kebablasan. Padahal seperti yang dijelaskan sebelumnya pemuda memiliki tanggung jawab yang begitu besar sebagai penggerak peradaban. Lalu apa jadinya bila pemuda yang harusnya tampil di garda depan dalam perbaikan bangsa ini malah menjadi objek yang perlu diperbaiki? Bila pemuda kini jatuh dalam penyimpangan demi penyimpangan lalu siapa yang akan memperbaiki pemerintahan yang menyimpang? Seperti apa pemimpin kita esok hari?
Untuk itulah di masa-masa seperti ini hanya pemuda muslim yang teguh dengan keimanan dan ketakwaannyalah yang masih bisa kita harapkan untuk memperbaiki bangsa ini. Dengan iman dan takwanya yang kokoh ia tidak akan mudah terombang ambing oleh arus zaman yang semakin carut marut. Ia tidak akan terpengaruh pemahaman-pemahaman maupun gaya hidup menyimpang yang diadopsi dari Barat.
Mereka adalah para santri, aktivis masjid, aktivis kampus yang menghabiskan waktunya untuk terus memperbaiki diri dan lingkungannya. Mereka bagaikan mutiara di tengah lautan, bagaikan lentera-lentera yang tetap bersinar meski sekitarnya gelap bahkan sinarnya menerangi sekitar dan membangkitkan lentera-lentera lainnya. Mereka tetap teguh dengan idealismenya, tetap yakin dengan cita-citanya.
Di tengah-tengah zaman yang semakin rusak mereka terus menyimpan harapan akan datangnya hari esok yang lebih baik. Mereka tidak takut dengan celaan orang-orang yang mencela. Tidak menyerah dengan masalah yang menimpa dalam perjalanan memperbaiki dunia. Hanya kepada Allah mereka bertawakkal, dan hanya karena Allah mereka tetap berdiri tegar. Mereka lah yang akan memimpin bangsa ini esok hari dan menyelamatkannya dari jurang kehancuran.
Kemudian tantangan selanjutnya adalah tantangan ilmu pengetahuan modern yang saat ini dikuasai oleh peradaban Barat. Sebagaimana dikemukakan Syed Naquib Al Attas:
“I venture to maintain that the greatest challenge that has surreptitiously arisen in our age is the challenge of knowledge, indeed, not as against ignorance; but knowledge as conceived and disseminated throughout the world by Western civilization.”
(Prof. Syed Muhammad Naqub al-Attas).
Tantangan dunia islam kini adalah tantangan ilmu pengetahuan, yang mana saat ini Barat mengungguli dalam segi ilmu pengetahuan sehingga kita pun harus belajar dari Barat dalam segi ilmu pengetahuan modern. Padahal ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, otomatis kita harus belajar dengan perspektif Barat yang sekuler. Inilah yang menimbulkan banyak masalah sehingga tak jarang ditemui pembelajar-pembelajar kita yang berpikiran sekuler seperti yang dilakukan Barat. Tantangan kita adalah bagaimana mewujudkan islamisasi ilmu pengetahuan, bagaimana antara islam dan ilmu pengetahuan tidak terjadi pertentangan.
Yang Perlu Dilakukan Pemuda Muslim
Memang tantangan yang dihadapi pemuda muslim kini lebih kompleks, namun bukan berarti membuat kita menyerah dan berhenti berharap akan hadirnya hari esok yang lebih baik. Seperti diungkapkan di awal, banyak perubahan besar yang digerakkan hanya dari sekelompok kecil orang-orang kreatif ( A Tiny creative minority). Maka sedikitnya jumlah tak boleh membuat kita pasrah dan menyerah. Beberapa hal yang perlu dilakukan pemuda muslim diantaranya
  1. Menguatkan akidah
Akidah adalah pondasi dasar bagi setiap muslim. Maka sebagai seorang muslim sudah selayaknya pemuda yakin tiada kemuliaan tanpa islam, hanya dengan jalan syariat-Nya lah kemenangan ummat bisa didapat. Mereka harus yakin kemenangan itu datangnya dari Allah, maka hanya kepada Allah mereka menggantungkan usahanya, bukan pada sebab-sebab dunia.
  1. Bergerak dalam suatu jama’ah
Kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir. Maka dalam mencapai tujuan yang mulia sudah sepantasnya pemuda muslim bekerja sama dalam suatu jamaah. Kuatnya islam ada pada kuatnya jamaah, sekumpulan domba tidak akan takut dimangsa serigala, sebaliknya domba yang sendirian akan lebih rentan dimangsa serigala maka bekerja dalam sebuah jamaah/organisasi menjadi suatu keharusan.

  1. Memperdalam ilmu agama
Bagaimana mungkin hendak memenangkan islam bila tidak tahu apa itu islam, tidak tahu mana yang bersumber dari nilai-nilai islam, mana yang bukan, serta tidak tahu bagaimana islam mengatur kehidupan. Maka sudah selayaknya pemuda islam terus memperdalam ilmu agamanya di sela-sela kegiatan belajar/kuliah maupun aktivitasnya berorganisasi.
  1. Memperdalam ilmu pengetahuan modern sesuai bidang minatnya
Seperti disampaikan sebelumnya tantangan terbesar kita adalah mewujudkan islamisasi pengetahuan, menyatukan kembali ilmu pengetahuan ke pangkuan umat islam, sehingga tidak ditemui pertentangan di antaranya. Selama ilmu pengetahuan kita masih mengekor Barat selama itu pula umat islam tidak bisa mengungguli peradaban Barat. Maka memperdalam ilmu pengetahuan modern sesuai bidang minat masing-masing harus tetap dilakukan pemuda islam.
  1. Terlibat dalam kegiatan perbaikan moral masyarakat terutama pemuda
Hal selanjutnya yang tidak kalah penting adalah bagaimana pemuda harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan pendidikan moral/ pembinaan/ perbaikan individu masyarakat terutama pemudanya. Sebisa mungkin kita selamatkan generasi muda dari bangsa ini dengan memperbaiki moral mereka. Kaderisasi menjadi hal yang teramat penting agar para pejuang perbaikan tidak kehilangan penerusnya karena jalan untuk memperbaiki bangsa ini adalah jalan yang panjang, tidak cukup diemban oleh satu generasi saja.
Memang tidak mudah merancang suatu peradaban yang lebih baik. Banyak tantangan yang dihadapi pemuda kita, namun kita harus tetap bergerak, tidak boleh berhenti menyerah pada keadaan. Belajar dan terus belajar, berkontribusi dengan didasari cita-cita yang tinggi harus tetap dilakukan pemuda islam karena mereka lah sang arsitek peradaban.

  1. Pemuda muslim memiliki peran sebagai arsitek peradaban suatu bangsa
  2. Tantangan yang dihadapi pemuda muslim kini lebih kompleks terutama berasal dari pengaruh peradaban Barat
  3. Untuk menjalankan perannya pemuda muslim harus berpegang teguh pada aqidahnya, bergerak dalam suatu kelompok/jamaah/organisasi, terus memperdalam ilmu agama dan ilmu dunia serta berkontribusi aktif bagi perbaikan moral dan akhlak pemuda.


Referensi:
1.       Firdaus Syam, Renungan Bacharuddin Jusuf Habibie: Membangun Peradaban Indonesia, Jakarta, Gema Insani Press. 2009, hlm. 27.
2.       Ibid, hlm 3.
3.       Mohammad Hatta, “Tanggung Jawab Moral Kaum Intelektual”, dalam Aswab Mahasin dan Ismet Natsir (pnyt.), Op.cit, hlm. 6.

No comments:

Post a Comment