11/19/2014

Membangun Indonesia Madani




Pemilu Presiden kemarin cukup istimewa karena dilaksanakan tepat di bulan Ramadhan, disaat umat islam di seluruh dunia menunaikan salah satu rukun islamnya. Bulan Ramadhan adalah sebaik-baik bulan, bulan penuh kemuliaan, rahmat, ampunan, bulan diturunkannya Al Qur’an, bulan yang teramat istimewa di kalangan umat islam. Kajian-kajian, diskusi keagamaan, lomba-lomba keislaman, bakti sosial, kelompok tilawah, tayangan religi, hingga lagu-lagu religi tiba-tiba bermunculan di bulan ini. Semuanya berlomba-lomba untuk beramal dan memperbaiki diri. Inilah bulannya umat Islam.
Tentunya tidak ada salahnya pula bila kita mengharapkan adanya perubahan pada bangsa ini untuk menjadi lebih baik, menjadi negeri yang baldatun thayyibatun wa robbun ghafur. Perubahan adalah suatu keniscayaan. Yang menjadi pertanyaan adalah perubahan seperti apakah yang kita harapkan?  Apakah semakin mendekati keridhoan-Nya atau justru sebaliknya?
Indonesia adalah negara yang besar, yang telah Allah lebihkan dari negara lain dengan berbagai kenikmatan. Kekayaan alam yang melimpah, budaya, wilayah yang luas, mencakup daratan dan lautan, flora, fauna, iklim yang stabil, jumlah penduduk yang besar, dan masih banyak lainnya. Sebagai negeri dengan penduduk muslim mayoritas tentu kita mengharapkan Indonesia bisa menjadi negeri yang madani. Negeri yang pemimpinnya adil dan rakyat yang dipimpinnya hidup damai sejahtera.
Kita menginginkan terwujudnya maqashidus syariah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni untuk menjaga agama, jiwa, harta, nasab, dan akal manusia. Menjaga agama artinya tidak ada paksaan dalam memeluk agama, kebebasan beragama dilindungi, namun bukan berarti membebaskan sebebas-bebasnya karena kita punya Pancasila dengan sila Ketuhanannya, setiap warga negara harus memilih agamanya masing-masing.
Menghormati perbedaan keyakinan bukan berarti mencampuradukkan (sinkretis). Tentu tidak benar bila diadakan acara-acara peribadatan bersama antar agama seperti ritual doa bersama, natal bersama, dan lain sebagainya. Karena perkara ibadah tidak bisa dicampur adukkan “Lakum diinukum waliyadiin”(untukmu agamamu dan untukku agamaku). Maka menjaga agama berarti menghormati pendirian tiap agama untuk tidak berserikat dalam perkara peribadatan namun tetap ber-muamalah dalam perkara-perkara dunia, seperti dalam perdagangan, pekerjaan, tata negara, pendidikan, dan lain sebagainya. Hendaknya negara tidak memaksakan seorang muslim untuk bersama-sama merayakan peringatan hari-hari besar keagamaan lain karena yang seperti ini bisa meruntuhkan aqidah yang sudah kita bangun baik-baik.
Menjaga harta, artinya agar setiap harta sampai kepada yang berhak, tidak ada segala bentuk manipulasi, pencurian, korupsi, dan cara-cara lain untuk memperoleh harta dengan jalan yang tidak dibenarkan. Ini juga menjadi tantangan pemerintah kini karena Indonesia pada kenyataannya belum bisa melepaskan diri dari jerat-jerat korupsi, baik dari lini eksekutif, legislatif maupun yudikatif, masih saja ditemui beberapa oknum yang terlibat korupsi.
La Ode Ida, Wakil Ketua DPD RI, menyatakan, praktik korupsi selama rezim pemerintahan SBY dinilai jauh lebih parah dibandingkan korupsi sebelum era reformasi tahun 1998. Korupsi saat ini terjadi di semua lini dan level, baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif1. La Ode Ida mengatakan, korupsi saat ini jauh lebih parah karena pejabat dan politikus justru merawat dan saling menjaga tindakan koruptif sesama mereka, mirip apa yang dilakukan mafia.
Parahnya, bukannya diberikan hukuman yang menimbulkan efek jera, pemerintahan SBY justru kerap memberi obral remisi bagi para koruptor yang sudah dipidana. Kalau di Arab, koruptor dipotong tangannya. Di China, koruptor dipotong lehernya. Di Indonesia? Koruptor dipotong masa tahanannya! Inilah tantangan cukup besar bagi kepemimpinan nasional yang akan datang. Mampukah pemerintah berlaku tegas?
Menjaga akal artinya memastikan agar akal setiap manusia tidak terganggu sehingga ia bisa berfikir secara jernih. Diantara yang dapat merusak akal manusia adalah khamr, minuman yang memabukkan. Pemerintah harusnya bisa tegas mencegah setiap peredaran minuman keras, bukan malah melindunginya. Karena selain jelas keharamannya ia juga merusak akal manusia, pun juga dengan peredaran berbagai obat-obatan terlarang/ narkotika. Ini menjadi tantangan besar bagi kepemimpinan mendatang untuk menumpas tuntas peredaran narkotika di Indonesia.
Menjaga jiwa artinya melindunginya dari segala bentuk tindak kriminal, dari mulai kekerasan fisik, hingga tindak pembunuhan. Bila dalam syariat islam kita mengenal istilah qisash, mata dibalas dengan mata, tangan dibalas dengan tangan, nyawa dibalas dengan nyawa. Tentunya penerapan hukum qisash sudah menjadi keadilan-Nya karena dengan inilah kita bisa menjaga nyawa seseorang. Dalam qisash ada kehidupan.
Kita lihat selama ini masalah ini juga menjadi masalah yang cukup pelik di Indonesia. Mulai dari kekerasan pada wanita dan anak-anak, kekerasan dalam rumah tangga, hingga tindak pembunuhan yang semakin sering terjadi, kita masih perlu berupaya keras untuk memperjuangkan terlindunginya jiwa setiap warga negara Indonesia. Tentunya butuh kerjasama dari berbagai elemen masyarakat untuk mewujudkannya.
Menjaga nasab artinya menghindari terjadinya segala perbuatan zina yang akan mengarahkan terputusnya nasab sang anak dari orang tuanya. Ini juga menjadi salah satu PR bagi kepemimpinan nasional yang akan datang. Naas melihat banyaknya perzinaan yang terjadi di masyarakat, mulai dari remaja, dewasa hingga tua. Apalagi melihat generasi muda yang semakin kebablasan dan terjebak dalam pergaulan bebas. Data KPAI tahun 2008 menunjukkan 62% siswi SMP di Jakarta sudah kehilangan kegadisannya. Data lain menunjukkan kalau di kota-kota besar lainnya, mulai dari Bandung, Yogyakarta, sampai Surabaya, sekitar 30-50% remaja putri sudah pernah berzina, na’udzubillah.
Pemerintah seharusnya mendukung berbagai upaya untuk meminimalisir terjadinya tindak asusila ini, seperti yang telah dilakukan Ibu Risma dalam upayanya menutup gang dolly. Seharusnya ini menjadi inspirasi untuk menutup lebih banyak lokalisasi di Indonesia. Tentu kita perlu mendata dan melakukan pendidikan ketrampilan kerja bagi para PSK yang sebelumnya hanya menggantungkan hidupnya dari lokalisasi. Membiarkan lokalisasi berarti menyetujui tindakan perzinaan terus menerus berlangsung. Yang seperti ini tentu tidak bisa kita benarkan dan tidak bisa kita biarkan berlarut-larut. Semoga Allah jadikan negeri ini negeri yang madani. Aamiin. Wallohua’lam  



No comments:

Post a Comment