8/10/2013

Memang Tak Mudah untuk Mengingatkan



Ada yang berbeda dari Ramadhan tahun ini. Bila biasanya Ramadhan dengan keluarga di Blora, kali ini hampir sebulan saya habiskan hari-hari Ramadhan di Jogja, lebih tepatnya di pondok pesantren Al Barokah tempat saya berteduh dan menimba ilmu agama. Memang Ramadhan ini di pondok saya semakin padat kegiatannya. Mulai dari ngaji kitab, ngaji qur’an, tarawih, tadarrus, hingga beberapa perlombaan yang diselenggarakan panitia Ramadhan pondok.
Kebetulan untuk tahun ini saya pribadi juga diminta membantu kepanitiaan yakni di bagian keamanan. Tugasnya sebenarnya simpel, hanya ‘ngoprak-oprak’(mengingatkan) santri lain untuk segera mengikuti berbagai kegiatan pondok. Mulai dari membangunkan sahur, mengingatkan Shubuh berjamaah, mengingatkan ngaji, tarawih, dan kegiatan-kegiatan Ramadhan lain yang sudah disiapkan panitia acara. Dengan tugas lainnya membuat jadwal piket lebaran.
Intinya saya harus memastikan santri mengikuti rangkaian kegiatan Ramadhan tepat pada waktunya. Di sini yang menjadi tanggung jawab saya hanya teman-teman sekomplek, yakni komplek Al-Fatih, sementara untuk komplek lain sudah ada penanggungjawab keamanannya masing-masing. Karena berjalannya ketika sudah mulai acara, di awal-awal rapat tidak ada kesulitan, tidak seperti bagian acara yang harus mengkonsep detail acara, atau humas yang harus mengurus perizinan dan menghubungi jamaah terkait ta’jil dan sejenisnya, kita tenang-tenang saja tak ada persiapan berarti karena memang tak membutuhkan persiapan.
Awalnya saya kira tugasnya akan ringan-ringan saja, karena memang tak serumit panitia lain seperti yang dari acara, humas, atau konsumsi, sangat simpel dan jelas tugas yang harus kami lakukan. Namun ternyata setelah dijalani, tak semudah yang dibayangkan. Butuh kesabaran ekstra untuk konsisten keliling ke kamar-kamar di komplek kami dan mengingatkan penghuni-penghuninya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pondok. Bagaimana tidak setiap hari harus keliling membangunkan sahur, shubuh, ngaji sore, ngaji ba’da maghrib, tarawih.
Untuk sehari saja paling tidak lima kali kami harus keliling mengingatkan teman-teman santri. Padahal tak hanya sehari, setiap hari sejak awal Ramadhan sampai akhir kami harus berulang-ulang mengerjakan tugas ini. Tentunya membutuhkan kesabaran lebih, dan tidak boleh bosan-bosan mengingatkan karena itulah yang sudah menjadi tugas keamanan.
Mungkin akan sedikit mudah bila yang diingatkan tanggap  dan langsung berangkat ketika kita ingatkan namun  masalahnya tidak semua santri bisa demikian. Pada kenyataannya kita harus menghadapi watak santri yang berbeda-beda. Ada yang ketika diingatkan langsung tanggap, tapi kebanyakan tidak menghiraukan, dan tak mau langsung bergerak mengikuti kegiatan pondok. Meski sudah diingatkan tetap saja bermalas-malasan tak mengindahkan ajakan kami, inilah yang terkadang membuat capek, apalagi setiap hari harus berhadapan dengan hal demikian.
Ketika kita coba memberi contoh dengan hadir lebih awal dikatakannya “Keamanan kok datang duluan? harusnya belakangan datangnya ingatkan teman-teman dulu baru berangkat!”. Ketika kita coba mengingatkan dengan lembut malah tak dihiraukan, dikatakannya “Kalau mengingatkan yang tegas donk! Kalau lembek gitu nggak akan dihiraukan”. Ketika kita coba untuk lebih tegas, hingga kadang memukul santri dengan sajadah malah dimarahi dan dikatakannya “Kalau mengingatkan yang sopan, tak perlu keras-keras!”. Lalu sebagian mencoba bijak menasihati “satu tauladan lebih baik dari seribu ucapan, daripada mengingatkan terus seperti itu lebih baik kamu beri contoh berangkat duluan!” Padahal sebelumnya sudah mencoba demikian dan hasilnya pun nihil.
Selalu berputar-putar seperti itu, semua yang kita kerjakan seakan tidak ada benarnya. Kalau mencoba memberi contoh, berangkat duluan dikatakan melalaikan tugas. Kalau mengingatkan secara lembut, dikatakan tak tegas. Kalau mengingatkan dengan tegas dikatakan tak sopan malah dikatakan lebih baik memberi contoh baik daripada mengingatkan terus. Tidak ada benarnya, semuanya terlihat salah dalam pandangan mereka.
Pada akhirnya saya pun belajar. Memang demikianlah karakteristik manusia ketika diajak atau diingatkan pada kebaikan. Tidak semuanya akan sanggup menerima dengan baik. Meskipun telah kita gunakan metode terbaik, akan selalu saja alasan untuk mengorek-ngorek cela kita. Dan pada akhirnya bila menuruti perkataan manusia tidak ada yang cukup benar untuk dilakukan.
Tugas kita sebenarnya hanyalah mengingatkan, dan terus mengingatkan. Adanya penolakan sudah menjadi hal yang wajar, dan jangan dijadikan alasan untuk berhenti mengingatkan. Tidak usah pedulikan komentar mereka, yang penting kita sudah mencoba mengingatkan dan menggugurkan kewajiban. Adapun mengenai hasil biar Allah yang menentukan, karena bukan hak kita pula memberi hidayah pada orang yang kita kehendaki.
Adanya penolakan hendaknya jangan terlalu dijadikan beban pikiran, susah sendiri jadinya. Tetap tenang dan terus mengingatkan, insya Allah dengan keistiqomahan kita itulah lama-kelamaan hati mereka bisa luluh dan beralih mengindahkan peringatan. Tugas kita hanya mencoba semaksimal mungkin untuk mengingatkan, jangan karena ada penolakan kita jadi futur dan merasa usaha kita tak ada gunanya. Sedikit banyak pasti berguna, entah sekarang atau nanti kita jangan tergesa-gesa mengharapkan hasilnya, sekali lagi fokus pada tugas bukan hasil.
Asal tugas sudah kita kerjakan dengan baik, maka sisanya tinggal tawakkal. Dan jangan lupa juga tetap didoakan, karena doa adalah senjata seorang mukmin. Setelah mencoba istiqomah, pada akhirnya terbukti beberapa anak ada yang mulai simpati bahkan akhirnya membantu kami untuk mengingatkan santri-santri lainnya. Inilah buah dari kesabaran itu, dengan terus bersabar ketika menghadapi berbagai gangguan dalam mengingatkan lama-kelamaan orang yang melihat kita akan bersimpati dan beralih mendukung usaha kita.
Apa yang kita lakukan ini tentu belum ada apa-apanya dibandingkan perjuangan Rasulullah dalam mendakwahkan islam pada ummatnya. Bahkan ia harus bersabar dalam mendakwahi mereka yang jelas-jelas masih dalam kekafirannya. Tak sekedar penolakan, bahkan sampai cemoohan, teror fisik, hingga upaya-upaya pembunuhan pun telah beliau alami. Namun semua itu tak membuatnya sedikit pun berkeinginan untuk berhenti berdakwah. Bahkan ketika ditawari harta, tahta dan wanita untuk menghentikan dakwahnya pun ditolaknya.
“Wahai paman, meski pun mereka meletakkan matahari di kananku dan bulan di kiriku agar aku berhenti dari da’wah ini, pastilah tidak akan kulakukan. Hingga nanti Allah Subhana Wa Ta’ala menangkan da’wah ini atau aku mati karenanya”, sabda beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Alangkah malunya diri ini bila melihat perjuangan beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Malu sekali bila baru mengingatkan sedikit kita sudah mundur karena mendapat penolakan. Malu bila berhenti mengingatkan hanya karena tak mendapatkan jawaban dari seruan.
Alhamdulillah, saya belajar banyak Ramadhan ini. Mulai sekarang tak perlu risau lagi ketika mendapat penolakan saat mengingatkan dan mengajak pada suatu kebaikan. Karena memang dakwah tidaklah cukup sekali dua kali mengingatkan namun sebuah proses panjang untuk mengubah dan memperbaiki pribadi individu-individunya. Ketika ditolak pun jangan pernah menganggap kita telah gagal sepenuhnya, dan telah sia-sia upaya kita karena barangkali dengannya suatu hari nanti hatinya akan luluh dan beralih mengerjakan kebaikan yang kita serukan.
 Batu yang keras pun bisa retak dengan tetesan-tetesan air yang berulang-ulang, seperti itu pula hati yang keras, dengan sedikit demi sedikit peringatan barangkali bisa berubah. Toh kalau pun pada akhirnya tak berubah, setidaknya Allah telah mencatat amal kita dan telah gugurlah kewajiban kita. Mudah-mudahan Allah anugerahkan kepada kita hidayah-Nya hingga senantiasa tergerak untuk melakukan perbaikan. Wallohua’lam bishshowwab ^^
“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.”
“Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad), ‘Cukuplah Allah bagiku; tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy (singgasana) yang agung.”
Sigit Arif Anggoro




No comments:

Post a Comment