8/06/2013

Jalan ini Jalan Penuh Rintangan



“Semakin tinggi pohon semakin kencang angin menerpa” begitu kata pepatah, nampaknya hal ini lah yang bisa kita gunakan untuk menunjukkan betapa semakin tinggi kedudukan seseorang di mata Allah maka akan semakin berat pula ujian dan cobaannya. Beratnya ujian berbanding lurus dengan tingginya derajat seorang hamba. Setiap hamba-Nya yang terpilih pasti mengalami ujian dan cobaan, bahkan hingga para Nabi dan Rasul pun mengalami ujian.
Ada Nabi Nuh a.s. yang berdakwah hingga beratus-ratus tahun namun hanya mendapat pengikut segelintir orang. Ada Nabi Ibrahim yang harus menyembelih puteranya sendiri padahal baru berjumpa setelah lama berpisah. Ada Nabi Musa yang harus melawan Fir’aun dan bala tentaranya yang adikuasa, ada Nabi Dawud yang harus melawan Jalut. Ada juga Nabi Ayyub yang harus bersabar atas penyakit yang menimpanya.
Semua Nabi dan Rasul diuji, demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Makhluk yang paling Allah cintai ini pun tak luput dari ujian. Bahkan bisa dikatakan ujian beliau adalah yang paling berat diantara yang lainnya. Mulai dari ejekan, kecaman bahkan pernah sampai dilempari kotoran. Baik secara fisik maupun mental Rasulullah menjadi seorang yang paling banyak mendapatkan cobaan.
Dari sisi fisik seperti ketika harus diboikot oleh bangsa Arab, hingga terputus pintu perdagangan dan kesulitan untuk mencari makanan guna mempertahankan kehidupannya. Tak lupa ketika beliau Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam harus dilempari batu saat mencoba mendakwahi rakyat Thaif, namun anehnya bukannya mendendam beliau malah mendoakan mereka dengan doa terbaiknya. Masih teringat pula ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam harus  mengalami cedera dan luka parah, terperosok dalam lubang, gigi patah, dan darah mengalir deras di wajahnya saat perang Uhud. Dan beliau pula lah yang menahan laparnya dengan mengganjal perutnya dengan dua batu di saat umatnya mengganjal perut mereka dengan satu batu dalam perang Ahzab.
 Belum lagi ujian mental. Mulai dari wafatnya istri dan paman beliau di waktu yang hampir bersamaan. Padahal selama ini mereka berdua yang selalu melindungi dan menyokong dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hingga dikatakanlah tahun tersebut, tahun kesedihan. Juga beredarnya fitnah yang menyakitkan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dilancarkan kaum munafiqun terhadap istri Nabi, ‘Aisyah r.a. Dan masih banyak lagi beban mental yang menimpa Nabi dalam perjuangannya menegakkan kalimatullah.
Kemudian timbul pertanyaan mengapa tidak Allah mudahkan jalan mereka? Padahal mereka adalah orang-orang yang paling dikasihi-Nya? Bila Allah mau mudah saja bagi-Nya untuk mengalahkan semua musuh-musuh mereka. Mudah sekali bagi-Nya untuk menjadikan semua umat mereka beriman, tapi mengapa Allah tak melakukan semua itu dan justru membiarkan mereka menempuh jalan yang tak mudah dan penuh rintangan?
Semua ini hendak Allah jadikan pelajaran bagi kita semua. Bahwa adanya ujian dalam perjuangan di jalan-Nya adalah suatu hal yang lumrah. Allah hendak  memilah-memilah, memisakan antara yang beriman dengan yang ragu, antara yang bersabar dengan yang menyerah, antara yang berjihad dengan yang duduk diam. Dengannya Allah tinggikan derajat orang-orang yang mampu bertahan, dan dengannya Allah hinakan orang-orang munafik yang masih terjebak dalam keragu-raguannya. Seperti ketika turun perintah untuk berjihad, maka seorang beriman akan langsung memenuhi panggilan jihad tanpa takut kehilangan harta, waktu, hingga nyawanya. Namun bagi si munafik, ia akan langsung mundur ke belakang, mengurai berjuta alasan untuk tak ikut terjun ke medan perang.
Seorang yang beriman ketika diuji dengan ujian yang berat akan terus bersabar, dan yakin bahwa Allah tidak akan menguji seseorang melebihi kemampuannya. Yakin pula di balik semua ujian ini Allah telah menyiapkan akhir yang baik bagi kita baik di dunia maupun di akhirat nanti. Seperti itu pula kemenangan umat Islam, ketika mampu bersabar maka Allah beri kemenangan gemilang. Padahal sebelumnya selalu diteror dan tidak punya daya untuk melawan, namun hanya dalam beberapa tahun mampu membalik keadaan dan menaklukan seisi Makkah di bawah bendera Islam.
Ada satu pola yang hampir selalu sama yang akan dialami seorang penyeru kebenaran. Yang pertama adalah berjuang di jalanNya, menyeru pada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar. Kemudian bersabar terhadap apa-apa yang menimpanya dalam jalan perjuangannya. Lalu yang terakhir adalah kemenangan yang Allah anugerahkan sebagai buah kesabaran dalam menempuh jalan kebenaran ini. Seperti itulah yang Allah anugerahkan kepada Nabi Musa ketika menghadapi Fir’aun dan bala tentaranya, seperti itu pula yang Allah anugerahkan pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat ketika mendakwahkan islam pada ummatnya.
Awalnya menyeru ummat pada kebenaran Islam. Kemudian harus bersabar atas segala cercaan, siksaan dari kaum Quraisy yang tidak menyukai dakwahnya. Bertahun-tahun Rasulullah dan sahabat berada dalam kondisi sulit, diuji dengan berbagai teror dari kaum Quraisy. Namun pada akhirnya, dalam waktu yang begitu singkat Allah muliakan ummat islam hingga mampu membangun basis massa di Madinah, mampu memberi perlawanan hingga akhirnya Allah anugerahkan kemenangan yang dekat (Fathun qoriib).
Begitu pula kita bila hendak mencapai keberhasilan dalam segala perjuangan kita. Adanya ujian dan rintangan harusnya tak membuat kita mundur dan berbalik ke belakang, karena sudah menjadi hal yang lumrah seorang akan diuji ketika memperjuangkan kebenaran. Tidak perlu takut dan panik ketika ada yang memusuhi. Adanya pihak-pihak yang memusuhi bukan berarti kita telah salah dalam menyampaikan, dan bukan berarti yang kita sampaikan adalah suatu kesalahan. Karena sudah menjadi hal yang lumrah bila disampaikan kebenaran, orang-orang yang tidak menyukai kebenaran itu akan memusuhi, karena sudah menjadi sunnatullah-Nya ada orang yang mengikuti kebenaran dan ada yang memusuhi, ada yang beriman ada yang kafir, justru patut dipertanyakan bila perjuangan kita tidak menemui halangan, rintangan atau tidak ada yang memusuhi. Barangkali kita belum benar-benar berjuang atau yang kita perjuangkan bukanlah kebenaran itu sendiri.
Namun bukan berarti pula ketika banyak yang memusuhi pertanda kita di pihak yang benar. Kita perhatikan siapa yang memusuhi, apakah dari orang-orang beriman atau yang fasik, karena bila yang memusuhi orang-orang beriman maka bisa jadi kita memang telah membuat suatu kesalahan. Karena mukmin satu dan mukmin lainnya bagaikan cermin, seorang mukmin tidak akan mengingatkan sesuatu kepada saudaranya melainkan apa yang benar dan terbaik baginya. Maka perhatikanlah dan jangan remehkan nasihat dari saudara-saudaramu yang beriman.

Hendaknya kita tetap berjuang, terus bermunajat memohon pertolonganNya, dan bersabar hingga datangnya hari-hari kemenangan. Kemenangan itu dekat, tinggal kita mau sabar atau tidak dalam menanti datangnya pertolongan Allah. Allah hanya ingin melihat sejauh mana perjuangan kita, sejauh mana mujahadah kita dalam menolong agama-Nya. Dengannya Allah ingin agar kita melanggengkan ubudiyah kita, membuktikan keimanan kita dengan jatuh bangun di medan perjuangan, tak sekedar menjalankan ibadah ritual namun lebih luas lagi, berjihad dan bersabar dalam perjuangan menolong agama-Nya.
Ada satu hal yang menarik di sini, ketika kaum muslimin telah memperoleh kemenangan, maka yang dilakukan bukannya bersenang-senang dengan kemenangannya namun malah memutuskan untuk terus berjuang meninggikan kalimatullah di bumi-Nya. Mereka tahu kenikmatan sejati adalah kenikmatan di akhirat nanti, sementara dunia tidak lain hanyalah lahan untuk menanam, berjuang, dan berjihad membuktikan keimanan yang telah diikrarkan. Kehidupan dunia ini hanyalah senda gurau dan permainan yang melalaikan. Maka selesai dari satu pekerjaan, mereka akan beralih mengerjakan pekerjaan lainnya demikian terus berlanjut hingga kematian menjemputnya.
“Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al-Hadid: 20)
Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman 17)
“Bersabarlah dirimu sebagaimana bersabarnya Ulul Azmi dari para rasul dan janganlah kamu meminta disegerakannya adzab bagi mereka (kaum musyrikin)” (al-Ahqaf : 35)
 “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (az-Zumar : 10),
Wallohua’lam bisshowwab
Sigit Arif Anggoro
TF UGM ‘12

No comments:

Post a Comment