5/30/2013

Cinta Menuntut Segalanya



Bicara cinta memang tidak ada habisnya. Tak peduli yang muda maupun yang tua semuanya tak pernah bisa lepas dari kata yang satu ini. Ada yang bilang hidup tanpa cinta bagai sayur tanpa garam, hambar. Hidup jadi tak ada artinya dan tak bermakna bila tak ada cinta.
Cinta memang bisa mnjadi energi penggerak yang luar biasa. Seorang pemuda rela bolak balik mengantarkan pasangannya karena cinta. Seorang suami rela keliling menyusuri tiap sudut kota demi mencarikan barang yang diidamkan istrinya saat hamil. Bahkan seekor ayam rela melawan pengganggu anak-anaknya meski harus melawan dengan makhluk yang lebih besar darinya, semua karena “cinta”.
Di sisi lain cinta terkadang akan menuntut segalanya dari diri sang pecinta. Menuntut waktu, tenaga, harta dan masih banyak lagi. Tak jarang ada orang yang mau berjibaku untuk mecari barang yang diinginkan pasangannya. Seorang ibu harus siap siaga untuk mengurus bayinya, hingga kadang bangun di tengah malam saat sang bayi menangis, terkadang harus memandikannya, menyuapinya makan dan masih banyak lagi. Seorang ayah harus bekerja keras sepanjang hari demi mencari nafkah untuk keluarganya, namun semua tetap dilakukan karena kecintaannya.
Cinta terkadang akan memeberikan kekuatan tersendiri bagi para pelakunya. Kekuatan yang luar biasa, yang tidak bisa didapat seorang pada kondisi normalnya. Seorang ibu bisa melakukan banyak pekerjaan sekaligus di keluarganya. Di suatu ketika beliau memasakkan makanan mereka, menyapu ruangan, mencuci pakaian, merawat sang anak , memandikan anaknya, menyapu, dan luar biasanya masih bisa bangun lebih awal untuk membangunkan keluarganya. Semua kekuatan ini lahir karena kecintaannya pada keluarga. Pejuang-pejuang kita dahulu meski dengan segenap keterbatasannya, bermodalkan bambu runcing, masih bisa melawan Belanda bahkan sampai membuat kerugian yang besar bagi pemerintahan Belanda. Semua berawal dari kecintaannya pada bangsa dan rasa rindunya pada kemerdekaan kita.
Setiap orang terkadang memiliki kadar cinta yang berbeda-beda terhadap orang lainnya. Ada yang dicintai dengan sepenuh hati, ada yang sedikit dicintai ada yang dibenci, semua memiliki kadarnya masing-masing. Lalu sebenarnya siapa yang harus kita cintai? Siapakah yang lebih layak untuk dicintai dan siapakah yang perlu lebih dicintai dari yang lainnya?
Sebagai manusia, makhluk yang diciptakan, diberi rezeki dan kemudian hendak dimatikan kembali olehNya, sudah selayaknya Allah lah yang lebih dicintai dari yang lainnya. Betapa tidak, Allah yang telah mengidupkan kita, menghamparkan bumi untuk kita tinggal, menyediakan rezeki kita. Allah pulalah yang menciptakan bagi kita pelindung-pelindung  dan orang yang dengan tulus mencintai, menyayangi dan merawat kita hingga kita mampu berdiri dengan sendirinya.
Secara tegas, Allah telah menjelaskan hal ini dalam firmanNya “Wahai orang-orang yang beriman! Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan RasulNya serta berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”(At Taubah 24)
Dalam ayat ini terlihat ancaman yang tegas darinNya bila samapi ada yang lebih kita cintai dari Allah, Rasul dan berjihad di jalanNya. Selain cinta kepadaNya cinta yang diperkenankan menurut agama adalah mencintai karenaNya. Ya, kita mencintai sesuatu karena Allah. Mencintai orangtua karena Allah, mencintai anak karena Allah mencintai sahabat karena Allah, semua karena Allah.
Bila seseorang telah benar-benar mengutamakan kecintaan padaNya di atas segalanya, maka dia akan cinta pula pada apa-apa yang Allah cintai. Menaati setiap perintahNya, menjauhi setiap laranganNya dengan sekuat tenaga. Karena bagaimana mungkin seseorang yang mencintai malah melakukan hal yang dibenci Dzat yang dicintainya?
Kecintaan padaNya inilah yang akan menjadi energi pelejit yang luar biasa untuk melakukan hal-hal besar demi meraih keridhoanNya. Di saat yang lain tertidur pulas, dia memilih bangun demi bermunajat depadaNya. Di saat yang lain kenyang dengan makananNya, dia rela berlaparlapar ria untuk menjalankan puasa. Di saat yang lain sibuk main game, dia memilih membaca buku, mencari ilmu yang bisa menambah kualitas amalnya, menambah kecintaan padaNya dan membuatnya semakin tunduk dan taat padaNya. Semua yang Allah cintai akan dicintaiNya pula. Semua yang Allah benci akan dibencinya pula.
Lebih besar lagi ia akan dengan tulusnya mengikrarkan Innasholati wa nusuki wamah yaaya wamamaati lillahirobbil aalamiin( Sesungguhnya sholatku ibadahku, hidupku dan matiku hanya Allah Robb semsesta alam. Tak hanya ibadah ritual, tapi seluruh kehidupanNya ia kerahkan demi meraih ridhoNya, bahkan sampai matinya pun diperuntukkan bagiNya dan agamaNya. Ia rela mengorbankan hartanya, mengorbankan tenaganya bahkan menjadikan syahid sebagai cita-citanya.
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-oran mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, sehingga mereka membunuh atau terbunuh,  (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan Siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung” (At Taubah 111).
 Seperti itulah seorang mukmin, ia harusnya hidup dan mengisi kehidupannya untuk mencari keridhoanNYa. Ia berjuang sepanjang waktunya, mengorbankan segala-galanya demi mencari keridhoanNya dan menolong agamaNya. Kecintaan inilah yang pada akhirnya melahirkan pribadi-pribadi yang tangguh luar biasa, melebihi manusia-manusia lain pada umumnya.
Masih ingat dengan Sayyidina Abu Bakar r.a. yang rela menshadaqahkan seluruh hartanya di jalan Allah dan meninggalkan bagi keluarganya Allah dan RasulNya. Masih ingat dengan Sayyidina Umar r.a.  yang dengan keberaniannya hijrah secara terang-terangan bahkan menantang kaum Quraisy yang hendak menghalanginya? Masih ingat dengan sayyidina Utsman dengan segala kedermawanannya? Masih ingat dengan Sayyidina Ali yang rela menggantikan Nabi di kamar tidurnya saat kaum Quraisy merencanakan pembunuhan pada Nabi SAW?
Semua orang-orang ini  mampu melakukan hal-hal yang luar biasa dengan penuh keyakinan dan tanpa ketakutan karena benar-benar mencintai Allah, Rasul dan Agama islam ini melebihi dirinya sendiri dan keluarganya. Demikian pulalah yang dimiliki para ulama dan pejuang-pejuang islam di masanya. Kecintaan yang mendalam pada Allah, Rasul dan agamaNya telah mampu menghadirkan kerja-kerja luar biasa yang dengannya terciptalah suatu peradaban yang maju luar biasa.
Kemenangan demi kemenangan terus diraih oleh umat islam pada masa-masa awal setelah zaman Rasulullah dan para sahabat. Terlahir pejuang-pejuang islam yang mampu mengorbankan segalanya demi keluhuran agama dan kemenangan agama ini. Mereka tidak takut mati dalam perang bahkan justru itulah yang dicari. Mereka tidak letih dalam menuntut ilmu, tidak letih dalam menghidupkan ibadah sunnah, tidak takut hartanya habis karena sedekah. Semua itu diilakukan karena kecintaan yang besar pada Allah, Rasul dan agamaNya.
Setiap kita adalah budak dari apa yang dicintainya. Bila cintanya sebatas kepada makhluk maka ia akan diperbudak oleh makhluk, menuruti setiap keinginan sang makhluk. Bila cintanya pada dunia maka ia pun akan menjadi budak dunia. Namun bila cintanya kepada Sang Khaliq maka ia akan menjadi hambaNya yang siap berjuang di jalanNya, mengorbankan segalanya demi meraih keridhoanNya. Dan semua itu tidak akan sia-sia karena Dialah yang akan menanggung kebahagiaan di dunia dan akhiratnya. Wallohua’lam bisshowwab

No comments:

Post a Comment