10/29/2015

Digaji Ikhlas?




Di zaman serba materialis seperti ini sepertinya mustahil menemukan orang-orang yang mau bekerja tanpa digaji, bahkan yang digaji pun terkadang masih menuntut mendapatkan upah yang lebih layak untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Semua aspek kehidupan dikomersilkan, jasa les privat, event organizer, katering, delivery, bahkan yang sekedar parkir saja ditarik biaya. Semuanya butuh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya!

Namun sadarkah ternyata di luar dugaan kita masih ada saja orang-orang yang mau bekerja, memberikan jasanya kepada orang lain tanpa digaji, atau sekedar diberi “gaji” penghibur yang nilainya sebenarnya tidak sesuai dengan kerja yang dilakukan. Siapakah mereka? 

Mereka adalah para pemuda yang mengisi waktu luangnya untuk berkontribusi di lembaga-lembaga/organisasi di sekitar lingkungannya. Pemuda-pemudi ini rela rapat berjam-jam untuk merencanakan kegiatan yang manfaatnya dirasakan orang lain disekitarnya. Rela mengurangi waktu istirahatnya untuk berkontribusi, bagi kemajuan lingkungan, masyarakat, bangsa dan negaranya. Namun apakah benar demikian? Benarkah tidak ada motivasi lain di balik semangat mereka?

Tentu ada banyak ladang yang bisa mereka gunakan sebagai tempat berkontribusi. Dari setingkat sekolah saja (SMP-SMA), ada yang memilih berkontribusi di lembaga eksekutif seperti OSIS, ada yang memilih lembaga kepramukaan, ada yang memilih lembaga keagamaan seperti ROHIS, ada yang suka di lembaga kemanusiaan seperti PMR, dan masih banyak lagi sektor yang bisa menjadi tempat bagi pemuda-pemudi ini untuk berkontribusi. 

Belum lagi yang setingkat mahasiswa, ada banyak sekali organisasi mahasiswa yang dibentuk dan bisa menjadi lahan bagi mereka untuk berkontribusi. Mulai dari BEM, KM/HM, LDK, Kelompok Studi, Mapala, berbagai jenis uKM dari keolahragaan, seni, jurnalistik, penelitian yang terbentuk baik di tingkat universitas, fakultas, bahkan hingga jurusan dan prodi. Itu masih yang ditingkat internal kampus, masih ada banyak organisasi eksternal seperti organisasi-organisasi pergerakan, organisasi mahasiswa daerah, dan berbagai organisasi lain yang turut mewadahi semangat pemuda untuk berkontribusi. 

Di tengah kewajiban sekolah/kuliahnya mereka masih mau meluangkan waktu, tenaga, pikirannya untuk suatu organisasi yang menjadi tempatnya berkontribusi. Bila dilogika sepertinya konyol sekali ada orang yang mau bekerja, memberikan jasanya untuk orang lain padahal dirinya tidak digaji. Bahkan tak jarang mereka yang tergabung dalam kegiatan seperti ini justru rela mengeluarkan uangnya, atau mencarikan dana dengan berjualan, mencarikan sponsor untuk demi terselenggaranya kegiatan yang direncanakan bersama oleh organisasinya. Manusia macam apa ini? Susah-susah cari uang tapi malah digunakan untuk orang lain, disaat yang lain merebut hak orang lain untuk memperkaya diri sendiri. Padahal kalau ia mau lebih baik untuk menambah uang jajannya sendiri bukan? 

Lalu apa motivasi mereka sebenarnya? Mengapa mereka mau melakukan semua pekerjaan ini tanpa ada yang menggaji? Bila kita analisis tentu ada  beberapa motif yang dimiliki orang-orang ini, diantaranya

1.       Melatih softskill
Salah satu alasan kuat untuk mengikuti kegiatan non akademik seperti bergabung di organisasi adalah untuk melatih softskill, seperti kemampuan public speaking, manajemen waktu, manajemen tim, kepemimpinan, kreativitas, kedisiplinan, profesionalitas kerja, yang biasanya tidak bisa didapatkan bila hanya mendengarkan materi di kelas. Kesemuanya adalah ketrampilan yang akan bisa didapatkan setelah melalui proses panjang di lapangan. Seseorang yang terbiasa berbicara dalam forum akan semakin meningkat kemampuan public speakingnya. Mereka yang mengikuti berbagai organisasi dengan sendirinya belajar manajemen waktu agar semua urusan baik kuliah maupun organisasinya bisa tetap berjalan memuaskan. Begitu pula kemampuan lain seperti manajemen tim, leadership, dan kreativitas akan semakin meningkat ketika terus diasah dalam kesibukan berorganisasi.

Suvey menunjukkan dalam dunia kerja dibutuhkan 80% softskill dan 20% hard skill. Bahkan diantaranya ada yang beranggapan prosentase hard skill yang dibutuhkan lebih kecil dari itu. Sayangnya pendidikan formal kurang atau bahkan tidak mampu menyuguhkan kemampuan ini pada para siswa/mahasiswanya. Untuk itulah penting sekali bagi siswa/mahasiswa untuk aktif mengembangkan kemampuannya dengan mengikuti berbagai kegiatan organisasi di lingkungannya. 

Terkadang seseorang bergabung di organisasi dengan harapan bisa mendapatkan kemampuan softskill tertentu. Jadi apakah benar pekerjaannya itu benar-benar tulus? Mereka yang merasa tidak mendapatkan kemampuan yang diharapkan ketika bergabung dalam suatu organisasi akan cenderung untuk mundur, memilih mencari kesibukan lain. Terkadang memang persepsi kita terhadap suatu organisasi salah. Kita melihat dari luar sepertinya baik-baik saja, namun ketika masuk di dalamnya kita akan menjumpai kekurangan di sana-sini, tidak semuanya terorganisir dengan rapi. 

Mereka yang niatnya hanya untuk menambah softskill akan kecewa karena merasa dirinya tidak dapat berkembang dan memilih mundur dari organisasi tersebut. Padahal justru softskill kita akan benar-benar berkembang ketika kita sudah terbiasa berurusan dengan masalah, bukan malah menghindarinya. Ketika suatu organisasi belum sempurna, maka usaha kita untuk turut memperbaikinya itulah yang akan semakin meningkatkan skill kita, bukan sebaliknya. Namun kita tidak pernah menyalahkan orang-orang seperti ini. 

Semakin banyak orang profesional yang dilahirkan, insyaAllah semakin maju bangsa ini. Bila kedua-duanya mendapatkan keuntungan (pihak organisasi dan anggota) kenapa tidak? Justru kita bisa memanfaatkan motivasi seperti ini untuk terus mengembangkan organisasi.

2.       Menambah CV
Motif selanjutnya adalah untuk memperbanyak CV. Sudah kita ketahui bersama bahwa dalam pekerjaan kini yang dilihat pewawancara kerja adalah CV kita. Tentu yang dilihat bukan bagaimana pembuatan desain CV yang bagus, namun bagaimana isi dari CV tersebut. Pengalaman apa saja yang kita miliki, kegiatan apa saja yang kita ikuti selama kuliah. Mereka yang IP nya selangit namun tidak pernah punya pengalaman di organisasi atau kegiatan lain tentu akan kalah dibandingkan yang IP nya pas-pasan namun mengisi waktunya dengan kegiatan lain seperti berorganisasi.

Pengalaman kepanitiaan, pengalaman menjadi koordinator acara, ketua bidang atau ketua organisasi tentu akan menambah nilai jual diri sendiri, dan mempertebal lembaran CV untuk itulah banyak yang bersemangat mengikuti kegiatan organisasi

3.       Memperluas jaringan
Motif selanjutnya yang menjadi alasan seseorang bergabung dengan organisasi adalah untuk memperluas jaringan. Banyak orang-orang besar, pejabat pemerintahan, pengusaha, atau tokoh-tokoh lain yang lahir dari tempaan organisasi ekstra sekolah/kampus. Tentu dengan bergabung dalam organisasi kita bisa mengenal orang-orang hebat di luar sana, dan bisa memperluas jaringan kita. 

Jaringan yang semakin luas akan membuat urusan kita semakin mudah. Bila butuh apa-apa tinggal cari orang yang ahli di dalamnya. Bila sudah kenal, dan akrab tentu akan lebih mudah untuk mendapatkan bantuan. Terlebih lagi sekedar mengenal saja tidak akan cukup, seseorang yang tergabung di organisasi yang sama, sama-sama merasakan susah senangnya mengurus organisasi tentu akan memiliki ikatan batin yang lebih kuat daripada orang yang sekedar kenal di kelas atau tempat lainnya.

4.       Mengembangkan hobi/mikat
Motif selanjutnya adalah mengembangkan hobi atau minat bakat. Seseorang yang hobi dengan kegiatan tertentu seperti olahraga, traveling, elektronika, debate, dsb,  tentu akan merasa nyaman untuk menyalurkannya di kegiatan ekstra sekolah/kampus. Berawal dari hobi bila terus dilatih dan dikembangkan bisa jadi berujung prestasi. Terkadang yang setingkat atlit bahkan kegiatan di luar ini seakan menjadi kegiatan utamanya, sementara kuliahnya hanya sebagai sambilan. 

Mereka mau rutin berlatih, mengumpulkan dana untuk mengikuti kejuaraan, bahkan terkadang menyita waktu kuliah mereka untuk mengembangkan bakatnya. Tidak ada yang salah memang, kita butuh orang-orang dengan motivasi tinggi seperti mereka bila ingin melihat Indonesia maju di berbagai bidang kejuaraan, merekalah yang akan mengharumkan nama Indonesia dengan prestasinya.  

5.       Kontribusi
Yang terakhir adalah yang paling jarang ditemui, namun ada. Yakni orang yang benar-benar niatnya tulus hanya untuk berkontribusi. Hasratnya untuk memberi, memperbaiki, menerapkan ilmunya di masyarakat. Memang sulit membedakan antara oarng yang benar-benar tulus ingin berkontribusi dengan yang punya niatan lain. Orang orang inilah yang digaji ikhlas. Semua yang dilakukan atas dasar ketulusannya.

Orang-orang inilah yang bisa dikatakan “aneh”, orang-orang yang mau bekerja tanpa digaji. Bahkan kadang mau mengeluarkan hartanya untuk menyukseskan kegiatan lembaga/organisasinya. Mau jualan, mencarikan dana bukan untuk menambah uang sakunya namun justru untuk menyelenggarakan kegiatan yang manfaatnya dirasakan orang lain. Orang macam apa ini? Mereka rela menyisihkan waktu, tenaga, dan pikirannya kebaikan orang lain.

Padahal tentu yang dilakukannya akan membuatnya sibuk, dan harus membagi waktu belajarnya dengan kegiatan di lembaganya. Mengapa mereka mampu bertahan?

Ada yang bertahan karena sudah passion di bidangnya, ada juga yang bertahan karena ianya punya cita-cita mulia yang hendak diwujudkan untuk diri, lingkungan, agama dan bangsanya. Besarnya tekanan tidak membuatnya jera, takut dan mundur ke belakang, namun justru membuatnya semakin teguh dalam perjuangannya mewujudkan impian besarnya. Bila memimpin organisasi saja berantakan, bagaimana hendak memimpin negeri sebesar Indonesia? Bagaimana hendak memperbaiki Indonesia, bila memperbaiki sekitarnya tidak bisa. Pahitnya pengalaman yang dialami justru akan membuatnya semakin kuat, dan semakin kencang berlari.

Mereka lah pemuda-pemudi yang gelisah, gundah dengan kondisi bangsanya. Merekalah pemuda yang tidak pernah puas, dan memimpikan Indonesia yang lebih baik, lebih bermartabat di masa depan. Ia sadar perubahan itu berawal dari tangan-tangan mereka. Seperti anak-anak muda STOVIA yang menginisisasi organisasi Boedi Oetomo, yang kelahirannya dijadikan hari kebangkitan nasional. Ya, dari ketulusan niat para pemuda itulah bangsa in bisa disadarkan, bangkit dari keterpurukannya.

Dari cita-cita tulus, dan perjuangan yang tak kenal mundur itulah kemerdekaan bisa diraih bangsa yang tiga setengah abad lebih terjajah. Seperti itulah seharusnya pemuda. Apalah artinya pemuda tanpa cita-cita, harapan dan semangat besarnya? Apa yang hendak dibanggakan pemuda bila bukan dari kegigihan perjuangannya?

Kepekaan dan kepedulian itu tidaklah muncul dengan sendirinya. Ianya perlu dilatih sedini mungkin. Mumpung masih belum mengenal gaji, disitulah idealisme kita diuji. Bukan berarti mereka lemah karena tak digaji, justru karena tidak digaji maka satu-satunya kebahagiaan yang ingin diraih adalah keberhasilan dan tercapainya cita-cita yang tinggi. Orang-orang inilah yang menjadi agen pengubah bangsa ini. Dari tangannyalah lahir pribadi besar yang akan memberikan karya-karya besar bagi kemajuan bangsa ini.

Kepadanyalah bangsa ini berhutang, maka sudah seharusnya pemerintah mendukung aktivitas mereka. Melindungi mereka, bukan menekan lagi mengkerdilkan pergerakannya. Bila ingin melihat bangsa ini maju, maka biarkanlah pemuda bergerak, mengekspresikan kebebasannya untuk berpikir, berserikat, berpendapat dan mengukir karya-karya besarnya. Biarkan mereka belajar, mengembangkan layarnya, berjalan menerjang badai kehidupan. Karena merekalah pejuang-pejuang muda, masa depan Indonesia. Tetap bergerak dan berkontribusi nyata pejuang!

No comments:

Post a Comment