Setelah di kiriman kemarin saya
bahas bagaimana awalnya saya mengenal masjid dan sholat berjamaah melalui sebuah
buku, kini akan saya ungkapkan banyak hujjah yang kemudian saya temui setelah
mulai merutinkan berjamaah di masjid. Sekali lagi saya mohon kepada Allah agar
menjauhkan dari riya’ dan semoga ini menjadi amal sholeh dan ilmu yang
bermanfaat bagi saya dan teman-teman pembaca.
Setelah menelan habis buku
mengenai sholat berjamaah saya pun mulai membiasakan diri ke masjid. Semua rasa
malu saya abaikan karena takut menjadi seorang fasik, -yang tidak mau
mengamalkan padahal telah tahu keutamaan dan ancaman-ancamannya-. Namun
demikian kita tetap berpikiran positif pada orang lain. Anggap saja mereka yang
tidak sholat ke masjid, karena memang tidak tahu dalil- dalil perintah berjaamaah di masjid. Sedangkan saya
telah mengetahuinya, maka alangkah bodohnya bila tidak mengamalkan!
Di antara sholat lima waktu memang
sholat Maghrib lah yang paling ramai. Lainnya sepi, paling-paling cuma ada satu
baris atau kalau ramai dua baris (dulu). Sedikitnya jamaah tak menyurutkan niat
saya untuk mendatangi panggilan mudazin. Hingga terkadang kesal dengan muslim lain
yang tidak ke masjid. Wahai, apakah mereka tidak mendengar adzan? Apa yang menghalangi
mereka tidak mendatangi seruan untuk berjamaah di masjid sedang hidup mereka
seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Apa yang menghalangi mereka semua datang?
Padahal bila yang memanggil orangtua atau bos kita akan bergegas datang
memenuhi. Lalu bila Allah yang memanggil mengapa kita masih tenang-tenang saja,
bahkan tidak mendatanginya? Sudah rusakkah iman kita?
Setelah merutinkan ke masjid
anehnya saya semakin sering mendengar kajian mengenai sholat berjamaah di
masjid. Mulai dari acara dzikirnya ustad Arifin Ilham. Beliau selalu berkata
mukmin itu shubuhnya di masjid! Itulah mengapa beliau memilih tempat tayang
majelisnya di masjid, supaya tak ketinggalan untuk sholat berjamaah Shubuh.
Beliau juga katakan salah satu ciri ustadz yang “bener” adalah sholat shubuhnya
di masjid. Beliau selalu mengulang-ulangi amalan-amalan yang harusnya dilakukan
tiap mukmin seperti berjamaah di masjid, duha, tahajjud, sedekah, merutinkan
wudhu, membaca qur’an dan dzikir.
Apa itu saja? Ternyata tidak! Seruan
untuk berjamaah di masjid masih saja saya dengar dari arah yang berbeda. Kali
ini datang dari kajian rutin yang saya ikuti di organisasi Islam Al Ausath.
Jamaah disana ternyata telah terbiasa dengan sholat berjamaah dan meyakini
wajibnya sholat berjamaah bagi seorang ikhwan. Sholat sendiri tetap sah ,
tetapi tetap berdosa karena meninggalkan sholat berjamaah( kata mereka) . Ya,
mereka memang dari kalangan salafi yang agak keras perihal sholat berjamaah.
Mungkin teman-teman akan mengatakan,
wajar keluar statemen demikian karena mereka dari salafi. Namun apakah
teman-teman kira yang menganggap penting sholaat berjamaah di masjid hanya dari
kalangan salafi? Apa engkau kira teman-teman lain seperti dari NU akan bersikap
lemah dan tidak mementingkan sholat berjamaah di masjid? Ternyata tidak
demikian!
Karena sedang senang-senangnya
‘ngaji’ saya sering mengikuti kajian dari mana pun itu, asal tidak sesat. Baik
dari kalangan Muhammadiyah maupun NU. Tidak lupa pada majelis shalawat yang
diadakan di masjd Baitunnur Blora seitap malam kamis Pon sebulan sekali. Saya
yang dikenalkan dari teman sekelas yang juga anak pondok sejak kelas XI mulai
rutin menghadirinya. Meskipun acaranya diadakan dari jam 9 malam sampai malam
sekitar jam 11 saya tetap datang.
Dalam majelis itu setelah diadakan
shalawatan ada ngaji kitab Al Hikam karangan Ibnu Athoillah. Saat itu yang
mengisi rutin adalah Gus Wafi Maimun, putra dari K.H Maimun Zubair Rembang.
Kitab Al Hikam ini tergolong kitab Tasawuf yang di dalamnya berisikan untaian
hikmah dan nasihat bagi para salikin. Bagaimana agar kalimat tauhid ini tidak
sekedar diucapkan namun benar-benar diterapkan dalam kehidupan.
Dalam suatu kesempatan, beliau Gus
Wafi Maimun pernah menanyakan pada jamaah “Sholat itu yang benar sendirian atau
berjamaah?”
Beliau lantas jelaskan bahwa sebenarnya
sholat itu harusnya berjamaah di masjid. Karena dengan berjamaah itu terdapat
pendidikan dariNya. Baik mengenai kepemimpinan, menaati pemimpin dan keumatan.
Bayangkan bila suatu masyarakat bertemu lima kali sehari. Jadi akur atau tidak?
Tentu akan terbentuk masyarakat harmonis yang akur luar biasa. “Bila ada tetangga
yang tak akur maka barangkali mereka tiak pernah jamaah “ tambah beliau.
Di lain kesempatan beliau katakan
mukmin itu ya sholatnya di masjid. Zaman
sekarang ini umat sudah sangat jauh dari agamanya, bila kita terapkan seperti
apa yang di zaman rasulullah maka barangkali akan banyak sekali orang yang dicap
munafik karena tidak berjamaah ke masjid sholatnya. Ini membuat saya
tercengang. Ternyata yang tegas menyikapi sholat berjamaah di masjid bukan
hanya kalangan Muhammadiyah. Dari kalngan NU yang lurus pun berkeyakinan akan
pentingnya sholat berjamaah di masjid bagi seorang ikhwan.
Semakin hari semakin banyak saya
dapatkan hujjah mengenai pentingnya berjamaah di masjid. Maka ketika itu pun
saya semakin mantap untuk membiasakan diri ke masjid. Rasa malu yang dulu
menghinggapi kini mulai hilang, berganti dengan kepercayaan diri. “Ah, untuk
apa malu? Harusnya mereka yang malu, mendapat panggilan dari TuhanNya namun tidak
segera memenuhi! Harusnya mereka yang malu!”Pikir saya.
Ternyata hujjah untuk sholat ke
masjid masih terus berdatangan. Kini datang dari kajiannya ustadz Yusuf Mansur.
Sebagian kalangan mungkin telah mengenal ustadz Yusuf Mansur sebagai ustadz
sedekah. Ya, beliau memang seringkali muncul dengan testimoni sedekahnya. Namun
ternyata di kajian-kajiannya tidak hanya membahas sedekah, tapi hampir
keseluruhan kehidupan mukmin termasuk diantaranya sholat berjamaah.
Beliau selalu mengingatkan untuk
menjaga yang wajib dan menghidupkan yang sunnah. Menjaga yang wajib diantaranya
dengan sholat berjamaah di awal waktu. Ketika pejabat datang kita sambut dengan
gegap gempita, bahkan beberapa hari sebelum kedatangan sudah disiapkan
segalanya. Namun bagaimana bila Allah yang datang(datang waktu sholat)?
Parahnya kita malah mengabaikan dan santai-santai saja. Padahal Allah jauh
lebih tinggi kekuasaannya dari sekedar pejabat.
Tidaklah pantas bagi kita
memuliakan berlebih pada makhluk sementara pada Allah kita justru lalai.
Harusnya bila pada makhluk kita bisa
menghormati pada Allah kita lebih hormat lagi dengan memenuhi setiap
panggilanNya untuk berjamaah di masjid.
Semoga tulisan singkat ini mampu mengubah
pemikiran teman-teman dan mengubah kebiasaan teman-teman agar menjadi lebih
baik. Walllohua’lam bisshowwab.
No comments:
Post a Comment