Hubungan dengan
nonmuslim memang seringkali menjadi topik yang sensitiv untuk dibicarakan. Ada
yang dengan mengatasnamakan toleransi malah jadi kebablasan dan melanggar
batas-batas syariat. Sebenarnya
bagaimana seharusnya kita menyikapi hubungan dengan nonmuslim? Seperti apa
batasan-batasannya?
Rasulullah SAW
sendiri telah memberi contoh dengan baik. Untuk masalah muamalah, perdagangan,
bertetangga memang boleh-boleh saja, tidak ada larangan dalam syariat. Terlihat
dari banyak hadist yang menceritakan kebaikan Rasulullah SAW pada tetangganya
yang Yahudi. Namun demikian, untuk masalah aqidah tentu ada batasan yang tidak
boleh dilalui.
Seperti dalam
kisah asbabun nuzul QS Al Kafirun. Saat itu dikisahkan orang-orang kafir Quraisy
menawari Rasulullah SAW untuk bersama-sama menyembah Tuhan mereka, baru
kemudian mereka akan bersama-sama menyembah Alloh SWT. Rasululullah pun dengan
tegas menolak dan turunlah ayat ini(QS Al Kafirun). Lakum diinukum waliyadiin,
untukmu agamamu, untukku agamaku. Jelas sekali untuk masalah aqidah dan ibadah
tak boleh dicampuradukkan.
Kini tak jarang ummat Islam ikut menghadiri dan
me-meriahkan acara-acara keagamaan orang Nasrani dan Yahudi serta agama-agama
lain di luar Islam. Akhir-akhir ini pembauran antar ummat beragama telah
dicetuskan dalam bentuk kerja sama ritual keagamaan, misalnya mengadakan doa
bersama antara muslim dan non muslim, yang dipimpin oleh setiap tokoh agama
yang berlainan, dan subhanallah, diamini oleh para hadirin yang berlainan agama
pula. Strategi semacam ini diterapkan oleh orang-orang kafir untuk menampakkan
kesungguhan untuk hidup rukun.
Mereka juga menghadiri acara-acara yang digelar oleh
ummat Islam, seperti muktamar-muktamar Islam yang semesti-nya menjadi urusan
intern ummat Islam. Rencana besar di balik itu semua, adalah ummat Islam
bersedia pula menghadiri acara-acara keagamaan mereka. Dengan demikian ummat
Islam menjadi murtad tanpa mereka sadari.
Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya yang artinya:
”Katakanlah (Muhammad): ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku’… “ (Qs. Al Kafirun)
Gerakan pemurtadan ummat Islam dewasa ini dilakukan dengan gencar bahkan di hampir setiap kesempatan, selalu mereka tawarkan dan sodorkan dengan berbagai macam cara yang tidak disadari oleh ummat Islam. Langkah yang demikian ini dilakukan oleh musuh-musuh Islam karena mereka memahami sabda Nabi Muhammad r(yang artinya): “Barang-siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan mereka.”
Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya yang artinya:
”Katakanlah (Muhammad): ‘Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku’… “ (Qs. Al Kafirun)
Gerakan pemurtadan ummat Islam dewasa ini dilakukan dengan gencar bahkan di hampir setiap kesempatan, selalu mereka tawarkan dan sodorkan dengan berbagai macam cara yang tidak disadari oleh ummat Islam. Langkah yang demikian ini dilakukan oleh musuh-musuh Islam karena mereka memahami sabda Nabi Muhammad r(yang artinya): “Barang-siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan mereka.”
As-Syeikh Muhammad al-Hijaz al- Halabi dalam kitabnya
Shaut al-Mimbar hal. 272 cetakan kedua, Dar Misra Litthiba’ah mengatakan: “Di
antara penyebab kemurtadan, adalah berjalan menuju Gereja dengan para aktifis
Gereja, dan bersama-sama merayakan perayaan-perayaan mereka yang
dilaksanakan di dalam Gereja, serta acara-acara kufur lainnya yang dilakukan
(aktivis Gereja) dan ia duduk bersama mereka.”
No comments:
Post a Comment