Suatu
peradaban, tidak begitu saja datang dengan tiba-tiba, ia hadir dan unggul
melalui pergulatan masyarakat melalui perubahan-perubahan kecil yang terus
menerus meningkatkan kebudayaan masyarakat. Kekuatan penggerak (Driving
Force) itu selalu tumbuh dari sejumlah kecil orang “pilihan” (Minority
Creative). Mereka adalah sejumlah kecil orang yang bersungguh-sungguh
memikirkan, membangun kekuatan, menggerakkan kebudayaan masyarakat, bagai “arus
gelombang” yang secara terus menerus serta teratur bergerak untuk menyerap dan
mewarnai pola pikir, pola tindak, atau pola sikap kelompok-kelompok masyarakat.
Siapakah
sejumlah kecil orang-orang kreatif itu? Siapakah yang mau mengubah zaman untuk
membangun suatu peradaban baru dengan tatanan yang diperbarui? Mereka, tidak
lain adalah kalangan kaum “muda terpelajar” atau orang yang dekat dengan
kalangan muda terpelajar. Ya, siapa lagi kalau bukan pemuda? Akankah kita
harapkan perubahan besar dari orang tua yang sudah kehilangan keberanian dan
daya juangnya? Akankah kita harapkan perubahan besar dari anak kecil yang masih
sibuk dengan permainannya?
Kekuatan
penggerak itu selalu saja berawal dari generasi muda terpelajar. Siapakah
sahabat Isa a.s. dan Muhammad SAW yang dengan setia membantu perjuangan dakwah
mereka? Mereka adalah para pemuda, mereka telah mengubah peta peradaban dunia!
Siapakah yang menaklukkan Konstantinopel, kota yang hampir tak tertembus
pertahanannya? Dia adalah pemuda 21 tahun, Muhammad Al Fatih dengan pasukannya.
Bahkan sedemikian istimewanya pemuda sampai ada kisah Ashabul Kahfi yang
diabadikan dalam Qur’an.
Mereka
adalah tujuh anak muda yang rela meninggalkan istana, disebabkan
pemerintahannya demikian zalim. Mereka tinggalkan kemewahan dan popularitas
demi menjauh dari segala bentuk tirani, lalu rela untuk tinggal di gua
(berhijrah), kemudah Allah mempersaksikan kepada tujuh anak muda itu untuk
mengetahui lahirnya zaman baru, yaitu pemimpin yang memerintah dengan cara yang
adil, setelah lebih dari 100 tahun berlalu
“... Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami anugerahkan kepada mereka petunjuk...” (Q.S. Al-Kahfi: 3)
“... Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami anugerahkan kepada mereka petunjuk...” (Q.S. Al-Kahfi: 3)
Pemuda
selalu identik dengan semangat yang tinggi, kreatif, inovatif, pemberani,
pembelajar, penggerak, idealis, herois dan daya juang yang tinggi. Dibandingkan
fase kehidupan lain, masa muda memang memiliki keistimewaan tersendiri. Bahkan
Allah sebut sebagai masa-masa kuat diantara dua masa lemah yakni masa kanak-kanak
dan masa tua. Tak pelak banyak sekali perubahan besar suatu bangsa yang berawal
dari gebrakan para pemudanya.
Dalam
sejarah pergerakan nasional sendiri jelas sekali peran pemuda sebagai pendobrak
lahirnya peradaban bangsa. Kebangkitan Nasional pada 1908 yang ditandai dengan
lahirnya Budi Utomo (tanpa mengesampingkan peran SI) menunjukkan peran dari
kalangan muda terpelajar dalam inisiatifnya membangkitkan kesadaran
berorganisasi nasional. Hingga kemudian lahirlah organisasi-organisasi pemuda
kedaerahan seperti Pasundan (1914), Jong Sumatranen Bond (1917), Sarekat
Sumatera (1918), Ambonsch Studie Fond (1909), Menamuria (1911), Rukun Minahasa
(1912), Yong Minahasa (1919), Tri Koro Darmo (1918).
Lahir
pula organisasi sosial keagamaan seperti Muhammadiyah (1912), Jong Islaminten
Bond (1924), Pemuda Kaum Betawi, Jong Celebes dan masih banyak lagi organisasi
pemuda. Merekalah yang pada akhirnya bersatu mengikrarkan Sumpah Pemuda pada 28
Oktober 1928. Sebuah sumpah yang menyatakan kesatuan tekad untuk menyatukan nusantara
dalam satu barisan hingga puncaknya bisa merebut kemerdekaan pada 1945. Masih
ingat peristiwa Rengasdengklok? Disini kembali kita lihat kepeloporan pemuda
yang dengan yakin menculik senior-senior mereka, yakni para pejuang republik
yang telah matang dalam berpolitik dan penuh kehati-hatian di masa itu untuk
menyegerakan pemroklamasian kemerdekaan RI.
1966,
ketika Presiden Soekarno mulai “melenceng” dari jalurnya kaum muda terpelajar
yang dalam hal ini direpresentasikan oleh mahasiswa kembali tampil di garda
terdepan untuk meluruskan. Gugurnya sang martir perubahan Arief Rahman Hakim
dan dibubarkannya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) oleh keputusan
Presiden bukannya menghentikan justru semakin membakar semangat heroisme
mahasiswa untuk melakukan aksi perlawanan dengan tuntutannya Tiga Tuntutan
Rakyat (Tritura) di antaranya bubarkan PKI dan turunkan harga. Gerakan
intelektual kaum muda di tahun 1966 ini mendapat dukungan dari kalangan militer
dan kalangan Islam yang memang anti komunis.
1998,
ketika pemerintahan Orde Baru sedemikian otoriter pemuda kembali tampil di
garda terdepan dalam memunculkan gelombang arus reformasi yang dengannya
menumbangkan rezim Soeharto. Aksi mahasiswa ’98 ini hanyalah puncak akumulasi
dari pergerakan mahasiswa sebelumnya, seperti gerakan mahasiswa di tahun 1971
(aksi penolakan TMII), 1974- Peristiwa Malari (aksi penolakan monopoli Jepang)
dan aksi ’78 (protes atas Sidang MPR). Mahasiswa tampil untuk membebaskan
rakyat dari penderitaan panjangnya akibat “kepengapan atas ruang politik”
bangsa, ditambah dengan kondisi ekonomi yang “ambruk” akibat krisis
multidimensi.
Dari
sejarah kita belajar bahwa kalangan muda terpelajar selalu saja menjadi ujung
tombak penggerak peradaban bangsa. Lebih tepatnya menjadi seorang arsitek
peradaban, yang bukan hanya mengubah, menjatuhkan rezim, namun tampil
memberikan rancangan, solusi sistem yang lebih baik bagi bangsanya. Dan bila
kita teliti lagi, maka pergerakan pemuda dari awal kemerdekaan hingga sekarang
selalu saja dipelopori oleh kalangan pemuda muslim, seperti HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam) di masa Orde lama, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim
Indonesia) pada akhir era Orde Baru.
“Mereka
adalah pemuda-pemuda yang memiliki kepeloporan, keberanian, beriman, bertakwa,
menjunjung tinggi hak kebenaran bagi dirinya dan untuk kepentingan bangsa.
Mereka adalah pemuda yang idealis, patriotis, disiplin, mandiri, dan mau terus
belajar serta bekerja keras, selalu berdialog dengan dirinya dan alam
sekitarnya, sangat peka, jiwanya ‘selalu gelisah’, tidak puas dengan keadaan
yang ada, dan senang akan hal-hal yang rohani” (Firdaus Syam)1.
Pemuda Muslim Tidak
Boleh Berhenti Belajar
Selain
tampil sebagai penggerak peradaban bangsa, pemuda tetap tidak boleh
meninggalkan kewajibannya untuk terus belajar dan menuntut ilmu
setinggi-tingginya.
Seperti pesan Imam Syafi’i kepada pemuda
Seperti pesan Imam Syafi’i kepada pemuda
“Barangsiapa
yang tidak menggunakan masa mudanya untuk mencari ilmu, maka bacakan takbir
empat kali.”
“Demi
Allah, hakikat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa. Jika kedua hal itu
tiada padanya maka tak bisa disebut pemuda”(Lihat buku Koleksi Syair Imam
Syafi’i, karya Yusuf Syekh Muhammad al-Baqi [Terj. Drs. Abdul Rauf Jabir,
Pustaka Amani Jakarta]).
Tentu
tidak benar ketika karena kesibukannya sebagai aktivis, seorang mahasiswa
justru meninggalkan kewajibannya untuk terus belajar. Bahkan belajar tidak
boleh dibatasi sebagai aktivitas kuliah di dalam ruang-ruang kelas. Pemuda yang
direpresentasikan ke dalam sosok mahasiswa seharusnya terus belajar dari mana
pun pelajaran itu bisa didapatkan.
Belajar
berorganisasi, belajar agama, belajar sejarah, sosial politik, wirausaha, harus
tetap dilakukannya meskipun tak jarang bersebrangan dengan pelajaran kuliahnya.
Apa jadinya bila Ir. Soekarno hanya mempelajar ilmu teknik mampukah tampil
sebagai proklamator sekaligus Presiden Pertama bangsa Indonesia? Pemuda kini
adalah pemimpin esok hari, maka bila ingin pemimpin esok lebih baik dari
sekarang maka harus disiapkan dari para pemudanya
Seperti
yang dikatakan H.O.S. Tjokroaminoto: “Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni
tauhid, sepandai-pandai siasat.” Seorang pemuda harus memanfaatkan waktu
mudanya untuk membekali dirinya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat. Mungkin
memang tak mudah, menjalankan peran ganda sebagai pencari kebenaran dan pembela
kebenaran. Namun memang seperti itulah seharusnya yang dilakukan seorang muda
terpelajar.
Sebagaimana
dikemukakan Mohammad Hatta: “Tanggung jawab akademikus adalah intelektual dan
moral! Ini terbawa oleh tabiat ilmu itu sendiri, yang wujudnya adalah mencari
kebenaran dan membela kebenaran.2“
“Yang menjadi tragedi dunia ini mereka yang pandai mencipta sedikit pengalamannya, dan mereka yang berpengalaman lemah ciptaannya. Orang yang gila-gilaan bertindak atas ciptaan dengan tiada pengetahuan: orang yang sombong betindak atas pengalaman dengan tiada ciptaan. Tugas universitas adalah mempertalikan keduanya, yakni penciptaan dan pengalaman3” (A.N. Whitehead)
“Yang menjadi tragedi dunia ini mereka yang pandai mencipta sedikit pengalamannya, dan mereka yang berpengalaman lemah ciptaannya. Orang yang gila-gilaan bertindak atas ciptaan dengan tiada pengetahuan: orang yang sombong betindak atas pengalaman dengan tiada ciptaan. Tugas universitas adalah mempertalikan keduanya, yakni penciptaan dan pengalaman3” (A.N. Whitehead)
Tantangan Pemuda Islam
kini dan nanti
Setiap
masa selalu memiliki peluang dan tantangannya masing-masing. Bila di era
sebelum kemerdekaan pemuda menghadapi tantangan dari dominasi penjajah, di Orde
Lama pemuda berhadapan dengan ancaman komunisme, Orde Baru dihadapkan tantangan
rezim yang otoriter, maka di era reformasi ini kita mengalami tantangan lain.
Tantangan
itu bukan hanya datang dari luar seperti sebelum-sebelumnya namun juga datang
dari dalam tubuh pemuda itu sendiri, yakni dengan menurunnya moral pemuda,
serta meningkatnya penyimpangan sosial yang dilakukan para pemuda kita.
Pergaulan bebas, tawuran antar pelajar, penyalahgunaan obat-obatan terlarang,
gang motor, pecandu game, dan masih banyak lagi tindakan negatif yang dilakukan
pemuda-pemuda kita.
Kebebasan
disalahartikan menjadi bebas sebebas bebasnya, hingga banyak yang jadi kebablasan.
Padahal seperti yang dijelaskan sebelumnya pemuda memiliki tanggung jawab yang
begitu besar sebagai penggerak peradaban. Lalu apa jadinya bila pemuda yang
harusnya tampil di garda depan dalam perbaikan bangsa ini malah menjadi objek
yang perlu diperbaiki? Bila pemuda kini jatuh dalam penyimpangan demi
penyimpangan lalu siapa yang akan memperbaiki pemerintahan yang menyimpang?
Seperti apa pemimpin kita esok hari?
Untuk
itulah di masa-masa seperti ini hanya pemuda muslim yang teguh dengan keimanan
dan ketakwaannyalah yang masih bisa kita harapkan untuk memperbaiki bangsa ini.
Dengan iman dan takwanya yang kokoh ia tidak akan mudah terombang ambing oleh
arus zaman yang semakin carut marut. Ia tidak akan terpengaruh
pemahaman-pemahaman maupun gaya hidup menyimpang yang diadopsi dari Barat.
Mereka
adalah para santri, aktivis masjid, aktivis kampus yang menghabiskan waktunya
untuk terus memperbaiki diri dan lingkungannya. Mereka bagaikan mutiara di
tengah lautan, bagaikan lentera-lentera yang tetap bersinar meski sekitarnya
gelap bahkan sinarnya menerangi sekitar dan membangkitkan lentera-lentera
lainnya. Mereka tetap teguh dengan idealismenya, tetap yakin dengan
cita-citanya.
Di
tengah-tengah zaman yang semakin rusak mereka terus menyimpan harapan akan
datangnya hari esok yang lebih baik. Mereka tidak takut dengan celaan
orang-orang yang mencela. Tidak menyerah dengan masalah yang menimpa dalam
perjalanan memperbaiki dunia. Hanya kepada Allah mereka bertawakkal, dan hanya
karena Allah mereka tetap berdiri tegar. Mereka lah yang akan memimpin bangsa
ini esok hari dan menyelamatkannya dari jurang kehancuran.
Kemudian
tantangan selanjutnya adalah tantangan ilmu pengetahuan modern yang saat ini
dikuasai oleh peradaban Barat. Sebagaimana dikemukakan Syed Naquib Al Attas:
“I venture to maintain that the greatest
challenge that has surreptitiously arisen in our age is the challenge of
knowledge, indeed, not as against ignorance; but knowledge as conceived and
disseminated throughout the world by Western civilization.”
(Prof.
Syed Muhammad Naqub al-Attas).
Tantangan dunia islam kini adalah tantangan ilmu
pengetahuan, yang mana saat ini Barat mengungguli dalam segi ilmu pengetahuan
sehingga kita pun harus belajar dari Barat dalam segi ilmu pengetahuan modern.
Padahal ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, otomatis kita harus belajar dengan
perspektif Barat yang sekuler. Inilah yang menimbulkan banyak masalah sehingga
tak jarang ditemui pembelajar-pembelajar kita yang berpikiran sekuler seperti
yang dilakukan Barat. Tantangan kita adalah bagaimana mewujudkan islamisasi
ilmu pengetahuan, bagaimana antara islam dan ilmu pengetahuan tidak terjadi
pertentangan.
Yang Perlu Dilakukan
Pemuda Muslim
Memang
tantangan yang dihadapi pemuda muslim kini lebih kompleks, namun bukan berarti
membuat kita menyerah dan berhenti berharap akan hadirnya hari esok yang lebih
baik. Seperti diungkapkan di awal, banyak perubahan besar yang digerakkan hanya
dari sekelompok kecil orang-orang kreatif ( A Tiny creative minority). Maka
sedikitnya jumlah tak boleh membuat kita pasrah dan menyerah. Beberapa hal yang
perlu dilakukan pemuda muslim diantaranya
- Menguatkan akidah
Akidah adalah pondasi dasar bagi setiap muslim. Maka
sebagai seorang muslim sudah selayaknya pemuda yakin tiada kemuliaan tanpa
islam, hanya dengan jalan syariat-Nya lah kemenangan ummat bisa didapat. Mereka
harus yakin kemenangan itu datangnya dari Allah, maka hanya kepada Allah mereka
menggantungkan usahanya, bukan pada sebab-sebab dunia.
- Bergerak dalam suatu jama’ah
Kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan
oleh kejahatan yang terorganisir. Maka dalam mencapai tujuan yang mulia sudah
sepantasnya pemuda muslim bekerja sama dalam suatu jamaah. Kuatnya islam ada
pada kuatnya jamaah, sekumpulan domba tidak akan takut dimangsa serigala,
sebaliknya domba yang sendirian akan lebih rentan dimangsa serigala maka
bekerja dalam sebuah jamaah/organisasi menjadi suatu keharusan.
- Memperdalam ilmu agama
Bagaimana mungkin hendak memenangkan islam bila
tidak tahu apa itu islam, tidak tahu mana yang bersumber dari nilai-nilai
islam, mana yang bukan, serta tidak tahu bagaimana islam mengatur kehidupan.
Maka sudah selayaknya pemuda islam terus memperdalam ilmu agamanya di sela-sela
kegiatan belajar/kuliah maupun aktivitasnya berorganisasi.
- Memperdalam ilmu pengetahuan modern sesuai bidang minatnya
Seperti disampaikan sebelumnya tantangan terbesar
kita adalah mewujudkan islamisasi pengetahuan, menyatukan kembali ilmu
pengetahuan ke pangkuan umat islam, sehingga tidak ditemui pertentangan di
antaranya. Selama ilmu pengetahuan kita masih mengekor Barat selama itu pula
umat islam tidak bisa mengungguli peradaban Barat. Maka memperdalam ilmu
pengetahuan modern sesuai bidang minat masing-masing harus tetap dilakukan
pemuda islam.
- Terlibat dalam kegiatan perbaikan moral masyarakat terutama pemuda
Hal selanjutnya yang tidak kalah penting adalah
bagaimana pemuda harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan pendidikan moral/
pembinaan/ perbaikan individu masyarakat terutama pemudanya. Sebisa mungkin
kita selamatkan generasi muda dari bangsa ini dengan memperbaiki moral mereka.
Kaderisasi menjadi hal yang teramat penting agar para pejuang perbaikan tidak
kehilangan penerusnya karena jalan untuk memperbaiki bangsa ini adalah jalan
yang panjang, tidak cukup diemban oleh satu generasi saja.
Memang
tidak mudah merancang suatu peradaban yang lebih baik. Banyak tantangan yang
dihadapi pemuda kita, namun kita harus tetap bergerak, tidak boleh berhenti
menyerah pada keadaan. Belajar dan terus belajar, berkontribusi dengan didasari
cita-cita yang tinggi harus tetap dilakukan pemuda islam karena mereka lah sang
arsitek peradaban.
- Pemuda muslim memiliki peran sebagai arsitek peradaban suatu bangsa
- Tantangan yang dihadapi pemuda muslim kini lebih kompleks terutama berasal dari pengaruh peradaban Barat
- Untuk menjalankan perannya pemuda muslim harus berpegang teguh pada aqidahnya, bergerak dalam suatu kelompok/jamaah/organisasi, terus memperdalam ilmu agama dan ilmu dunia serta berkontribusi aktif bagi perbaikan moral dan akhlak pemuda.
Referensi:
1. Firdaus Syam, Renungan Bacharuddin Jusuf Habibie: Membangun
Peradaban Indonesia, Jakarta, Gema Insani Press. 2009, hlm. 27.
2. Ibid, hlm 3.
3. Mohammad Hatta, “Tanggung Jawab Moral Kaum Intelektual”, dalam
Aswab Mahasin dan Ismet Natsir (pnyt.), Op.cit, hlm. 6.
No comments:
Post a Comment