Bicara cinta memang tidak ada
habisnya. Tak peduli yang muda maupun yang tua semuanya tak pernah bisa lepas
dari kata yang satu ini. Ada yang bilang hidup tanpa cinta bagai sayur tanpa
garam, hambar. Hidup jadi tak ada artinya dan tak bermakna bila tak ada cinta.
Cinta memang bisa mnjadi energi
penggerak yang luar biasa. Seorang pemuda rela bolak balik mengantarkan
pasangannya karena cinta. Seorang suami rela keliling menyusuri tiap sudut kota
demi mencarikan barang yang diidamkan istrinya saat hamil. Bahkan seekor ayam
rela melawan pengganggu anak-anaknya meski harus melawan dengan makhluk yang
lebih besar darinya, semua karena “cinta”.
Di sisi lain cinta terkadang
akan menuntut segalanya dari diri sang pecinta. Menuntut waktu, tenaga, harta
dan masih banyak lagi. Tak jarang ada orang yang mau berjibaku untuk mecari
barang yang diinginkan pasangannya. Seorang ibu harus siap siaga untuk mengurus
bayinya, hingga kadang bangun di tengah malam saat sang bayi menangis, terkadang
harus memandikannya, menyuapinya makan dan masih banyak lagi. Seorang ayah
harus bekerja keras sepanjang hari demi mencari nafkah untuk keluarganya, namun
semua tetap dilakukan karena kecintaannya.
Cinta terkadang akan memeberikan
kekuatan tersendiri bagi para pelakunya. Kekuatan yang luar biasa, yang tidak
bisa didapat seorang pada kondisi normalnya. Seorang ibu bisa melakukan banyak
pekerjaan sekaligus di keluarganya. Di suatu ketika beliau memasakkan makanan
mereka, menyapu ruangan, mencuci pakaian, merawat sang anak , memandikan
anaknya, menyapu, dan luar biasanya masih bisa bangun lebih awal untuk membangunkan
keluarganya. Semua kekuatan ini lahir karena kecintaannya pada keluarga. Pejuang-pejuang
kita dahulu meski dengan segenap keterbatasannya, bermodalkan bambu runcing,
masih bisa melawan Belanda bahkan sampai membuat kerugian yang besar bagi
pemerintahan Belanda. Semua berawal dari kecintaannya pada bangsa dan rasa
rindunya pada kemerdekaan kita.
Setiap orang terkadang memiliki
kadar cinta yang berbeda-beda terhadap orang lainnya. Ada yang dicintai dengan
sepenuh hati, ada yang sedikit dicintai ada yang dibenci, semua memiliki
kadarnya masing-masing. Lalu sebenarnya siapa yang harus kita cintai? Siapakah
yang lebih layak untuk dicintai dan siapakah yang perlu lebih dicintai dari
yang lainnya?
Sebagai manusia, makhluk yang
diciptakan, diberi rezeki dan kemudian hendak dimatikan kembali olehNya, sudah
selayaknya Allah lah yang lebih dicintai dari yang lainnya. Betapa tidak, Allah
yang telah mengidupkan kita, menghamparkan bumi untuk kita tinggal, menyediakan
rezeki kita. Allah pulalah yang menciptakan bagi kita pelindung-pelindung dan orang yang dengan tulus mencintai,
menyayangi dan merawat kita hingga kita mampu berdiri dengan sendirinya.
Secara tegas, Allah telah
menjelaskan hal ini dalam firmanNya “Wahai orang-orang yang beriman! Jika
bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah
dan RasulNya serta berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah memberikan
keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”(At
Taubah 24)
Dalam ayat ini terlihat ancaman
yang tegas darinNya bila samapi ada yang lebih kita cintai dari Allah, Rasul
dan berjihad di jalanNya. Selain cinta kepadaNya cinta yang diperkenankan
menurut agama adalah mencintai karenaNya. Ya, kita mencintai sesuatu karena
Allah. Mencintai orangtua karena Allah, mencintai anak karena Allah mencintai
sahabat karena Allah, semua karena Allah.
Bila seseorang telah benar-benar
mengutamakan kecintaan padaNya di atas segalanya, maka dia akan cinta pula pada
apa-apa yang Allah cintai. Menaati setiap perintahNya, menjauhi setiap
laranganNya dengan sekuat tenaga. Karena bagaimana mungkin seseorang yang
mencintai malah melakukan hal yang dibenci Dzat yang dicintainya?
Kecintaan padaNya inilah yang
akan menjadi energi pelejit yang luar biasa untuk melakukan hal-hal besar demi
meraih keridhoanNya. Di saat yang lain tertidur pulas, dia memilih bangun demi
bermunajat depadaNya. Di saat yang lain kenyang dengan makananNya, dia rela
berlaparlapar ria untuk menjalankan puasa. Di saat yang lain sibuk main game,
dia memilih membaca buku, mencari ilmu yang bisa menambah kualitas amalnya,
menambah kecintaan padaNya dan membuatnya semakin tunduk dan taat padaNya. Semua
yang Allah cintai akan dicintaiNya pula. Semua yang Allah benci akan dibencinya
pula.
Lebih besar lagi ia akan dengan
tulusnya mengikrarkan Innasholati wa
nusuki wamah yaaya wamamaati lillahirobbil aalamiin( Sesungguhnya sholatku
ibadahku, hidupku dan matiku hanya Allah Robb semsesta alam. Tak hanya ibadah
ritual, tapi seluruh kehidupanNya ia kerahkan demi meraih ridhoNya, bahkan
sampai matinya pun diperuntukkan bagiNya dan agamaNya. Ia rela mengorbankan
hartanya, mengorbankan tenaganya bahkan menjadikan syahid sebagai cita-citanya.
“Sesungguhnya Allah membeli dari
orang-oran mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka. Mereka berperang di jalan Allah, sehingga mereka membunuh atau
terbunuh, (sebagai) janji yang benar
dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan Siapakah yang lebih
menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah
kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung” (At Taubah 111).
Seperti itulah seorang mukmin, ia harusnya
hidup dan mengisi kehidupannya untuk mencari keridhoanNYa. Ia berjuang
sepanjang waktunya, mengorbankan segala-galanya demi mencari keridhoanNya dan
menolong agamaNya. Kecintaan inilah yang pada akhirnya melahirkan
pribadi-pribadi yang tangguh luar biasa, melebihi manusia-manusia lain pada
umumnya.
Masih ingat dengan Sayyidina Abu
Bakar r.a. yang rela menshadaqahkan seluruh hartanya di jalan Allah dan
meninggalkan bagi keluarganya Allah dan RasulNya. Masih ingat dengan Sayyidina
Umar r.a. yang dengan keberaniannya
hijrah secara terang-terangan bahkan menantang kaum Quraisy yang hendak
menghalanginya? Masih ingat dengan sayyidina Utsman dengan segala
kedermawanannya? Masih ingat dengan Sayyidina Ali yang rela menggantikan Nabi
di kamar tidurnya saat kaum Quraisy merencanakan pembunuhan pada Nabi SAW?
Semua orang-orang ini mampu melakukan hal-hal yang luar biasa
dengan penuh keyakinan dan tanpa ketakutan karena benar-benar mencintai Allah,
Rasul dan Agama islam ini melebihi dirinya sendiri dan keluarganya. Demikian
pulalah yang dimiliki para ulama dan pejuang-pejuang islam di masanya.
Kecintaan yang mendalam pada Allah, Rasul dan agamaNya telah mampu menghadirkan
kerja-kerja luar biasa yang dengannya terciptalah suatu peradaban yang maju
luar biasa.
Kemenangan demi kemenangan terus
diraih oleh umat islam pada masa-masa awal setelah zaman Rasulullah dan para
sahabat. Terlahir pejuang-pejuang islam yang mampu mengorbankan segalanya demi
keluhuran agama dan kemenangan agama ini. Mereka tidak takut mati dalam perang
bahkan justru itulah yang dicari. Mereka tidak letih dalam menuntut ilmu, tidak
letih dalam menghidupkan ibadah sunnah, tidak takut hartanya habis karena
sedekah. Semua itu diilakukan karena kecintaan yang besar pada Allah, Rasul dan
agamaNya.
Setiap kita adalah budak dari
apa yang dicintainya. Bila cintanya sebatas kepada makhluk maka ia akan
diperbudak oleh makhluk, menuruti setiap keinginan sang makhluk. Bila cintanya
pada dunia maka ia pun akan menjadi budak dunia. Namun bila cintanya kepada
Sang Khaliq maka ia akan menjadi hambaNya yang siap berjuang di jalanNya,
mengorbankan segalanya demi meraih keridhoanNya. Dan semua itu tidak akan sia-sia
karena Dialah yang akan menanggung kebahagiaan di dunia dan akhiratnya.
Wallohua’lam bisshowwab
No comments:
Post a Comment