Diutusnya para rasul selalu memilki
dua peran penting yang tidak bisa dipisahkan, yakni sebagai pemberi peringatan
serta pembawa kabar kembira. Pemberi peringatan kepada orang-orang yang ingkar
dengan kabar datangnya adzab yang pedih, serta pemberi kabar gembira bagi orang-orang
yang beriman akan datangnya kenikmatan surga yang tak terbayangkan besarnya.
Kedua masalah ini selalu disandingkan. Seakan-akan menandakan pentingnya menghadirkan
rasa cemas (takut siksa neraka) dan harap (mengharapkan surga).
Kehadiran rasa cemas dan harap itu
mutlak diperlukan bagi yang menghendaki adanya perbaikan. Dengan rasa cemas
seseorang akan sadar sekecil apa pun kesalahan tidak layak untuk disepelekan,
sadar masih banyak yang perlu diperbaiki, masih banyak ‘PR’ yang harus
dikerjakan, tidak mungkin akan duduk diam ketika masalah-demi masalah itu belum
menemukan peyelesaiannya. Ketika melihat kondisi bangsa, tentunya kita akan dihadapkan
pada berbagai permasalahan yang cukup membuat kita cemas. Mulai dari masalah korupsi
yang semakin menjadi-jadi, kenakalan remaja, krisis kejujuruan, pergaulan bebas,
kriminalitas, hilangnya integritas, hilangnya kepedulian akan permasalahan
bangsa, dan masih banyak lagi. Belum lagi masalah ekonomi, pendidikan serta politik yang semakin carut marut dan perlu
segera diadakan perbaikan.
Masalah-masalah ini tentunya membuat
kita cemas, dan yang lebih penting lagi membuat kita sadar bahwa perjuangan untuk memperbaiki bangsa ini masih cukup panjang, masih
banyak permasalahan yang perlu dipecahkan, masih banyak ‘PR’ yang menanti untuk
segera dituntaskan. Tidak sepantasnya kita duduk diam dan tidur tenang ketika
masih banyak permasalahan yang belum ditemukan solusinya. Masalah satu belum
selesai muncul lagi masalah lainnya, setiap hari kita selalu disuguhkan dengan
berita-berita yang menambah kecemasan kita akan kondisi bangsa.
Namun terlalu cemas dan takut pun
tidak selamanya benar. Terkadang berlebihannya ketakutan dan kecemasan justru
mampu memadamkan api semangat dan membuat kita pesimis akan adanya perbaikan. Gejala-gejala
ini mulai dapat kita rasakan. Banyak masyarakat di luar sana yang sudah sangat
pesimis, putus asa dan beranggapan perbaikan bangsa sudah tidak mungkin lagi.
Di antara mereka ada yang berkata “kasus korupsi sudah tidak mungkin
dituntaskan lagi”, menganggap gagasan indonesia bersih dari korupsi hanya sebuah
utopia, omong kosong belaka.
Sikap seperti inilah yang tidak
kita inginkan, karena ketika seseorang telah kehilangan harapannya maka akan
semakin sulit diharapkan hadirnya perubahan, akan semakin sulit diharapkan
hadirnya suatu perbaikan. Bila setelah lelah berjuang saja belum tentu menuai
keberhasilan bagaimana hendak kita harapkan keberhasilan dari mereka yang
menyerah, mundur sebelum berperang? Sikap apatis seperti inilah yang akan
membahayakan bangsa, menjerumuskan kita menuju keterpurukan yang semakin dalam.
Untuk itu, disamping rasa cemas, rasa
harap juga perlu kita pupuk. Dengan rasa harap inilah kita berani bermimpi
setinggi-tingginya. Dengannya kita bisa punya daya juang tinggi, tetap yakin di
saat yang lain ragu. Tetap optimis dan tak mudah menyerah meski banyak permasalahan
yang menghadang. Perasaan inilah yang membuat kita tetap tenang dan terus
bergerak melakukan perbaikan di saat yang lain menambah kerusakan.
Memang banyak permasalahan yang dapat
membuat kita cemas, namun hal-hal yang mampu membangkitkan harapan pun tak
kalah banyaknya. Indonesia negara yang besar, kita negara dengan wilayah yang
luas, penduduk yang tak sedikit serta dianugerahi kekayaan alam yang berlimpah.
Setidaknya hal ini modal yang cukup bagi kita untuk bangkit memperbaiki kondisi
negeri. Tak hanya sumber daya alam, sebenarnya dari segi SDM pun kita tidak
tertinggal dari lainya. Kita pernah punya B.J. Habibie yang kepandaiannya pun
diakui dunia internasional, dan kini kita punya banyak pemuda dengan berbagai
prestasi yang membanggakan nusantara.
Gerakan-gerakan perbaikan pun
mulai terlihat tumbuh dari masyarakat sendiri. Bermunculannya trainer/motivator
dengan pelatihan-pelatihannya sedikit-demi sedikit memperbaiki pola pikir
masyarakat. Yang semula takut berwirausaha, sekarang bermunculan
entrepreuner-entrepreuner muda dengan usaha kreatifnya yang semakin menguatkan
perekonomian bangsa. Perbaikan dari segi moral dan agama pun semakin terasa
dampaknya.
Bermunculannya lembaga dakwah
sekolah maupun kuliah semakin menunjang syiar-syiar islam dan turut berperan
dalam advokasi yang terkait dengan kepentingan umat islam. Kehadiran
rumah-rumah tahfidz juga telah membangkitkan kembali semangat menghafal quran
dan telah mencetak hafidzh-hafidzoh yang tidak sedikit jumlahnya. Ini tentu
suatu kemajuan yang patut kita apresiasi.
Munculnya gerakan-gerakan dari
masyarakat turut membawa perbaikan bagi wajah negeri. Indonesia mengajar,
Indonesia menghafal, Indonesia berjamaah, dan masih banyak lagi gerakan-gerakan
dari akar rumput yang berperan aktif bagi perbaikan dan kemajuan bangsa.
Munculnya penulis –penulis yang mengangkat tema-tema motivasi-religi juga telah
mampu mewarnai wajah negeri dengan hal-hal yang lebih baik dan bermanfaat.
Ya, pada kenyataannya akan ada dua
kubu yang senantiasa bersaing, kubu yang memperjuangkan kebenaran dan kubu yang
memperjuangkan kebathilan, ada yang menebar perbaikan ada yang merusak.
Besarnya kerusakan yang terlihat bukan berarti gerakan perbaikan telah mati,
keduanya bagaikan dunia paralel yang bergerak masing-masing, terus bergerak
maju dengan pencapaian masing-masing.
Harapan itu masih ada dan akan
selalu ada. Jangan terlena ketika melihat kemajuan yang ada, karena masih
banyak permasalahan yang perlu kita carikan solusinya. Namun jangan sampai
putus asa ketika melihat kerusakan yang semakin menjadi-jadi, tetap berharap, tetap
bermunajat, tetap berjuang di jalan kebenaran ini. Sudah menjadi janjiNya
kebenaran ini akan dimenangkan, sudah menjadi ketentuanNya kebathilan akan terkalahkan,
pertanyaannya ada di barisan manakah kita saat ini? Sejauh apakah kontribusi
yang bisa kita berikan? Wallohua’lam bisshowwab
No comments:
Post a Comment